01/04/12

Berlin dan harga sebuah Kebebasan

Asarpin
http://sastra-indonesia.com/

Kebebasan merupakan persoalan yang, paling tidak, sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri. Sejak Nabi Adam turun ke Bumi lalu diikuti para nabi berikutnya, persoalan kebebasan kerap kali muncul dalam wujudnya yang berbeda. Sejak filosof Stoa hingga filosof pascamodernisme, masalah kebebasan telah menyita waktu para filosof profesional untuk merumuskan secara jelas apa makna di balik kata ini.

Pada abad pertengahan, meski telah mencapai analisis yang lebih baik tentang sebagian besar konsep yang tercakup di dalamnya, pada dasarnya tidak membawa lebih dekat pada suatu pemecahan akhir; bahwa sementara sebagian pihak telah dipusingkan oleh persoalan ini. Sebagian yang lain menganggap persoalan yang jalin-menjalin tersebut sekadar suatu kekacauan yang akan diselesaikan oleh suatu pemecahan filosofis yang tunggal dan kokoh.

Pada perkembangan selanjutnya, persoalan kebebasan telah merambah ke wilayah politik dan ekonomi. Pada masa ini kebebasan telah diartikan sebagai determinisme diri (self- determinism), yakni pandangan yang menyatakan bahwa watak dan “struktur” kepribadian manusia, serta emosi, sikap, pilihan, keputusan, dan tindakan- tindakan yang bersumber darinya, benar-benar memainkan peran sepenuhnya dalam apa yang terjadi. Namun, pada dirinya sendiri merupakan dampak dari berbagai sebab, psikis maupun fisik, sosial maupun individual, dan seterusnya, dalam suatu rangkaian yang tak terputuskan.

Menurut penganut paham tersebut, “saya bebas jika saya dapat melakukan apa yang saya inginkan dan memungkinkan memilih salah satu di antara dua jenis tindakan yang akan saya ambil”. Atau, semua perilaku manusia adalah bebas ditentukan, tergantung dari sudut pandang mana seseorang memandangnya. Sebab, manusia dewasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Pilihan-pilihan saya secara kausal telah ditentukan; karena jika tidak demikian, ia akan menjadi suatu kejadian yang acak dan alternatif-alternatif pilihan tersebut akan kehilangan kemungkinan-kemungkinannya, sama halnya dengan mengatakan sesuatu yang tidak bermakna. Pandangan klasik ini bagi sebagian besar filosof tampak menyelesaikan persoalan kehendak bebas. Liberalisme determinisme diri semacam ini oleh William James-bapak psikologi modern abad ke-20-disebut sebagai “determinisme lembek” atau “rawa persembunyian”.

BERBAGAI perdebatan panjang soal paham liberalisme di atas dapat ditelusuri dalam karya Isaiah Berlin berjudul Empat Esai Kebebasan (penerbit LP3ES kerja sama dengan Freedom Institute, Jakarta, September 2004).

Isaiah Berlin adalah sejarawan dan filosof Inggris pasca-Hegel dan Marx, lahir di Riga, Latvia, 6 Juni 1909, keturunan Rusia. Buku ini merupakan karyanya yang paling banyak menuai kritik dan melahirkan perdebatan sengit di Inggris dan Eropa sejak diterbitkan pertama kali tahun 1969. Dalam buku ini ia membentangkan begitu banyak perdebatan soal paham kebebasan, mulai dari pandangan sejarawan, filosof, sastrawan, teolog, dan para pengamat politik serta ahli ekonomi.

Empat esai tentang kebebasan dalam buku ini mengulas secara komprehensif empat persoalan besar: Pemikiran Politik Abad ke-20, Keniscayaan Sejarah, Dua Konsep Kebebasan, dan John Stuart Mill dan tujuan-tujuan hidupnya (buku John Stuart Mill, On Liberty, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia).

Bagi Berlin, pengertian dasar dari kebebasan adalah kebebasan dari segala belenggu, dari pemenjaraan, dari perbudakan oleh orang lain. Sementara, pengertian yang lain, yang lebih luas, merupakan perluasan dari pengertian ini. Bagi Berlin, berusaha menjadi bebas berarti berusaha menghilangkan berbagai rintangan; berusaha memperoleh kebebasan personal berarti berusaha mencegah campur tangan, pengisapan, penindasan oleh orang- orang yang melakukannya. Kebebasan, setidaknya dari pengertian politiknya, bersesuaian dengan tidak adanya gangguan atau dominasi dan hegemoni. Akan tetapi, kebebasan semacam itu bukan satu-satunya nilai yang menentukan sebuah laku, atau perilaku. Persoalan jauh lebih kompleks dari hanya dengan satu jawaban semacam itu (hal 64).

Pertanyaannya, nilai macam apa yang terdapat di dalam kebebasan menurut Isaiah Berlin? Apakah nilai kebebasan yang dikemukannya merupakan suatu jawaban terhadap kebutuhan dasar manusia untuk bebas, atau sesuatu yang diandai-andaikan oleh tuntutan yang lain? Selain pertanyaan itu, apakah empat esai kebebasannya merupakan pertanyaan sekaligus jawaban yang murni antropologis dan historis yang membutuhkan jawaban empiris pula atau pertanyaan filosofis, psikologis, dan politis?

Peran apa, kalaupun ada, yang dimainkan oleh bukti- bukti historis, antropologis, serta sosiologis dalam menetapkan premis kebenaran atau kesahihan dalam persoalan-persoalan seperti itu? Atau apakah seperti yang ditujukan lewat suatu analisis filosofis yang meyakinkan kita bahwa pengabaian kebebasan tidaklah bersesuaian dengan menjadi manusia, atau, paling tidak, sepenuhnya manusia-terlepas dari apakah yang kita maksudkan dengan manusia-di mana pun dan kapan pun.

Bagi Berlin, paham kebebasan determinisme dan universalisme yang dipeluk teguh para sejarawan, sastrawan, politikus, dan para pemikir abad ke-20 tak lebih dari usaha memamah biak warisan Pencerahan Eropa yang gagasannya tidak meyakinkan bagi teori-praktik kebebasan. Para sejarawan yang hanya mampu berpikir obyektif, tidak bias, tidak memihak, yang sepintas merupakan kebajikan-kebajikan luhur yang hendak meneguhkan klaim kebenaran dan keyakinan.

Tentu saja, terdapat nilai-nilai moral-sosial yang obyektif, abadi dan universal, yang tak tersentuh oleh perubahan sejarah dan dapat diketahui oleh pikiran setiap manusia rasional. Namun, klaim semacam itu perlu dipertanyakan (hal 31). Hal ini disebabkan kehendak bebas membutuhkan pemecahan konseptual baru yang sejauh ini belum berhasil dilakukan siapa pun. Sementara terminologi tradisional, seperti dari filosof TH Green, Hegel, dan Marx, perlu dilakukan penjarakan, gagasan-gagasan kebebasan mereka sudah terlalu usang untuk kurun ini dan yang akan datang (hal 71-73).

BERLIN berkali-kali melontarkan pandangannya tentang kebebasan yang diiilhami oleh gagasan politik liberal. Berlin adalah aseorang liberal yang berseberangan dengan pandangan komunisme maupun marxisme. Dengan menekankan empat tesis kebebasan, Berlin seakan menawarkan jalan keluar bagi pandangan baru yang menghargai kebebasan individual. Siapa pun yang menghargai kebebasan demi kebebasan itu sendiri, percaya bahwa ia akan bebas untuk memilih, dan tidak untuk ditentukan pilihannya. Hal ini merupakan unsur yang tidak bisa disingkirkan dalam apa yang menjadikan manusia saat ini sebagai manusia.

Bagi Berlin, seseorang adalah tuan bagi dirinya sendiri. Bila aku adalah pemilik akal budi dan kehendak, maka aku mempunyai berbagai tujuan dan berkeinginan untuk mewujudkan tujuan itu. Namun, jika aku dihalang-halangi untuk mencapai kehendakku itu, berarti aku tidak lagi merasa sebagai tuan atas diriku dan kehidupanku. Aku mungkin dihalang-halangi oleh hukum- hukum alam, atau oleh hal-hal yang tak terduga, atau oleh tindakan-tindakan manusia, atau oleh pengaruh, yang sering tak terencanakan, dari kebisaan- kebisaan manusia. Apa yang aku lakukan agar tidak tertindas oleh kekuatan-kekuatan itu? Berlin menawarkan jawaban: aku harus membebaskan diriku, hasrat yang aku tahu tak dapat aku wujudkan. Aku ingin menjadi tuan atas kerajaanku sendiri.

Paham kebebasan Isaiah Berlin adalah pertanyaan yang tak berkesudahan di kalangan kaum liberal sampai hari ini. Apakah paham liberal yang pernah dikutuk Bung Karno dulu kini menjadi alternatif? Sebagian orang akan menjawab ya, namun sebagian lain akan menjawab tidak untuk setiap liberalisme.

Berlin mengajukan suatu syarat tentang hak personalitas tanpa harus pusing-pusing dengan pertanggungjawaban moral-religius. Baginya, seorang manusia tidak diwajibkan kepada siapa pun atas tindakan-tindakannya sejauh hal ini bersesuaian dengan keberadaan masyarakat yang terorganisasi. “Aku menghilangkan semua rintangan yang ada di jalan hidup aku dengan meninggalkan jalan tersebut; aku menarik diri ke dalam sekte aku sendiri, ke dalam rencana ekonomi aku sendiri, ke dalam wilayah kehidupan aku yang terpencil, di mana tidak ada lagi suara-suara dari luar yang perlu didengarkan.

Tindakan semacam itu merupakan suatu bentuk pencarian rasa aman; namun tindakan itu juga pantas disebut pencarian kebebasan atau kemerdekaan pribadi atau nasional, yang individual sekaligus yang banyak. Aku bebas sejauh aku otonom, aku mematuhi hukum, tetapi hukum itu aku temukan dalam diri aku sendiri yang tak terkekang”.

Tidak berlebihan bila Berlin kelak dijuluki sebagai juru bicara paling fasih tentang liberalisme abad ke-20 sekaligus pengkritik paling lantang terhadap paham liberalisme Abad Pencerahan; liberalisme yang determinisme atau keyakinan atas universalisme. Berlin memang secara tajam melucuti universalisme Pencerahan dengan tidak membuatnya menolak kebebasan personal. Gagasan liberalisme Berlin bagi Ahmad Sahal adalah, “kebebasan individu tanpa harus mengaitkannya dengan universalisme, menjadi liberal dengan tetap menerima pluralisme, dan tanpa harus terjatuh dalam sikap landak ala Pencerahan”. Dengan ungkapan lain, liberalisme ala Berlin adalah liberalisme yang ironi yang tidak berurusan dengan kebenaran absolutisme, seraya tetap berpegang teguh pada komitmen sosial yang membebaskan.
__________
*) ASARPIN, lahir di dekat hilir Teluk Semangka, propinsi Lampung, 08 Januari 1975. Pernah kuliah di jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Setelah kuliah, bergabung dengan Urban Poor Consortium (UPC), 2002-2005. Koordinator Uplink Lampung, 2005-2007. Pada 2009 mengikuti program penulisan Mastera untuk genre Esai di Wisma Arga Mulya, 3-8 Agustus 2009. Tahun 2005 pulang lagi ke Lampung, dengan membuka cabang Urban Poor Linkage (UPLINK). Di UPLINK pernah menjabat koordinator (2005-2007). Menulis esai sudah menjadi bagian perjalanan hidup, yang bukan untuk mengelak dari kebosanan, tapi ingin memuaskan dahaga pengetahuan. Sejak 2005 hampir setiap bulan esai sastra dan keagamaan terbit di Lampung Post. Kini telah beristri Nurmilati dan satu anak Kaila Estetika. Alamat blognya: http://kailaestetika.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita