Susianna
http://www.suarakarya-online.com/
Hujan baru saja reda. Sehingga acara pembacaan dan musikalisasi puisi Abdul Hadi : Kado Untuk Maestro berjalan lancar yang digelar di halaman kampus Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu malam lalu.
Malam itu merupakan hari kedua acara Tapak Budaya Paramadina: Tiga Hari Bersama Prof Dr Abdul Hadi WM, menjelang pengukuhan penyair Dr.Abdul Hadi Wiji Muthari sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, pekan lalu.
Sejumlah penyair membacakan puisi-puisi karya Abdul Hadi yaitu Sutardji Calzoum Bahri membacakan puisi Sarangan dan Tanya, Slamet Sukirnanto.membacakan puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat, Diah Hadaning memilih puisi Surat Atas Hidup. Kemudian tampil beberapa penyair lainnya seperti Leon Agusta, Wowok Hesti Prabowo, Adri Darmadji Woko, Ahmadun Yosi Herfanda, Jamal D Rahman, Endang Supriadi, dan Wanda Leopolda. Tak ketinggalan cerpenis Hamsad Rangkuti setelah membaca puisi Abdul Hadi juga membaca cerpen sendiri Ayahku Seorang Guru Mengaji.
Pembacaan puisi diawali Ayusha Ayutthaya - putri bungsu Abdul Hadi yang membacakan puisi ayahnya Akhirnya Kita Bertemu Lagi terjemahan dalam bahasa Mandarin.
Acara malam itu diisi dengan orasi budaya Paradigma Abdul Hadi WM Dalam Kebudayaan Indonesia oleh Rektor Universitas Paramadina Anies Rasyid Baswedan, Ph.D.
Sehari sebelumnya diselenggarakan diskusi kebudayaan menampilkan pembicara Sukron Kamil mengusung topik Sastra Islam Dalam Perspektif Abdul Hadi WM. Sementara Sutedjo mengetengahkan masalah Menimbang Paradigma Sastra Profetik Abdul Hadi Dalam Pembelajaran Sastra, dan Ahmadun Yosi Herfanda mengemukakan isu Paradigma Abdul Hadi WM Dalam Sastra Indonesia.
Abdul Hadi, kelahiran Sumenep, Madura, 24 Juni 1946, menerbitkan 12 antoloji puisi, di antaranya Arjuna in Meditation bersama Darmanto Jt dan Sutardji Calzoum Bachri, dan antoloji puisi dalam bahasa Inggris (At Last We Meet Again). Sejumlah puisi Abdul Hadi diterjemahkan dalam 14 bahasa yaitu Belanda, Jerman, Inggris, Prancis, Jepang, Mandarin, Thailand, Spanyol,Urdu, Arab, Rusia, Korea, Bengali dan Turki.
Penerima berbagai penghargaan dalam dan luar negeri ini juga menulis sebanyak 7 buah buku fiksi, beberapa kajian sastra dunia dan terjemahan karya, serta lebih dari 500 artikel, esai, dan karangan ilmiah di berbagai media tentang sastra Indonesia, sastra dunia, kebudayaan, dan falsafah. Lebih dari 35 tahun ia menggeluti kesusasteraan, sufisme dan khazanah intelektual nusantara.
Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan mantan redaktur berbagai media cetak ini meraih gelar MA dan Ph.D di Universitas Sains Malaysia (1992-1996). Beberapa tahun sebelumnya kakek dari 3 cucu dan ayah dari 3 putri ini menimba ilmu di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Fakultas Sastra (1964-1967) dan Fakultas Filsafat (1968-1971).
Pengukuhan sebagai Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Abdul Hadi WM menyampaikan orasi bertajuk Paradoks Globalisasi : Memikirkan Kembali Arah Kebudayaan Kita dalam sidang terbuka Senat Universitas Paramadina, dihadiri sejumlah undangan, di Auditorium Nurcholish Madjid, Rabu lalu. Dengan pengukuhan Abdul Hadi, perguruan tinggi yang didirikan oleh Prof. Dr.Nurcholish Madjid (almarhum) ini memiliki tiga orang Guru Besar.
Dalam orasinya Abdul Hadi mengemukakan, bidang yang ditekuninya adalah sejarah falsafah dan kesusastraan. Namun disiplim ilmu seperti ini tidak dituntut sekadar sistematis dalam menelaah sesuatu. Tetapi lebih dituntut. sifat reflektif.
Menurut Abdul Hadi bahasa adalah media komunikasi dan ekspresi terpenting bagi manusia dan tidak bisa digantikan oleh media lain. Bahasa adalah perwujudan kebudayaan yang merangkum di dalamnya khazanah pemikiran, gagasan, dan ingatan kolektif sesuatu masyarakat termasuk pengalaman sejarahnya. Tanpa bahasa, manusia tidak akan berpikir dan menanggapi dunia sekitarnya dengan baik. Karena, tidak ada manusia yang dapat berpikir di luar bahasa.
Berbicara kebudayaan dalam pengertiannya bersifat memelihara, baik kebersamaan maupun kebebasan individu yang terkendali. Kebersamaan ada jika ada solidaritas atau apa yang disebut gotong royong oleh Bung Karno dan koletivisme oleh Bung Hatta. Kebersamaan membuat hidup menyenangkan.
Selain itu kebudayaan dapat memulihkan kesatuan apabila masyarakat terancam perpecahan. Kebudayaan juga mengembalikan apa yang sering hilang pada manusia, yaitu cinta dan rasa persaudaraan dengan sesamanya. Karena, tujuan kebudayaan ialah menciptakan kesatuan dan kebersamaan maka yang menjadi ancaman utama bagi kebudayaan ialah politik praktis dan anarkis.
Kebudayaan dimaksudkan untuk mengangkat martabat atau harkat manusia sebagai makhluk spritual. Simbol dan tingginya martabat manusia terletak pada kebajikan, kecerdasan dan kreativitasnya. Kebudayaan yang sejati adalah milik bersama anggota sebuah komunitas yang disebut bangsa atau etnik. Karena itu, kebudayaan selalu dikaitkan dengan komunitas. Dan kebudayaan tidak pernah dikaitkan dengan orang seorang atau suatu kelompok kecil manusia, seperti kelompok aliran keagamaan tertentu.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Tampilkan postingan dengan label Susianna. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Susianna. Tampilkan semua postingan
31/01/09
07/01/09
JIFEST 2008: Karya Sastra Indonesia Dibaca di Mancanegara
Susianna
http://www.suarakarya-online.com/
Karya sastra Indonesia umumnya novel dan puisi ternyata sudah merambah ke berbagai mancanegara. Selain dibaca, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, juga penelitian untuk jenjang strata dua (S2) dan strata tiga (S3). Bahkan sebagai mata pelajaran di sekolah. Novel Pramoedya Ananta Toer pernah masuk nominasi sebagai calon pemenang hadiah Nobel yang diselenggarakan Akademi Swedia, di Stockholm, Swedia.
Informasi ini terlontar dalam seminar sastra yang merupakan rangkaian JIFEST 2008 Jakarta International Literary Festival (Festival Sastra Jakarta), berlangsung 11 -14 Desember 2008.
Festival pertama kali yang diikuti sejumlah sastrawan nusantara dan mancanegara ini di selenggarakan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DK Jakarta bekerja sama dengan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) dan Komunitas Cerpen Indonesia (KCI).
Yang cukup menarik, mungkin baru pertama kali terjadi sebuah seminar sastra diselenggarakan di Kawasan Kota Tua mengambil tempat di hotel bersejarah The Batavia Hotel, Jumat (12/12/08).
Alasan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pemuseuman Provinsi DKI Jakarta Pinondang Simandjuntak memanfaatkan kawasan bersejarah ini untuk memperkenalkan Kawasan Kota Tua sebagai kota wisata budaya kepada pihak luar. Ternyata pihak dalam pun yaitu orang Indonesia baru mengenal kawasan bersejarah ini seperti diakui peserta Jakarta cerpenis kondang Hamsad Rangkuti dan peserta Bali - Warih Wisatsana.
Mereka menilai topik yang disuguhkan yang disuguhkan 9 pembicara cukup menarik, informatif dan menambah wawasan.
Para pakar ini membahas 3 topik. Pertama, Sastra Indonesia di Mata Dunia dengan pembicara Dr.. Katrin Bandel (Jerman), Prof. Dr. Koh Young Hun (Korea) dan Prof. DR. Abdul Hadi WM. Kedua, Prospek Penerbitan Sastra di Mancanegara dikemukakan Prof. DR. Mikihiro Moriyama (Jepang), Jamal Tukimin,MA (Singapura) dan Putu. Topik ketiga membahas Politik Nobel Sastra disuguhkan Henri Chambert Loir, Dr.Stefan Danarek, Swe, dan Prof.Dr.Budi Darma.
Katrin Bandel menginformasikan novel Saman karya Ayu Utami diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan diterbitkan di Jerman meskipun oleh penerbit yang tidak terkenal.
Mikhiro Moriyama mengemukakan sejak 1970, Jepang sudah menterjemahkan lebih dari 30 novel, beberapa cerita lainnya dan beberapa buku puisi. Bahkan novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dicetak sebanyak 2000 eks.
Politik Nobel
Lain di Korea seperti disampaikan. Koh Young Hun, sastra Indonesia dijadikan sebagai bahan jenjang untuk S-2 dan S-3. Antara lain karya YB Mangunwijaya, WS Rendra, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer dan Umar Khayam
Demikian juga di Singapura seperti diungkapkan Djamal Tukimin, karya sastra diajarkan di sekolah- sekolah menengah dan menengah atas.Bahkan buku-buku sastra Indonesia pernah dijadikan buku teks sastra dan rujukan khusus untuk kajian sastra Melayu modern.
Berbeda pengalaman Putu Wijaya, ketika menghadiri festival sastra di Berlin (1985) ternyata ada penyair kulit hitam dari Amerika tidak mengenal Indonesia, tetapi mengenal Bali. Yang cukup menyakitkan muncul pertanyaan apakah di Indonesia ada penyair? Di balik itu Putu boleh berbangga ketika berkunjung ke Moskow bulan Juli lalu, dramawan kondang itu mendapat informasi bahwa sejumlah novelnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia sekitar tahun 70-an.
Indonesia boleh berbangga pula bahwa novel Pramoedya Ananta Toer pernah masuk nominasi Nobel. .Bahkan menurut Stefan Pram sudah 26 kali masuk nominasi pencalonan. Hendri menambahkan Nobel sastra pada umumnya erat kaitannya dengan politik. Sebagai contoh Pramoedya yang bukan saja pengarang sastra tetapi juga tokoh politik. Dan Pram salah satu korban rezim totaliter. Konon ketika nama Pram disebut sebagai calon pemenang ada lobi politik agar Pram dicegah sebagai pemenang.
Jika ditelusuri ada yang tidak beres dalam penilaian untuk Nobel sastra. Maka tak heran setiap pengumuman pemenang Hadiah Nobel selalu memunculkan kritik baik melalui media cetak maupun internet seperti dilansir Prof.Dr.Budi. Darma.
Budi membeberkan kritik James Atlas (Straits Time, 5 Oktober 1999), pemenang - pemenang Hadiah Nobel adalah sastrawan kelas 2 dibanding dengan Tolstoy, Proust dan sebagainya. Salah seorang pemenang Nobel - Tono Morrisson dituding hanya seorang ahli retorika.
Ditemui seusai seminar, Putu Wijaya mengaku ada kecurigaan di balik pemberian Hadih Nobel yang berlatar belakang politik. Dan ini sudah bersifat umum. Sebenarnya di Indonesia ada beberapa hadiah sastra, tetapi tidak ada gaungnya.
Namun demikian ada suatu kebanggaan kalau kita memperoleh Hadiah Nobel seperti halnya dalam pertandingan sepak bola. Jika kita menang di kandang sendiri kurang sreg, tetapi kalau memang di kandang orang lain kita merasa puas. Nobel ini semacam pertempuran juga.
http://www.suarakarya-online.com/
Karya sastra Indonesia umumnya novel dan puisi ternyata sudah merambah ke berbagai mancanegara. Selain dibaca, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, juga penelitian untuk jenjang strata dua (S2) dan strata tiga (S3). Bahkan sebagai mata pelajaran di sekolah. Novel Pramoedya Ananta Toer pernah masuk nominasi sebagai calon pemenang hadiah Nobel yang diselenggarakan Akademi Swedia, di Stockholm, Swedia.
Informasi ini terlontar dalam seminar sastra yang merupakan rangkaian JIFEST 2008 Jakarta International Literary Festival (Festival Sastra Jakarta), berlangsung 11 -14 Desember 2008.
Festival pertama kali yang diikuti sejumlah sastrawan nusantara dan mancanegara ini di selenggarakan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DK Jakarta bekerja sama dengan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) dan Komunitas Cerpen Indonesia (KCI).
Yang cukup menarik, mungkin baru pertama kali terjadi sebuah seminar sastra diselenggarakan di Kawasan Kota Tua mengambil tempat di hotel bersejarah The Batavia Hotel, Jumat (12/12/08).
Alasan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pemuseuman Provinsi DKI Jakarta Pinondang Simandjuntak memanfaatkan kawasan bersejarah ini untuk memperkenalkan Kawasan Kota Tua sebagai kota wisata budaya kepada pihak luar. Ternyata pihak dalam pun yaitu orang Indonesia baru mengenal kawasan bersejarah ini seperti diakui peserta Jakarta cerpenis kondang Hamsad Rangkuti dan peserta Bali - Warih Wisatsana.
Mereka menilai topik yang disuguhkan yang disuguhkan 9 pembicara cukup menarik, informatif dan menambah wawasan.
Para pakar ini membahas 3 topik. Pertama, Sastra Indonesia di Mata Dunia dengan pembicara Dr.. Katrin Bandel (Jerman), Prof. Dr. Koh Young Hun (Korea) dan Prof. DR. Abdul Hadi WM. Kedua, Prospek Penerbitan Sastra di Mancanegara dikemukakan Prof. DR. Mikihiro Moriyama (Jepang), Jamal Tukimin,MA (Singapura) dan Putu. Topik ketiga membahas Politik Nobel Sastra disuguhkan Henri Chambert Loir, Dr.Stefan Danarek, Swe, dan Prof.Dr.Budi Darma.
Katrin Bandel menginformasikan novel Saman karya Ayu Utami diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan diterbitkan di Jerman meskipun oleh penerbit yang tidak terkenal.
Mikhiro Moriyama mengemukakan sejak 1970, Jepang sudah menterjemahkan lebih dari 30 novel, beberapa cerita lainnya dan beberapa buku puisi. Bahkan novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dicetak sebanyak 2000 eks.
Politik Nobel
Lain di Korea seperti disampaikan. Koh Young Hun, sastra Indonesia dijadikan sebagai bahan jenjang untuk S-2 dan S-3. Antara lain karya YB Mangunwijaya, WS Rendra, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer dan Umar Khayam
Demikian juga di Singapura seperti diungkapkan Djamal Tukimin, karya sastra diajarkan di sekolah- sekolah menengah dan menengah atas.Bahkan buku-buku sastra Indonesia pernah dijadikan buku teks sastra dan rujukan khusus untuk kajian sastra Melayu modern.
Berbeda pengalaman Putu Wijaya, ketika menghadiri festival sastra di Berlin (1985) ternyata ada penyair kulit hitam dari Amerika tidak mengenal Indonesia, tetapi mengenal Bali. Yang cukup menyakitkan muncul pertanyaan apakah di Indonesia ada penyair? Di balik itu Putu boleh berbangga ketika berkunjung ke Moskow bulan Juli lalu, dramawan kondang itu mendapat informasi bahwa sejumlah novelnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia sekitar tahun 70-an.
Indonesia boleh berbangga pula bahwa novel Pramoedya Ananta Toer pernah masuk nominasi Nobel. .Bahkan menurut Stefan Pram sudah 26 kali masuk nominasi pencalonan. Hendri menambahkan Nobel sastra pada umumnya erat kaitannya dengan politik. Sebagai contoh Pramoedya yang bukan saja pengarang sastra tetapi juga tokoh politik. Dan Pram salah satu korban rezim totaliter. Konon ketika nama Pram disebut sebagai calon pemenang ada lobi politik agar Pram dicegah sebagai pemenang.
Jika ditelusuri ada yang tidak beres dalam penilaian untuk Nobel sastra. Maka tak heran setiap pengumuman pemenang Hadiah Nobel selalu memunculkan kritik baik melalui media cetak maupun internet seperti dilansir Prof.Dr.Budi. Darma.
Budi membeberkan kritik James Atlas (Straits Time, 5 Oktober 1999), pemenang - pemenang Hadiah Nobel adalah sastrawan kelas 2 dibanding dengan Tolstoy, Proust dan sebagainya. Salah seorang pemenang Nobel - Tono Morrisson dituding hanya seorang ahli retorika.
Ditemui seusai seminar, Putu Wijaya mengaku ada kecurigaan di balik pemberian Hadih Nobel yang berlatar belakang politik. Dan ini sudah bersifat umum. Sebenarnya di Indonesia ada beberapa hadiah sastra, tetapi tidak ada gaungnya.
Namun demikian ada suatu kebanggaan kalau kita memperoleh Hadiah Nobel seperti halnya dalam pertandingan sepak bola. Jika kita menang di kandang sendiri kurang sreg, tetapi kalau memang di kandang orang lain kita merasa puas. Nobel ini semacam pertempuran juga.
Langganan:
Postingan (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita