Tampilkan postingan dengan label D. Zawawi Imron. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label D. Zawawi Imron. Tampilkan semua postingan

30/06/21

Ruang Dialog

D. Zawawi Imron *
jawapos.com
 
”Kenapa kau memasang gambarku di belakang fotomu pada baliho-baliho di tepi-tepi jalan itu?” tanya kiai kepada putranya pada era kampanye pemilu sebulan yang lalu.
 
”Supaya perolehan suara saya lebih banyak lagi. Orang-orang yang cinta dan hormat kepada ayah akan mencontreng nama saya, karena saya putra ayah.”

16/09/09

KESATRIA

D. Zawawi Imron
http://www.jawapos.com/

Ada seorang Italia bernama Silvio Berlusconi. Ia cerdik pandai, salah seorang paling terkenal di negerinya. Ia juga politikus andal. Karena itu, ia terpilih sebagai perdana menteri. Ia bukan hanya peduli negeri dan rakyat Italia, tapi juga peduli kepada rakyat Afrika yang miskin. Untuk itu, ia menandatangani dokumen KTT G 8 di Gleneagles, Skotlandia, pada 2005, yang isinya ia berkomitmen akan membantu rakyat Afrika. Tapi Berlusconi agaknya ingkar janji, sampai KTT G 8 akan digelar lagi bantuan itu tak sepenuhnya terealisasikan.

Ada orang lain lagi bernama Bob Geldof. Ia pemusik dari Republik Irlandia. Juga seorang yang peduli pada rakyat Afrika sejak 30 tahun yang lalu. Tahu akan janji perdana menteri Italia itu berbau gombal, ia kemudian menagihnya seperti yang diberitakan Jawa Pos, Selasa (7/7). Bob Geldof pun menyerang Berlusconi. Katanya, ”Bagaimana Anda akan memimpin sidang KTT G 8, sedangkan Anda tidak memiliki kredibilitas?”

Sambil memperlihatkan dokumen bantuan ke Afrika itu Geldof berucap, ”Di dokumen ini tercantum tanda tangan Anda, seorang lelaki yang mewakili kehormatan negaranya.” Dan Geldof melanjutkan, Berlusconi tidak pantas menjadi tuan rumah KTT G 8 di Italia, kecuali dia meminta maaf terlebih dahulu.

Orang Indonesia bilang, ”Ludah yang sudah jatuh ke tanah tidak bisa dijilat lagi.” Maksudnya, janji yang diucapkan tidak bisa ditarik lagi. Apalagi tanda tangan pada dokumen, tak mungkin untuk dihapus. Itu adalah pernyataan yang diucapkan dengan nyawa.

Kembali ke perdana menteri Italia yang tersudut oleh jurus jitu Bob Geldof itu. Ia hanya bisa mengepalkan tangan, kira-kira menyesali dirinya sendiri, tidak bisa berkilah sebagaimana umumnya politikus. Agaknya Berlusconi termasuk orang yang masih punya nurani dan naluri kemanusiaan. Dengan jantan ia berkata, ”Maaf, kami sudah melakukan kesalahan. Kami minta maaf karena sudah mengurangi jatah bantuan ke Afrika.” Berlusconi beralasan, tidak terpenuhinya bantuan itu secara utuh tak lain akibat krisis finansial global yang juga menerpa Italia.

Yang menarik dari peristiwa itu adalah sikap kesatria seorang yang berpangkat perdana menteri. Tidak banyak orang yang mau bersikap kesatria seperti itu, kecuali orang yang punya kejujuran nurani dan rasa malu. Itulah akhlak yang disarankan Sunan Drajat sebagai rasa isa rumangsa, bisa menyadari dan mengaku bersalah karena berkaca pada kejujuran nurani serta kerendahan hati.

Orang yang tidak punya rasa malu akan menangkis tuduhan dengan seribu kilah. Bisa kita perhatikan pada beberapa koruptor, meskipun sudah divonis dan masuk penjara, mereka masih berani menepis bahwa dirinya tidak bersalah. Dan, otomatis tidak mau meminta maaf kepada negara dan rakyat yang telah dikhianatinya.

Yang mengherankan, para koruptor itu bukan cuma telah menandatangani dokumen, lebih dari itu ia telah bersumpah atau berjanji kepada Tuhan, bahwa tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan siapa pun. Jika Tuhan sudah digombali, apalagi bangsa dan negaranya.

Jangankan kepada Tuhan, kepada seorang seniman musik bernama Bob Geldof saja, Berlusconi mengaku bersalah, dan dengan legawa meminta maaf. Ia merasa tidak gagah untuk berkilah, karena itu ia memilih kemuliaan jiwa dengan cara minta maaf.

Saya pikir-pikir, memang sudah jarang sekali saya mendengar istilah ”kesatria”. Istilah itu seperti istilah asing yang sudah hampir lenyap tertimbun debu sejarah. Tetapi, seandainya nilai-nilai ”kesatria” itu diajarkan kembali, lalu ditanamkan kepada anak didik, dan bisa merasuk ke dalam kalbu dan tulang sumsum, serta membentuk integritas moral, tentu lebih mudah nanti kita menemukan banyak pahlawan yang akan menolong bangsa dan negara ini. (*)

21/09/08

NASSER

31 Agus 2008, Jawa Pos
D. Zawawi Imron

Orang Indonesia yang berkunjung ke Kairo, Mesir, konon dianggap belum sempurna kalau tidak makan burung dara goreng di tepian Sungai Nil. Bagi orang yang tidak suka burung dara seperti saya, memandang permukaan Sungai Nil yang berpendar-pendar oleh bayang-bayang lampu dari rumah-rumah dan jalan-jalan di seberang sungai pada malam hari, sudah merasa terhibur. Ada suasana tenteram yang menyelinap ke dalam kalbu. Inilah sungai yang membelah Kota Kairo, yang sudah punya sejarah dan peradaban sejak 600 tahun lalu, dengan piramid, lukisan-lukisan mitologi, serta mummi jasad Pharao yang bertahan ribuan tahun.

Sungai Nil terus mengalir sepanjang waktu menghidupi penduduk yang bermukim pada sepanjang kedua tepiannya. Di situlah gandum, anggur, kurma, dan sayur-sayuran bisa ditanam sampai sejauh 10 atau 20 kilometer dari Sungai Nil. Sehingga betul bila ada orang bilang, kalau Sungai Nil kering akan laparlah separo rakyat Mesir.

Memandang Sungai Nil saya jadi ingat mitos yang pernah saya dengar ketika masih anak-anak, bahwa hulu atau mata air Sungai Nil ada di surga. Yang lebih menarik tentu bukan mitosnya, tapi sosok seorang pemimpin Mesir zaman itu. Saya mengenal nama dan foto orang itu ketika saya masih kelas 3 Sekolah Rakyat (sekarang SD). Dia bernama Gamal Abdel Nasser. Dialah tokoh yang menggulingkan Raja Farouk pada 1952 dan membuat Mesir menjadi sebuah republik. Tahun 1954 ia menjadi perdana menteri, dan pada 1956 ia menjadi perdana menteri sekaligus presiden Mesir. Saat itu Mesir sering terlibat dalam kancah peperangan. Kepemimpinan Nasser sangat dihormati oleh mayoritas rakyat Mesir yang berhaluan progresif karena garis yang ditempuhnya dianggap memberi martabat dan harapan bagi masa depan kemajuan Mesir.

Tentang tokoh itu, sambil menyusuri tepian Sungai Nil, Gus Mus (KH Mustofa Bisri, Red) menceritakan kepada saya kecintaan rakyat Mesir kepada Nasser. Itu terjadi pada 1967. Perang Arab (termasuk Mesir) melawan Israel yang berlangsung selama 6 hari membuat pasukan Arab yang dipimpin Nasser menderita kekalahan. Nasser sadar akan jabatannya. Tapi pengunduran itu ditolak oleh Dewan Nasional Mesir. Bukan hanya itu, rakyat Mesir berbondong-bondong menuju istana dan memenuhi jalan-jalan di Kota Kairo menyatakan menolak pengunduran Nasser. Rakyat Mesir tetap ingin dipimpin oleh Nasser. Pada akhirnya, Nasser tidak bisa menolak permintaan rakyatnya, ia tetap memimpin Mesir dan menjadi presiden sampai serangan jantung mengakhiri hidupnya pada 1970.

Kisah yang cukup indah untuk dikenang. Saya jadi teringat pepatah Melayu yang berbunyi: ''Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah." Yang menarik di sini ialah rasa tanggung jawab Nasser yang mendalam sehingga secara jantan dia bersedia mengundurkan diri. Itu artinya, ia mengakui kesalahan dan kegagalannya sendiri. Sebuah sikap ksatria yang langka dimiliki para pemimpin. Hanya pemimpin yang punya kecerdasan emosional yang mendalam dan punya sikap introspektif yang jernih serta punya kejujuran yang mampu melakukannya.

Ajaibnya, orang yang telah mengaku bersalah itu diharapkan tetap memimpin. Hanya mayoritas rakyat Mesir saja yang tahu bahwa mereka masih memerlukan seorang Nasser selagi tokoh itu masih hidup, bukan yang lain.

Tentu tidak semua rakyat Mesir sehaluan dengan Nasser, dan itu sah. Pergumulan politik selalu akan melahirkan pro dan kontra. Itu urusan pengamat politik. Tapi, untuk kali ini yang saya catat tentang seorang tokoh dari sudut budaya, adanya perilaku dan kesadaran untuk mengakui kesalahan dan kegagalan diri sendiri secara jujur dari seorang pemimpin bangsa bernama Nasser. Perilaku politik yang bertumpu pada landasan budaya.

Setelah meningalkan negeri piramid itu saya sadar, bahwa saya tidak rugi datang ke Mesir meskipun tidak makan burung dara goreng di tepian Sungai Nil. Mendengar kisah ksatria Gamal Abdel Nasser hati saya bergetar, kagum akan kejujurannya.

Pemimpin yang berjiwa ksatria memang pantas untuk dikenang. Meskipun sudah mati, wajahnya pantas untuk dipancang. Bukan sebagai berhala yang dipuja, tapi sebagai tokoh yang pantas untuk dikaji sejarah kepemimpinannya sekaligus untuk dijadikan teladan. (*)

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita