Tampilkan postingan dengan label Iskandar P Nugraha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iskandar P Nugraha. Tampilkan semua postingan

09/01/09

Kisah Perjuangan Pengungsi Indonesia di Australia

Iskandar P Nugraha*
http://kompas.co.id/

Nama penulis buku ini sudah dikenal publik Indonesia lewat terjemahan ”Eyewitness” (karya Seno Gumira Ajidarma) yang telah meraih Victorian Premier’s Literary Award Australia (1997). Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa Jan Lingard adalah juga seorang sejarawan yang telah bertahun-tahun tekun mengumpulkan data mengenai pengungsi sekaligus pejuang yang terdampar di Australia selama Perang Dunia II (1942-1947) seperti termaktub dalam buku ini.

Tampil menyeruak tidak saja menggemakan suara- suara orang Indonesia yang ditakdirkan terbuang ke negeri lain karena perang, karya ini sesungguhnya juga mengisahkan sejarah interaksi, pengenalan, dan jalinan hubungan unik yang kemudian hari menjadi inti terdalam basis hubungan antara Indonesia dan Australia. Lewat kumpulan tuturan sejumlah saksi baik orang Indonesia maupun Australia, penulis menunjukkan bahwa jalinan interaksi yang terjadi di akar rumput menjadi elemen penting sejarah sosial Australia, terutama dalam proses perubahan persepsi Australia terhadap masyarakat kulit berwarna. Dengan meyakinkan, penulis menunjukkan bahwa pertemuan dan pergaulan dalam kurun waktu yang singkat itu berbuah pada penginsafan dan pembelajaran orang Australia terhadap sejarah, budaya, dan bahasa negara tetangga terdekatnya yang lama terabaikan dalam pikiran yang dipenuhi nuansa rasisme dan xenofobia Australia kala itu.

Sebagaimana diperlihatkan di halaman-halaman awal buku ini, keberadaan orang Asia sebelum meletusnya Perang Pasifik hanya dikenal lewat satu label ”Yellow Peril”, yakni mitos Asia sebagai ancaman menakutkan bagi Australia. Dengan terdengarnya berita-berita mengenai jatuhnya dengan begitu mudah pertahanan imperialisme Belanda di kota-kota di Hindia Belanda, orang Australia menjadi tersadar akan posisi strategis Asia dan kekuatan yang dimainkan Asia yang jelas berpengaruh bagi perlindungan Australia pada masa depan.

Terlebih-lebih, setelah kapitulasi terhadap Jepang pada Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda melakukan serangkaian evakuasi atas ribuan orang (tidak saja bagi orang Belanda atau kelompok Indo, tetapi juga orang-orang asli Indonesia) ke Australia. Sesuatu yang baru menjadi makin jelas: semangat kuat kebijakan Australia Putih (White Australia Policy) yang diterapkan sejak Immigration Restriction Act (1901) kekuatannya kini tergoyahkan.

Dimensi kemanusiaan

Pecahnya Perang Dunia II pada intinya telah mengubah arah sejarah dan dimulainya hubungan-hubungan yang lebih erat dengan Indonesia, tetangga dekat Australia di utara. Menggunakan aneka sumber anyar (lisan, tulisan maupun kesaksian-kesaksian) yang amat komprehensif, buku ini memaparkan dengan rinci dinamika suka-duka kehidupan dari pengungsi Indonesia di Australia. Penulisnya juga dengan jitu merangkai kisah tersebut dalam balutan perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan, lewat dukungan, mobilisasi, pengorganisasian, bahkan penggalangan kekuatan di tanah Australia dengan melibatkan masyarakat keduanya.

Di sinilah letak keunikan buku ini. Pendekatan people to people history dalam menuliskan kisah tersebut menunjukkan keberhasilan dalam mencuatkan dimensi humanis di atas aspek bersifat politis atau kebijakan. Dengan menonjolkan dimensi kemanusiaan yang selama ini tidak mengemuka dalam publikasi sejarah formal hubungan diplomasi dan politik Australia-Indonesia, secara tidak langsung justru menguatkan legitimasi adanya hubungan baik secara historis di antara keduanya.

Lewat 12 bab uraian, penulis menunjukkan, betapa interaksi dan proses saling mengenal tersebut berakibat terenyahkannya perilaku ignoran dan rasis kebanyakan orang Australia terhadap orang Asia. Penulis terpana melihat kenyataan bahwa kedatangan orang-orang Indonesia tanpa dinyana-nyana justru lebih dapat diterima ketimbang sikap mereka terhadap orang Asia lain seperti halnya pendatang China, bahkan terhadap orang asli Aborigin sendiri!

Manusia perahu Jawa

Bermula pada April 1942, setelah terombang-ambing di laut hampir sebulan lamanya, 67 orang Jawa diberitakan terdampar di pelabuhan Melbourne. Kedatangan mereka menggegerkan masyarakat setempat dan oleh penulisnya diklaim inilah pengungsi orang perahu pertama yang datang ke Australia. Masyarakat Australia terkejut melihat untuk pertama kalinya kedatangan orang-orang ”berkulit coklat” yang berkerumun di dek kapal, dengan sarung yang berwarna-warni. Prianya berpakaian tradisional lengkap dengan belangkon dan kerisnya. Sedangkan perempuannya berkebaya dan beberapa tampak menyusui bayi-bayi mereka.

Seorang pendeta dari Gereja Metodis Australia langsung turun tangan menolong mereka, menyediakan aula gereja untuk tempat tinggal sementara mereka dan langsung membina persahabatan di atas segala perbedaan warna kulit, ras, maupun agama. Pemandangan tersebut jelas sulit dibayangkan terjadi sebelumnya. Koran Argus menulis: ”Timur telah bertemu dengan Barat di pojokan pelabuhan Melbourne”. Taman kanak-kanak untuk anak Indonesia kemudian didirikan. Beberapa anak masuk ke kelas-kelas untuk belajar bersama-sama dengan anak Australia lainnya. Para bapak dicarikan pekerjaan, dilibatkan dalam acara sosial (nonton football dan teater) dan para ibu dibantu oleh perempuan-perempuan Australia yang peduli.

Orang perahu itu bukanlah satu-satunya kelompok yang tiba di Australia. Ada begitu banyak orang Indonesia lain yang memasuki teritori Australia pada masa itu. Sekitar 5.500 orang Indonesia diperkirakan telah menjadi pengungsi, terdiri atas pelaut, prajurit KNIL, kerani dan pengungsi sipil, pembantu rumah tangga, bahkan tahanan politik kolonial dari Tanah Merah (Boven Digul) yang diangkut untuk dititipkan di kamp-kamp Australia.

Selama periode tersebut, orang-orang buangan itu tinggal terpencar-pencar tidak saja di kota-kota besar (Melbourne, Sydney, Brisbane), tetapi juga di pelbagai pelosok terpencil di negara-negara bagian, seperti Victoria, New South Wales, dan Queensland. Di antara mereka ada yang menjadi pesakitan di kamp-kamp militer dan interniran, diharuskan tinggal di hostel yang hanya diperuntukkan bagi pelaut, bahkan tidak sedikit yang hidup di kapal-kapal atau harus menumpang di rumah- rumah penduduk. Dapatlah diterka apa yang terjadi kemudian. Sejumlah anak Indonesia dilahirkan di sini, orang Indonesia bersekolah dan berinteraksi lebih jauh dalam masyarakat Australia, laki-laki Indonesia mengawini perempuan setempat. Tidak sedikit yang meninggal dan dikuburkan di Australia.

Kisah-kisah kemanusiaan tersebut akan ditemukan hampir di keseluruhan buku ini. Esensinya, penulis menunjukkan bahwa interaksi yang ”terpaksa” terjadi itu menciptakan cerita yang berbagi di antara kedua masyarakat, menorehkan keunikan terhadap satu episode sejarah sosial umat manusia semasa Perang Dunia II. Oleh sebab itu, buku ini jelas memberikan kontribusi atas terciptanya historiografi yang berbagi antara Australia dan Indonesia sebagai aset saling pengertian di atas segala perbedaan dan partisi budaya politis yang mewarnai hubungan kedua negara di masa-masa selanjutnya.

Peran Australia

Dari berbagai aspek kehidupan kaya yang banyak terlukiskan itu, perjuangan cita-cita revolusi dan aktivitas perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan segala dukungan masyarakat Australia merupakan aspek yang dibahas dengan tajam. Pembahasan khusus mengenai peran para bekas tahanan politik Belanda dari Boven Digul dalam mencapai kemerdekaan Indonesia yang berakhir di kamp interniran Cowra tidak saja mengharukan, tetapi juga penting bagi sejarah Indonesia. Mereka adalah pahlawan- pahlawan tak dikenal yang ikut aktif berjuang bagi kemerdekaan Indonesia, terutama lewat aktivitas di komite-komite kemerdekaan yang dibentuk di Melbourne, Sydney, dan Brisbane. Usaha mereka tidak saja penting bagi sejarah revolusi Indonesia, tetapi juga telah menginsafkan banyak orang atas pentingnya dukungan penuh Australia bagi kemerdekaan Indonesia. Terdapatnya 13 kuburan tahanan yang tertinggal di daerah terpencil Australia itu adalah testimoni dan saksi bisu penanda adanya penguatan semen fondasi kemerdekaan Indonesia di luar wilayah Indonesia yang dalam hal ini adalah Australia.

Perang pun usai ketika kedaulatan penuh Indonesia teraih tahun 1949. Banyak pengungsi yang pulang ke Indonesia. Kisah tangis pilu karena ditinggalkan sahabat Asia antara lain terekam dalam dokumen-dokumen sejarah seperti yang ditunjukkan lewat pemandangan haru biru di di Stasiun Kereta Api Spencer Melbourne. Cerita-cerita mengharukan semacam itu jelas telah mengayakan detail dan nuansa hubungan baik antara Australia dan Indonesia yang selama ini tercipta. Cerita yang terdokumentasikan penuh di buku ini menyediakan dasar bagi munculnya cerita-cerita heroik semacam penolakan dan pemogokan yang dilakukan kalangan buruh Australia bagi dukungan kemerdekaan Indonesia ataupun dukungan penuh Australia terhadap kemerdekaan di PBB dan seterusnya. Betapa peran yang dimainkan masyarakat awam itu tidak dapat diabaikan dan memiliki kekuatan bagai buldoser perata jalan dukungan penuh Australia terhadap kemerdekaan Republik Indonesia.

Akhirnya, mengingat hubungan people to people kini terbukti masih tidak tergoyahkan di tengah terpaan iklim politik kontemporer di antara kedua negara, elemen ini haruslah mulai dilihat sebagai detak jantung sesungguhnya, faktor penting, dalam mosaik hubungan antara Indonesia dan Australia dulu, sekarang, dan masa depan.

*)Mengajar di Department of Indonesian Studies, University of Sydney, Australia.

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita