Iskandar P Nugraha*
http://kompas.co.id/
Nama penulis buku ini sudah dikenal publik Indonesia lewat terjemahan ”Eyewitness” (karya Seno Gumira Ajidarma) yang telah meraih Victorian Premier’s Literary Award Australia (1997). Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa Jan Lingard adalah juga seorang sejarawan yang telah bertahun-tahun tekun mengumpulkan data mengenai pengungsi sekaligus pejuang yang terdampar di Australia selama Perang Dunia II (1942-1947) seperti termaktub dalam buku ini.
Tampil menyeruak tidak saja menggemakan suara- suara orang Indonesia yang ditakdirkan terbuang ke negeri lain karena perang, karya ini sesungguhnya juga mengisahkan sejarah interaksi, pengenalan, dan jalinan hubungan unik yang kemudian hari menjadi inti terdalam basis hubungan antara Indonesia dan Australia. Lewat kumpulan tuturan sejumlah saksi baik orang Indonesia maupun Australia, penulis menunjukkan bahwa jalinan interaksi yang terjadi di akar rumput menjadi elemen penting sejarah sosial Australia, terutama dalam proses perubahan persepsi Australia terhadap masyarakat kulit berwarna. Dengan meyakinkan, penulis menunjukkan bahwa pertemuan dan pergaulan dalam kurun waktu yang singkat itu berbuah pada penginsafan dan pembelajaran orang Australia terhadap sejarah, budaya, dan bahasa negara tetangga terdekatnya yang lama terabaikan dalam pikiran yang dipenuhi nuansa rasisme dan xenofobia Australia kala itu.
Sebagaimana diperlihatkan di halaman-halaman awal buku ini, keberadaan orang Asia sebelum meletusnya Perang Pasifik hanya dikenal lewat satu label ”Yellow Peril”, yakni mitos Asia sebagai ancaman menakutkan bagi Australia. Dengan terdengarnya berita-berita mengenai jatuhnya dengan begitu mudah pertahanan imperialisme Belanda di kota-kota di Hindia Belanda, orang Australia menjadi tersadar akan posisi strategis Asia dan kekuatan yang dimainkan Asia yang jelas berpengaruh bagi perlindungan Australia pada masa depan.
Terlebih-lebih, setelah kapitulasi terhadap Jepang pada Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda melakukan serangkaian evakuasi atas ribuan orang (tidak saja bagi orang Belanda atau kelompok Indo, tetapi juga orang-orang asli Indonesia) ke Australia. Sesuatu yang baru menjadi makin jelas: semangat kuat kebijakan Australia Putih (White Australia Policy) yang diterapkan sejak Immigration Restriction Act (1901) kekuatannya kini tergoyahkan.
Dimensi kemanusiaan
Pecahnya Perang Dunia II pada intinya telah mengubah arah sejarah dan dimulainya hubungan-hubungan yang lebih erat dengan Indonesia, tetangga dekat Australia di utara. Menggunakan aneka sumber anyar (lisan, tulisan maupun kesaksian-kesaksian) yang amat komprehensif, buku ini memaparkan dengan rinci dinamika suka-duka kehidupan dari pengungsi Indonesia di Australia. Penulisnya juga dengan jitu merangkai kisah tersebut dalam balutan perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan, lewat dukungan, mobilisasi, pengorganisasian, bahkan penggalangan kekuatan di tanah Australia dengan melibatkan masyarakat keduanya.
Di sinilah letak keunikan buku ini. Pendekatan people to people history dalam menuliskan kisah tersebut menunjukkan keberhasilan dalam mencuatkan dimensi humanis di atas aspek bersifat politis atau kebijakan. Dengan menonjolkan dimensi kemanusiaan yang selama ini tidak mengemuka dalam publikasi sejarah formal hubungan diplomasi dan politik Australia-Indonesia, secara tidak langsung justru menguatkan legitimasi adanya hubungan baik secara historis di antara keduanya.
Lewat 12 bab uraian, penulis menunjukkan, betapa interaksi dan proses saling mengenal tersebut berakibat terenyahkannya perilaku ignoran dan rasis kebanyakan orang Australia terhadap orang Asia. Penulis terpana melihat kenyataan bahwa kedatangan orang-orang Indonesia tanpa dinyana-nyana justru lebih dapat diterima ketimbang sikap mereka terhadap orang Asia lain seperti halnya pendatang China, bahkan terhadap orang asli Aborigin sendiri!
Manusia perahu Jawa
Bermula pada April 1942, setelah terombang-ambing di laut hampir sebulan lamanya, 67 orang Jawa diberitakan terdampar di pelabuhan Melbourne. Kedatangan mereka menggegerkan masyarakat setempat dan oleh penulisnya diklaim inilah pengungsi orang perahu pertama yang datang ke Australia. Masyarakat Australia terkejut melihat untuk pertama kalinya kedatangan orang-orang ”berkulit coklat” yang berkerumun di dek kapal, dengan sarung yang berwarna-warni. Prianya berpakaian tradisional lengkap dengan belangkon dan kerisnya. Sedangkan perempuannya berkebaya dan beberapa tampak menyusui bayi-bayi mereka.
Seorang pendeta dari Gereja Metodis Australia langsung turun tangan menolong mereka, menyediakan aula gereja untuk tempat tinggal sementara mereka dan langsung membina persahabatan di atas segala perbedaan warna kulit, ras, maupun agama. Pemandangan tersebut jelas sulit dibayangkan terjadi sebelumnya. Koran Argus menulis: ”Timur telah bertemu dengan Barat di pojokan pelabuhan Melbourne”. Taman kanak-kanak untuk anak Indonesia kemudian didirikan. Beberapa anak masuk ke kelas-kelas untuk belajar bersama-sama dengan anak Australia lainnya. Para bapak dicarikan pekerjaan, dilibatkan dalam acara sosial (nonton football dan teater) dan para ibu dibantu oleh perempuan-perempuan Australia yang peduli.
Orang perahu itu bukanlah satu-satunya kelompok yang tiba di Australia. Ada begitu banyak orang Indonesia lain yang memasuki teritori Australia pada masa itu. Sekitar 5.500 orang Indonesia diperkirakan telah menjadi pengungsi, terdiri atas pelaut, prajurit KNIL, kerani dan pengungsi sipil, pembantu rumah tangga, bahkan tahanan politik kolonial dari Tanah Merah (Boven Digul) yang diangkut untuk dititipkan di kamp-kamp Australia.
Selama periode tersebut, orang-orang buangan itu tinggal terpencar-pencar tidak saja di kota-kota besar (Melbourne, Sydney, Brisbane), tetapi juga di pelbagai pelosok terpencil di negara-negara bagian, seperti Victoria, New South Wales, dan Queensland. Di antara mereka ada yang menjadi pesakitan di kamp-kamp militer dan interniran, diharuskan tinggal di hostel yang hanya diperuntukkan bagi pelaut, bahkan tidak sedikit yang hidup di kapal-kapal atau harus menumpang di rumah- rumah penduduk. Dapatlah diterka apa yang terjadi kemudian. Sejumlah anak Indonesia dilahirkan di sini, orang Indonesia bersekolah dan berinteraksi lebih jauh dalam masyarakat Australia, laki-laki Indonesia mengawini perempuan setempat. Tidak sedikit yang meninggal dan dikuburkan di Australia.
Kisah-kisah kemanusiaan tersebut akan ditemukan hampir di keseluruhan buku ini. Esensinya, penulis menunjukkan bahwa interaksi yang ”terpaksa” terjadi itu menciptakan cerita yang berbagi di antara kedua masyarakat, menorehkan keunikan terhadap satu episode sejarah sosial umat manusia semasa Perang Dunia II. Oleh sebab itu, buku ini jelas memberikan kontribusi atas terciptanya historiografi yang berbagi antara Australia dan Indonesia sebagai aset saling pengertian di atas segala perbedaan dan partisi budaya politis yang mewarnai hubungan kedua negara di masa-masa selanjutnya.
Peran Australia
Dari berbagai aspek kehidupan kaya yang banyak terlukiskan itu, perjuangan cita-cita revolusi dan aktivitas perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan segala dukungan masyarakat Australia merupakan aspek yang dibahas dengan tajam. Pembahasan khusus mengenai peran para bekas tahanan politik Belanda dari Boven Digul dalam mencapai kemerdekaan Indonesia yang berakhir di kamp interniran Cowra tidak saja mengharukan, tetapi juga penting bagi sejarah Indonesia. Mereka adalah pahlawan- pahlawan tak dikenal yang ikut aktif berjuang bagi kemerdekaan Indonesia, terutama lewat aktivitas di komite-komite kemerdekaan yang dibentuk di Melbourne, Sydney, dan Brisbane. Usaha mereka tidak saja penting bagi sejarah revolusi Indonesia, tetapi juga telah menginsafkan banyak orang atas pentingnya dukungan penuh Australia bagi kemerdekaan Indonesia. Terdapatnya 13 kuburan tahanan yang tertinggal di daerah terpencil Australia itu adalah testimoni dan saksi bisu penanda adanya penguatan semen fondasi kemerdekaan Indonesia di luar wilayah Indonesia yang dalam hal ini adalah Australia.
Perang pun usai ketika kedaulatan penuh Indonesia teraih tahun 1949. Banyak pengungsi yang pulang ke Indonesia. Kisah tangis pilu karena ditinggalkan sahabat Asia antara lain terekam dalam dokumen-dokumen sejarah seperti yang ditunjukkan lewat pemandangan haru biru di di Stasiun Kereta Api Spencer Melbourne. Cerita-cerita mengharukan semacam itu jelas telah mengayakan detail dan nuansa hubungan baik antara Australia dan Indonesia yang selama ini tercipta. Cerita yang terdokumentasikan penuh di buku ini menyediakan dasar bagi munculnya cerita-cerita heroik semacam penolakan dan pemogokan yang dilakukan kalangan buruh Australia bagi dukungan kemerdekaan Indonesia ataupun dukungan penuh Australia terhadap kemerdekaan di PBB dan seterusnya. Betapa peran yang dimainkan masyarakat awam itu tidak dapat diabaikan dan memiliki kekuatan bagai buldoser perata jalan dukungan penuh Australia terhadap kemerdekaan Republik Indonesia.
Akhirnya, mengingat hubungan people to people kini terbukti masih tidak tergoyahkan di tengah terpaan iklim politik kontemporer di antara kedua negara, elemen ini haruslah mulai dilihat sebagai detak jantung sesungguhnya, faktor penting, dalam mosaik hubungan antara Indonesia dan Australia dulu, sekarang, dan masa depan.
*)Mengajar di Department of Indonesian Studies, University of Sydney, Australia.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Tampilkan postingan dengan label Iskandar P Nugraha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iskandar P Nugraha. Tampilkan semua postingan
Langganan:
Postingan (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita