Mukadimah Antologi Puisi KATARSIS
Hadi Napster
http://sastra-indonesia.com/
Berawal dari sebuah wacana, yang melebur ke dalam rencana, dan kini terlaksana dengan sederhana. Seperti itulah kira-kira gambaran lahirnya buku Antologi Puisi yang lalu saya juduli KATARSIS ini. Ya, buku berisi 150 anak kandung yang terlahir kerdil dan kecil dari rahim pena saya. Yang oleh beberapa orang menyebutnya karya sastra, meski saya sendiri tidak begitu yakin dengan sebutan tersebut.
Adalah rasa cinta, setia dan (bisa jadi) sedikit cita terhadap sastra, yang memotivasi saya untuk kembali mengumpulkan tulisan-tulisan sederhana ini lalu mengemasnya menjadi sebuah buku. Bukan hal mudah tentunya, mengingat di luar sana tumbuh-kembang sastra bak jamur di musim hujan. Di mana begitu banyak muncul penulis atau penyair ‘baru’ yang dengan semangat menyala seakan tiada henti saling mempertontonkan hasil karya masing-masing.
Bersyukurlah negeri ini, utamanya sastra, yang menurut saya kian memasyarakat dalam geliat kehidupan sehari-hari. Terlebih dengan berkembang pesatnya cyber sastra lewat social networking di internet, sungguh merupakan sebuah jembatan menuju pertumbuhan sastra dalam skala kuantitas, meski belum tentu dibarengi dengan peningkatan kualitas.
Di sinilah agak rancu-nya perkembangan sastra modern. Sebab bukan tidak mungkin bahwa tulisan-tulisan yang lahir dari para ‘penyair’ baru (termasuk saya), yang di atas kertas memang kebanyakan ‘bukan’ wong sastra, justru serupa membangun rumah dengan hanya memasang dinding dan atap, tapi lupa dengan pilar maupun pondasinya.
Sastra Kamar. Begitulah kira-kira banyak orang menamai tulisan-tulisan yang datang dari subjektivitas penulis dengan latar belakang sekelumit permasalahan dalam kehidupan individualnya. Yang serta-merta lalu diberi label ‘karya sastra’ oleh kalangan ‘tertentu’ setelah membacanya. Dalam pandangan awam secara pribadi, saya lebih memilih menganggapnya sebagai Sastra Timpang, atau bisa juga Sastra Euforia.
Mengapa saya berani berasumsi demikian? Sangat jelas jawabannya; karena tulisan-tulisan tersebut tercipta dari kecenderungan berpijak pada unsur ekstrinsik semata. Memang banyak hal yang bisa menjadi opsi dalam ranah ini, anggap saja misalnya muatan-muatan psikologi, sosiologi, kondisi sosial, politik dan ekonomi, motivasi, ideologi, tendensi, tradisi, dan banyak lagi permasalahan lainnya. Namun apakah berbekal hal-hal seperti di atas saja sudah cukup untuk melahirkan sebuah karya sastra? Tidakkah kita terpikir kembali bagaimana dengan unsur intrinsik karya itu sendiri? Akan kita sembunyikan di mana; diksi, rima, ritme, tipografi, tata aksara, dan unsur-unsur dalam yang meliputinya? Bagaimana pula dengan asonansi, aliterasi, persajakan, hingga pemaknaan bertingkat; anorganik, vegetatif, animal, humanis dan metafisika atau transendental karya tersebut? Sudahkah semua ini kita klasifikasikan pada tempatnya masing-masing?
Jika jawabannya adalah belum, maka asumsi Sastra Timpang bisa menjadi pilihan. Atau ada kemungkinan lain, yaitu Sastra Euforia. Ya, katakan saja euforia karena tulisan-tulisan tersebut lahir dari sekedar keinginan untuk turut meramaikan geliat sastra yang semakin marak ber-modern ria dalam label kontemporer-nya. Sebuah capaian yang prestisius dalam dunia sastra sebenarnya, di mana semakin banyak orang menjadi gandrung untuk menulis dan berkarya. Akan tetapi bisa saja menjadi antiklimaks bagi dunia sastra sendiri, sebab kebanyakan apa yang ditulis adalah ‘entah’ atau ‘antah berantah’ semata.
Yang semakin menggelikan, sebab segala ketimpangan dan euforia ini lalu diikuti dengan mewabahnya kritikus-kritikus sastra yang lantas dengan seenaknya menghakimi atau memvonis ‘plus-minus’ hasil karya orang lain dari beragam sudut pandang. Tanpa memandang apa, bagaimana dan dari mana karya itu berasal? Sekarang, mari kita bercermin lagi, mari mencari tahu dan bertanya kembali; apa tindakan ‘sastra’ sendiri kala mendapati polemik semacam ini? Bagaimana tanggapan ‘sastra’ dengan giat antikonsepsi seperti ini?
Sulit memang mencipta sebuah tulisan yang benar-benar bernilai sastra. Bahkan saking sulitnya, sampai-sampai dewasa ini kita malah kebanyakan disuguhi tulisan-tulisan yang lebih cenderung mengandalkan tameng lisensi poetika, apoetica, atau apalah namanya, sebagai modal utama untuk merdeka dan menulis semau gue. Bahkan tak jarang kita jumpai kemunculan bahasa-bahasa baru yang indikasinya seakan menjadi gambaran sebuah penyimpangan arti, baik yang berupa ambiguitas, kontradiksi, hingga nonsense sekalipun. Tapi ironisnya, karena ternyata bahasa-bahasa baru tersebut adalah kosakata-kosakata yang sedianya hanya dimaksudkan ‘lazim’ saja, tanpa penyimpangan apapun. Tetapi justru dengan sendirinya menjadi ‘tidak lazim’ karena ‘ketidaklaziman’ penulisannya.
Apa kira-kira penyebabnya? Apa lagi kalau bukan; tingginya hasrat seseorang untuk membuat tulisan yang ingin ‘diakui’ sebagai karya sastra, hampir sama tingginya dengan ketidakpedulian pada morfologi maupun kaidah bahasa yang ada. Lebih parah lagi sebab dalam proses pemilihan diksi ketika membangun sebuah karya tulis, 90% fokus konsentrasi para penulis ‘jaman sekarang’ habis terkuras pada nilai-nilai estetik semata, dan hanya menyisihkan 10% sisanya untuk kepentingan semantik. Dengan kondisi seperti ini, maka karya yang lahir pun bisa dipastikan akan sangat sempurna. Sempurna timpang-nya, sempurna euforia-nya.
Kembali pada kasak-kusuk Sastra Kamar, adalah pendapat yang sangat logis jika kelak pembaca mendapati buku ini sebagai sekumpulan karya bernuansa kamar. Sebab apa yang hendak saya sampaikan lewat buku ini memang tidaklah lebih dari sekedar membagi corak kehidupan, semangat berinteraksi, optimisme belajar, serta tekad dan ikhtiar untuk terus mencintai sastra dengan cara berkarya. Bukan pula buku ini berarti saya maksudkan sebagai bentuk protes atau pembelaan terhadap Sastra Kamar. Sama sekali tidak.
Lebih bijak jika saya katakan; buku ini adalah sebuah usaha pencarian jawaban tentang; bagaimana mendewasakan AKU, agar bisa berbicara tentang KAU, DIA, KAMI, KITA dan MEREKA. Dengan kata lain, sedikit harapan kepada Sastra Indonesia agar kiranya dapat mencipta sebuah konsepsi baru yang lebih cerdas dan sistematis, terkait metode mengusung Sastra Kamar menjadi Sastra Mimbar sebagaimana yang diharapkan. Agar nantinya tidak timbul lagi polemik dalam tumbuh-kembang sastra, menyangkut subjektivitas penulis yang terkadang dianggap ‘terlalu’ berperan dalam mencipta sebuah karya sastra.
Karena jika kita harus jujur dan benar-benar merenung, maka pertanyaan sangat mendasar yang wajib kita jawab adalah; bagaimana seseorang akan berkoar di atas mimbar jika kamar saja masih berantakan alias belum tertata rapi? Bagaimana kita akan memasuki pola pikir orang lain jika nalar sendiri belum mampu kita kuasai? Nah sekarang kenyataannya, sudah adakah manuver substansial dari Sastra Indonesia sendiri dalam upaya mencerahkan secerah-cerahnya subjek ini? Harapan kita semua tentu saja: semoga kelak akan ada konsep dan konteks lebih konkret yang bisa menyamakan ayun langkah para penggiat sastra. Bukan justru semakin bertambah banyaknya arah pada persimpangan, yang membuat penulis-penulis ‘baru’ kian bingung menentukan ‘tujuan’nya berkarya.
Besar harapan saya, bahwasanya apa yang tertuang dalam buku ini dapat menjadi sedikit motivasi bagi semua, terutama diri pribadi saya, demi upaya menambah kadar ‘bijak’ dan tingkat ‘kedewasaaan’ pada diri, baik dalam bersikap maupun berucap. Utamanya ketika diperhadapkan pada kontradiksi realita dengan ingin dan angan, sebab kurang lebih itulah roh utama dalam buku ini. Segala prahara dan ketidakpuasan, harapan yang berbanding terbalik dengan kenyataan, semuanya terangkum sederhana dalam buku ini. Dalam rentetan tanda tanya besar sebagai konstelasi nyata kekinian yang tentu saja mencari-cari dan mendambakan jalan keluar.
Sedikit tambahan, terkait corak dan gaya penulisan dalam buku ini yang mayoritas mengedepankan pola sajak rima sehingga cenderung nampak kaku dan terikat, semua itu tidak lebih dari sedikit ‘kerinduan’ pada sederhana dan indahnya karya-karya sastra lama. Sebab diakui atau tidak, suka atau tidak, kita sama-sama harus legowo mengatakan bahwa Sastra Indonesia Lama yang ‘serba kaku’ adalah nenek moyang dari Sastra Indonesia Baru yang kini tersohor dengan ‘serba bebas’nya. Jadi anggap saja sebagai sebuah transformasi yang merupakan peleburan karakter dan visi; penciptaan reuni Sastra Indonesia Lama dengan Sastra Indonesia Baru yang telah terpisah periodisasi sangat panjang, di dalam sebuah karya.
Pada kesimpulannya, saya ‘vonis’ saja buku ini sebagai perwakilan untuk kita bertanya; masihkah Tuhan adalah nomor satu? Masihkah surga berada di telapak kaki Ibu? Masihkah cinta menjadi hal yang mulia dan agung? Masihkah interaksi serba modern saat ini menjanjikan wanginya harmoni kehidupan? Terlalu banyak pertanyaan, terlalu banyak ketidakpastian. Semakin banyak ketidaktahuan, semakin banyak pula kejanggalan.
Maka demi melengkapi pertanyaan-pertanyaan di atas, saya serahkan sepenuhnya 150 puisi dalam buku ini kepada siapapun yang kini membaca, menghayati, memuji, mencibir atau bahkan menyesal karena telah membelinya. Semoga kehadiran buku ini dapat membawa sedikit manfaat dan menambah semarak gegap gempita Sastra Indonesia tercinta.
Akhir kata, selamat membaca, menelaah, menghakimi dan memberi anggapan pun tanggapan. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, saya mengajak kepada semua untuk sama-sama mencari tahu; mengapa 150 tulisan sederhana dalam buku ini lantas diberi judul KATARSIS?
Yogyakarta, 07 Juni 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar