07/11/11

FENOMENA KAMAR MENCARI MIMBAR

Mukadimah Antologi Puisi KATARSIS
Hadi Napster
http://sastra-indonesia.com/

Berawal dari sebuah wacana, yang melebur ke dalam rencana, dan kini terlaksana dengan sederhana. Seperti itulah kira-kira gambaran lahirnya buku Antologi Puisi yang lalu saya juduli KATARSIS ini. Ya, buku berisi 150 anak kandung yang terlahir kerdil dan kecil dari rahim pena saya. Yang oleh beberapa orang menyebutnya karya sastra, meski saya sendiri tidak begitu yakin dengan sebutan tersebut.
Adalah rasa cinta, setia dan (bisa jadi) sedikit cita terhadap sastra, yang memotivasi saya untuk kembali mengumpulkan tulisan-tulisan sederhana ini lalu mengemasnya menjadi sebuah buku. Bukan hal mudah tentunya, mengingat di luar sana tumbuh-kembang sastra bak jamur di musim hujan. Di mana begitu banyak muncul penulis atau penyair ‘baru’ yang dengan semangat menyala seakan tiada henti saling mempertontonkan hasil karya masing-masing.

Bersyukurlah negeri ini, utamanya sastra, yang menurut saya kian memasyarakat dalam geliat kehidupan sehari-hari. Terlebih dengan berkembang pesatnya cyber sastra lewat social networking di internet, sungguh merupakan sebuah jembatan menuju pertumbuhan sastra dalam skala kuantitas, meski belum tentu dibarengi dengan peningkatan kualitas.

Di sinilah agak rancu-nya perkembangan sastra modern. Sebab bukan tidak mungkin bahwa tulisan-tulisan yang lahir dari para ‘penyair’ baru (termasuk saya), yang di atas kertas memang kebanyakan ‘bukan’ wong sastra, justru serupa membangun rumah dengan hanya memasang dinding dan atap, tapi lupa dengan pilar maupun pondasinya.

Sastra Kamar. Begitulah kira-kira banyak orang menamai tulisan-tulisan yang datang dari subjektivitas penulis dengan latar belakang sekelumit permasalahan dalam kehidupan individualnya. Yang serta-merta lalu diberi label ‘karya sastra’ oleh kalangan ‘tertentu’ setelah membacanya. Dalam pandangan awam secara pribadi, saya lebih memilih menganggapnya sebagai Sastra Timpang, atau bisa juga Sastra Euforia.

Mengapa saya berani berasumsi demikian? Sangat jelas jawabannya; karena tulisan-tulisan tersebut tercipta dari kecenderungan berpijak pada unsur ekstrinsik semata. Memang banyak hal yang bisa menjadi opsi dalam ranah ini, anggap saja misalnya muatan-muatan psikologi, sosiologi, kondisi sosial, politik dan ekonomi, motivasi, ideologi, tendensi, tradisi, dan banyak lagi permasalahan lainnya. Namun apakah berbekal hal-hal seperti di atas saja sudah cukup untuk melahirkan sebuah karya sastra? Tidakkah kita terpikir kembali bagaimana dengan unsur intrinsik karya itu sendiri? Akan kita sembunyikan di mana; diksi, rima, ritme, tipografi, tata aksara, dan unsur-unsur dalam yang meliputinya? Bagaimana pula dengan asonansi, aliterasi, persajakan, hingga pemaknaan bertingkat; anorganik, vegetatif, animal, humanis dan metafisika atau transendental karya tersebut? Sudahkah semua ini kita klasifikasikan pada tempatnya masing-masing?

Jika jawabannya adalah belum, maka asumsi Sastra Timpang bisa menjadi pilihan. Atau ada kemungkinan lain, yaitu Sastra Euforia. Ya, katakan saja euforia karena tulisan-tulisan tersebut lahir dari sekedar keinginan untuk turut meramaikan geliat sastra yang semakin marak ber-modern ria dalam label kontemporer-nya. Sebuah capaian yang prestisius dalam dunia sastra sebenarnya, di mana semakin banyak orang menjadi gandrung untuk menulis dan berkarya. Akan tetapi bisa saja menjadi antiklimaks bagi dunia sastra sendiri, sebab kebanyakan apa yang ditulis adalah ‘entah’ atau ‘antah berantah’ semata.

Yang semakin menggelikan, sebab segala ketimpangan dan euforia ini lalu diikuti dengan mewabahnya kritikus-kritikus sastra yang lantas dengan seenaknya menghakimi atau memvonis ‘plus-minus’ hasil karya orang lain dari beragam sudut pandang. Tanpa memandang apa, bagaimana dan dari mana karya itu berasal? Sekarang, mari kita bercermin lagi, mari mencari tahu dan bertanya kembali; apa tindakan ‘sastra’ sendiri kala mendapati polemik semacam ini? Bagaimana tanggapan ‘sastra’ dengan giat antikonsepsi seperti ini?

Sulit memang mencipta sebuah tulisan yang benar-benar bernilai sastra. Bahkan saking sulitnya, sampai-sampai dewasa ini kita malah kebanyakan disuguhi tulisan-tulisan yang lebih cenderung mengandalkan tameng lisensi poetika, apoetica, atau apalah namanya, sebagai modal utama untuk merdeka dan menulis semau gue. Bahkan tak jarang kita jumpai kemunculan bahasa-bahasa baru yang indikasinya seakan menjadi gambaran sebuah penyimpangan arti, baik yang berupa ambiguitas, kontradiksi, hingga nonsense sekalipun. Tapi ironisnya, karena ternyata bahasa-bahasa baru tersebut adalah kosakata-kosakata yang sedianya hanya dimaksudkan ‘lazim’ saja, tanpa penyimpangan apapun. Tetapi justru dengan sendirinya menjadi ‘tidak lazim’ karena ‘ketidaklaziman’ penulisannya.

Apa kira-kira penyebabnya? Apa lagi kalau bukan; tingginya hasrat seseorang untuk membuat tulisan yang ingin ‘diakui’ sebagai karya sastra, hampir sama tingginya dengan ketidakpedulian pada morfologi maupun kaidah bahasa yang ada. Lebih parah lagi sebab dalam proses pemilihan diksi ketika membangun sebuah karya tulis, 90% fokus konsentrasi para penulis ‘jaman sekarang’ habis terkuras pada nilai-nilai estetik semata, dan hanya menyisihkan 10% sisanya untuk kepentingan semantik. Dengan kondisi seperti ini, maka karya yang lahir pun bisa dipastikan akan sangat sempurna. Sempurna timpang-nya, sempurna euforia-nya.

Kembali pada kasak-kusuk Sastra Kamar, adalah pendapat yang sangat logis jika kelak pembaca mendapati buku ini sebagai sekumpulan karya bernuansa kamar. Sebab apa yang hendak saya sampaikan lewat buku ini memang tidaklah lebih dari sekedar membagi corak kehidupan, semangat berinteraksi, optimisme belajar, serta tekad dan ikhtiar untuk terus mencintai sastra dengan cara berkarya. Bukan pula buku ini berarti saya maksudkan sebagai bentuk protes atau pembelaan terhadap Sastra Kamar. Sama sekali tidak.

Lebih bijak jika saya katakan; buku ini adalah sebuah usaha pencarian jawaban tentang; bagaimana mendewasakan AKU, agar bisa berbicara tentang KAU, DIA, KAMI, KITA dan MEREKA. Dengan kata lain, sedikit harapan kepada Sastra Indonesia agar kiranya dapat mencipta sebuah konsepsi baru yang lebih cerdas dan sistematis, terkait metode mengusung Sastra Kamar menjadi Sastra Mimbar sebagaimana yang diharapkan. Agar nantinya tidak timbul lagi polemik dalam tumbuh-kembang sastra, menyangkut subjektivitas penulis yang terkadang dianggap ‘terlalu’ berperan dalam mencipta sebuah karya sastra.

Karena jika kita harus jujur dan benar-benar merenung, maka pertanyaan sangat mendasar yang wajib kita jawab adalah; bagaimana seseorang akan berkoar di atas mimbar jika kamar saja masih berantakan alias belum tertata rapi? Bagaimana kita akan memasuki pola pikir orang lain jika nalar sendiri belum mampu kita kuasai? Nah sekarang kenyataannya, sudah adakah manuver substansial dari Sastra Indonesia sendiri dalam upaya mencerahkan secerah-cerahnya subjek ini? Harapan kita semua tentu saja: semoga kelak akan ada konsep dan konteks lebih konkret yang bisa menyamakan ayun langkah para penggiat sastra. Bukan justru semakin bertambah banyaknya arah pada persimpangan, yang membuat penulis-penulis ‘baru’ kian bingung menentukan ‘tujuan’nya berkarya.

Besar harapan saya, bahwasanya apa yang tertuang dalam buku ini dapat menjadi sedikit motivasi bagi semua, terutama diri pribadi saya, demi upaya menambah kadar ‘bijak’ dan tingkat ‘kedewasaaan’ pada diri, baik dalam bersikap maupun berucap. Utamanya ketika diperhadapkan pada kontradiksi realita dengan ingin dan angan, sebab kurang lebih itulah roh utama dalam buku ini. Segala prahara dan ketidakpuasan, harapan yang berbanding terbalik dengan kenyataan, semuanya terangkum sederhana dalam buku ini. Dalam rentetan tanda tanya besar sebagai konstelasi nyata kekinian yang tentu saja mencari-cari dan mendambakan jalan keluar.

Sedikit tambahan, terkait corak dan gaya penulisan dalam buku ini yang mayoritas mengedepankan pola sajak rima sehingga cenderung nampak kaku dan terikat, semua itu tidak lebih dari sedikit ‘kerinduan’ pada sederhana dan indahnya karya-karya sastra lama. Sebab diakui atau tidak, suka atau tidak, kita sama-sama harus legowo mengatakan bahwa Sastra Indonesia Lama yang ‘serba kaku’ adalah nenek moyang dari Sastra Indonesia Baru yang kini tersohor dengan ‘serba bebas’nya. Jadi anggap saja sebagai sebuah transformasi yang merupakan peleburan karakter dan visi; penciptaan reuni Sastra Indonesia Lama dengan Sastra Indonesia Baru yang telah terpisah periodisasi sangat panjang, di dalam sebuah karya.

Pada kesimpulannya, saya ‘vonis’ saja buku ini sebagai perwakilan untuk kita bertanya; masihkah Tuhan adalah nomor satu? Masihkah surga berada di telapak kaki Ibu? Masihkah cinta menjadi hal yang mulia dan agung? Masihkah interaksi serba modern saat ini menjanjikan wanginya harmoni kehidupan? Terlalu banyak pertanyaan, terlalu banyak ketidakpastian. Semakin banyak ketidaktahuan, semakin banyak pula kejanggalan.

Maka demi melengkapi pertanyaan-pertanyaan di atas, saya serahkan sepenuhnya 150 puisi dalam buku ini kepada siapapun yang kini membaca, menghayati, memuji, mencibir atau bahkan menyesal karena telah membelinya. Semoga kehadiran buku ini dapat membawa sedikit manfaat dan menambah semarak gegap gempita Sastra Indonesia tercinta.

Akhir kata, selamat membaca, menelaah, menghakimi dan memberi anggapan pun tanggapan. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, saya mengajak kepada semua untuk sama-sama mencari tahu; mengapa 150 tulisan sederhana dalam buku ini lantas diberi judul KATARSIS?

Yogyakarta, 07 Juni 2011

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita