10/03/11

Sastrawan Aceh: Sunyi di Tengah Keramaian

Anung Wendyartaka
Kompas, 19 Juni 2009

KARYA-KARYA besar sering kali dihasilkan dari tempat-tempat yang jauh dari memadai. Tengok saja karya legendaris novel petualangan Old Shatterhand dan sobatnya orang Indian, Winnetou, karya Dr Karl May maupun tetraloginya Pramoedya Ananta Toer yang dihasilkan dari balik jeruji penjara. Masih banyak karya-karya besar dunia lain, terutama sastra, yang dihasilkan dari tempat yang jauh dari fasilitas memadai.

Mungkin hanya kebetulan saja apabila salah satu karya besar dalam dunia sastra di bumi Serambi Mekkah Aceh, yaitu Ensiklopedi Aceh, juga dihasilkan dari sebuah mess yang berbentuk rumah petak ukuran sekitar 3 x 5 meter. Rumah tanpa kamar itu terletak di dalam lingkungan Taman Budaya Aceh di kota Banda Aceh, Provinsi Nanggore Aceh Darussalam. Di tempat inilah, Lesik Keti Ara atau lebih dikenal dengan LK Ara (71), salah satu sastrawan Aceh, ditemani istrinya menyusun karya babon, yakni Ensiklopedi Aceh, dalam 2 tahun terakhir ini.

Di dalam rumah tanpa kamar yang merangkap fungsi sebagai kamar tidur dan ruang kerja yang disesaki dengan buku dan naskah, LK Ara, pensiunan penerbit Balai Pustaka Jakarta, sekarang tengah menyusun Ensiklopedi Aceh yang kedua. Ensiklopedi Aceh jilid satu dengan tebal lebih dari 460 halaman yang disusunnya bersama Merdi sudah terbit tahun 2008. ”Jilid 2 ini bisa lebih dari 1.000 halaman,” kata LK Ara menjelaskan.

Ensiklopedi Aceh merupakan pengembangan dari buku Seulawah: Antologi Sastra Aceh yang diterbitkan oleh Yayasan Nusantara Jakarta bekerja sama dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias dan pemda tahun 1995. ”Jika pada Seulawah berisi karya-karya sastrawan Aceh dari Hamzah Fansuri pada awal abad ke-17 sampai sekarang, pada Ensiklopedi Aceh nama pengarang disertai riwayat hidup singkat, pencapaiannya, dan contoh karyanya yang berupa tulisan pendek, seperti puisi, hikayat diurutkan secara alfabetis. Karya berupa novel atau prosa tidak bisa dicantumkan karena akan menjadi terlalu panjang,” tandas LK Ara. Selain itu, Ensiklopedi Aceh juga memuat hikayat dan adat istiadat Aceh. ”Buat kita di Indonesia, sebenarnya hikayat adalah juga sastra atau bagian dari sastra. Tetapi, kalau di Aceh sini kalau disebut sastra saja orang belum tahu kalau ada hikayat di dalamnya. Oleh karena itu, dalam sampul ensiklopedi ini, saya tampilkan subjudul adat, hikayat, dan sastra.

Menggumuli sastra dan budaya memang sudah menjadi jiwa sekaligus jalan hidup LK Ara. Kendati sudah sepuh, semangat untuk terus berkarya di bidang sastra, terutama sastra Aceh, tetap menggelora di tengah minimnya fasilitas dan penghargaan yang memadai dari pemerintah maupun masyarakat. Sudah lebih dari 10 tahun semenjak pensiun dari Balai Pustaka tahun 1985, LK Ara yang juga dikenal sebagai penyair dan penulis cerita anak-anak ini dengan tekun mendokumentasikan syair Gayo yang biasanya didendangkan para seniman Gayo. ”Saya pernah dalam setahun di Takengon (Gayo) sendiri. Tiap hari tertentu mereka (penyair) itu saya undang ke tempat saya. Saya ajak ngobrol dan menyalin lirik-lirik mereka,” kata LK Ara. Ia lebih memfokuskan untuk mendokumentasikan lirik atau teks, bukan lagunya. ”Karena saya bukan penyanyi,” kata Ara. Syair Gayo yang disalin lewat rekaman kaset ini tebalnya sudah ribuan halaman. Padahal, teks tersebut masih dalam bahasa asalnya. ”Kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia bisa 2 juta halaman lebih,” tandas Ara.

Usaha yang dilakukan LK Ara untuk mendokumentasikan syair Gayo selama puluhan tahun ini bukan tanpa halangan. Namun, berkat ketekunan, kesabaran, dan kecintaannya untuk melestarikan salah satu kekayaan budaya Aceh ini, persoalan-persoalan yang ada dapat teratasi. ”Penyair Gayo itu umumnya enggak hirau dokumentasi. Begitu selesai mendendangkan syair, enggak lagi terdokumentasi,” kata LK Ara. Hal inilah yang menjadi salah satu kesulitan LK Ara dalam mendokumentasikan syair Gayo. Contohnya, dalam mengumpulkan karya Teuku Yahya, ia harus rela mengunjungi istri Teuku Yahya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, seperti tidak habis akal, LK Ara pun mencari murid-murid Teuku Yahya. ”Malam-malam ada yang datang, namanya Siti Juariah kalau tidak salah. Masih ingat lagu-lagu karya mendiang gurunya?” tanyanya. ”Oh, bisa,” jawab Juariah. Kemudian dia langsung berdendang. ”Dari situ salah satu contoh saya mengumpulkan syair Gayo,” tandas LK Ara.

LK Ara membedakan antara syair Gayo dan Didong. Menurut dia, kendati keduanya sama-sama didendangkan, Didong lebih membicarakan masalah duniawi. Sementara syair Gayo temanya lebih religius dan biasanya memakai tradisi Islam.

Dalam satu-dua bulan ini, salah satu buku yang berisi syair Gayo yang ia kumpulkan rencananya akan terbit. Selain itu, ada satu naskah sastra Gayo yang juga sudah siap terbit. ”Ini adalah salah satu dari sastra Gayo selain Didong, peribahasa, pantun, teka-teki atau kekitikan, teka-teki panjang yang disebut ulo-ulo dan sebuku atau seni meratap,” jelas LK Ara yang bersama K Usman, Rusman Sutiasumarga, dan M Taslim Ali ikut mendirikan Teater Balai Pustaka (1967). Selain itu, dulu ia juga pernah memopulerkan penyair tradisional Gayo atau Didong yakni, almarhum Abdul Kadir To’et pentas di berbagai tempat di Indonesia.

Dalam menyelesaikan karya-karyanya, LK Ara biasanya tidak pernah memasang tenggat waktu kapan akan selesai. ”Jadi, saya sesantainya dan seadanya saja. Kadang ada yang mau membantu, seperti dinas kebudayaan ada biaya sedikit. Hal ini bisa lebih mempercepat,” jelas Ara. Kendati hidup di tengah situasi yang kurang memadai untuk berkarya, seperti rumah tanpa kamar, jalan becek pada waktu hujan, dan minimnya honor yang diterima, LK Ara tetap teguh bekerja untuk menghasilkan karya-karya besar bagi dunia satra Aceh.

TA Sakti

Terus berkarya kendati hanya bermodal semangat dan kecintaan terhadap sastra Aceh seperti yang dilakukan LK Ara ini tidak jauh berbeda dengan yang dialami Teuku Abdullah atau yang lebih dikenal dengan TA Sakti. Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Syiah Kuala, Banda Aceh, ini juga dikenal sebagai pelestari sastra Aceh seperti juga LK Ara. Berbekal kemampuan membaca huruf Arab Melayu (Pegon) dan kecintaannya terhadap sastra Aceh sejak tahun 1992, ia mulai mengalihaksarakan (transliterasi) naskah-naskah sastra Aceh ke dalam huruf Latin. ”Tujuannya biar orang Aceh bisa kenal lagi hikayat,” ujar TA Sakti.

Menurut TA Sakti, sebelum tahun 1960, hikayat masih sangat berpengaruh bagi masyarakat Aceh. ”Kalau mau memajukan orang Aceh itu lewat hikayat. Tulis hikayat sebagus-bagusnya, bagi orang Aceh itu akan berpengaruh. Tetapi, sekarang orang sudah tidak kenal hikayat lagi,” kata TA Sakti.

Awalnya, kegiatan TA Sakti melatinkan hikayat dan naskah Aceh lain itu hanya sekadar mengisi waktu luang. ”Ada naskah yang sudah dibuang di tempat sampah. Sudah tidak ada yang menyentuh lagi. Jadi saya sentuh, gara-gara tidak ada kegiatanlah, untuk mengisi waktu luang,” kata TA Sakti.

Saat ini TA Sakti yang pernah mendapatkan Bintang Budaya Parama dari pemerintah berkat jasanya melestarikan naskah-naskah kuno Aceh ini sudah berhenti mentransliterasi hikayat mengingat kondisi fisiknya yang semakin lemah. ”Sekarang ini mengetik satu halaman saja kaki saya sudah sakit. Kalau diteruskan terus bengkak. Jadi, berpikir pun tidak boleh terlalu berat,” kata TA Sakti. ”Kalau pergi ke mana-mana saya tergantung sama tukang RBT (rakyat banting tulang) atau ojek karena harus dipapah,” tutur TA Sakti.

TA Sakti menyalin hikayat sama sekali bukan demi uang. Bagaimana tidak, satu buku kecil/saku dengan hikayat ukuran 10,5 X 16 cm dan tebal sekitar 80 halaman ia jual ke toko buku seharga Rp 1.200,-. Biasanya ia mencetak paling banyak 1.000 eksemplar, sebagian besar malah hanya dicetak 500 buah. ”Saya kira semua (judul) kurang laku, amat kurang. Malah sudah tidak laku lagi. Bukan zamannya hikayat lagi,” kata TA Sakti. Dengan keuntungan hanya sekitar Rp 600,- per buku karena ongkos cetaknya saja sudah Rp 600,- per buku, itu pun kalau laku semua, ia hampir-hampir sama sekali tidak mendapat keuntungan materi. ”Saya malah rugi, buat ongkos RBT ke sana kemari dan beli kertas sudah harus nombok. Kalau bukan gara-gara kaki saya patah dan tidak ada kegiatan. Saya tidak akan mau,” tutur Sakti. Selain diterbitkan dalam bentuk buku saku, sebelum ini ia juga menyalin hikayat untuk koran lokal, Serambi Indonesia. ”Lebih kurang ada 1.000 hari dimuat, jadi tiap hari bersambung. Satu hari 2 judul. Tetapi, sekarang sudah tidak lagi,” jelas TA Sakti.

Saat ini TA Sakti sudah tidak lagi menyalin hikayat lagi setelah sudah mentransliterasikan 25 judul hikayat, tambeh, dan nazam Aceh, seperti Hikayat Mendeuhak dan Hikayat Nabi Yusuf, serta lebih kurang 22.000 buku saku telah ducetak. Salah satu hikayat terakhir yang dibukukan oleh penerima penghargaan Kehati Award 2001 kategori ”Citra Lestari Kehati” berkat kumpulan hikayat yang bertema cinta lingkungan hidup, seperti Wajeb Tasayang Binatang dan Binatang Ubit Kadit Lam Donya, ini adalah hikayat Tambeh Tujoh Blah (2008). Juga tulisan mengenai salah satu sastrawan Aceh paling populer Syekh RIS Kruengraya yang meninggal tahun 1997.

Padahal, masih banyak bahan-bahan yang belum disentuh. Ada dua prosa Aceh yang belum ia sentuh dan bahan-bahan lain yang kemungkinan besar masih tersimpan di rumah-rumah orang.

Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2009/06/sastrawan-aceh-sunyi-di-tengah.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita