14/11/10

Maridjan

Goenawan Mohamad
http://majalah.tempointeraktif.com/

Mbah Maridjan: sebuah pertanyaan. Ia tewas di tempatnya bertugas di Gunung Merapi, karena ia sejak lama menolak turun menghindar dari letusan yang telah berkali-kali menelan korban itu. Kesetiaannya mengagumkan, tapi apa arti tugas itu sebenarnya?

Ia, meninggal dalam usia 83, mungkin sebagai pelanjut dari alam pikiran yang dikukuhkan Kerajaan Mataram sejak abad ke-17. Ia pernah bercerita, Merapi adalah tempat terkuburnya Empu Rama dan Permadi, dua pembuat keris yang ditimbuni Gunung Jamurdipa karena telah mengalahkan dewa-dewa. Kedua orang itu tak mati. Mereka hidup, menghuni gunung yang kemudian disebut Merapi itu-yang jadi semacam keraton para arwah. Dan ke sanalah Raja Mataram (Islam) pertama, Panembahan Senapati (1575-1601), mengirim juru tamannya yang berubah jadi raksasa. Si raksasa diangkat sebagai "Patih Keraton Merapi", dijuluki Kiai Sapujagat. Dengan itu, Panembahan Senapati, yang dikisahkan mempersunting Ratu Laut Selatan, menunjukkan bahwa kuasanya juga membentang ke arah utara. Dan di situlah pelanjut Kerajaan Mataram, atau Yogyakarta sejak abad ke-19, mengangkat orang untuk jadi kuncen Merapi.

Maridjan, yang biasa dipanggil "Mbah", sejak 1982 diangkat Hamengku Buwono IX untuk tugas itu. Betapa penting kehormatan itu bagi si jelata yang lahir di Dukuh Kinahrejo di kaki Merapi itu. Ia menyandang gelar kebangsawanan "Raden"; nama resminya Surakso Hargo.

Tapi ia tak tunduk kepada raja yang sekarang, Hamengku Buwono X. Dalam majalah National Geographic yang terbit Januari 2008, ("Living with Volcanoes", tulisan Andrew Marshall), disebutkan bagaimana Maridjan menganggap HB X membiarkan para pengusaha mencopoti jutaan meter kubik batu dan pasir dari tubuh Merapi. Juga dikatakan Sri Sultan enggan ikut dalam upacara nyadran ke Kiai Sapujagat, ketika makanan, kembang, kain, dan potongan rambut serta kuku raja dipersembahkan untuk melestarikan hubungannya dengan Keraton Merapi.

Agaknya Maridjan tak mengerti, HB X ada di alam pikiran yang berbeda. Sri Sultan, yang dalam National Geographic digambarkan mengisap lisong Davidoff dan suka setelan Armani, mengatakan: "Sebuah bangsa yang besar tak dapat dibangun di atas mithos yang pesimistis."

Modernitas memang berangkat dengan optimisme. Ia bertolak dari keyakinan manusia bisa melepaskan diri dari alam sekitarnya. Dengan jarak itu, ia sanggup mengendalikan dunia. Fisika, geografi, ilmu kimia, dan juga teknologi bertumbuh terus dari kesanggupan menaklukkan bumi. Kesadaran modern menganggap alam sebagai materi yang mati. Tak ada peri menghuni samudra, tak ada raksasa menjaga Merapi.

Di abad ke-18, di Jerman, penyair Schiller menyebut arus modern ini sebagai die Entg�tterung der Natur, "lepasnya dewa-dewa dari alam".

Tapi tak hanya di Jerman di zaman Schiller dan Goethe tumbuh kesadaran hilangnya sifat yang magis dari alam. Animisme, yang menganggap benda-benda sekitar punya sukma, tergusur di Yunani sejak Sokrates dan Plato. Sejak abad ke-5 Sebelum Masehi, rasionalitas disambut. Sokrates tak menyukai mereka yang bekerja hanya berdasarkan "naluri". Plato tak menghendaki penyair yang memandang alam sebagai sesuatu yang senyawa dengan manusia.

Tak dapat dilupakan: alam jadi mati, sebagaimana animisme terusir, sejak monotheisme ditegakkan. Pada mulanya adalah agama Yahudi. Yahweh adalah Tuhan yang "cemburu", demikian disebut dalam Perjanjian Lama. "Janganlah ada padamu allah lain di hadapan-Ku", begitu sabda-Nya. Maka sebagaimana orang-orang penyembah patung lembu dibinasakan, segala sikap yang menganggap benda apa pun sebagai sesuatu yang punya anima dianggap menyembah berhala.

Monotheisme yang mengharamkan animisme itu berlanjut dalam agama Kristen dan Islam. Pada satu titik, agama Ibrahim ini bertemu dengan semangat modern: saat "lepasnya dewa-dewa dari alam". Tak mengherankan bila tendensi anti-takhayul tumbuh misalnya di kalangan Muhammadiyah, yang lazim disebut sebagai pembawa modernitas dalam Islam di Indonesia. Tak mengherankan bila orang Muhammadiyah (seperti halnya HB X) cenderung menampik adat nyadran di Merapi dan di mana saja. Nyadran adalah pemberhalaan.

Tapi ada yang sebenarnya hilang ketika adat itu disingkirkan. Max Weber, sosiolog itu, telah termasyhur dengan telaahnya tentang proses hilangnya yang "magis" dari dunia, yang terjadi sejak modernitas berkembang biak. Manusia sejak itu hanya menggunakan "akal instrumental", memperlakukan alam sebagai sesuatu yang bisa diperalat, dengan hasil yang bisa diarahkan. Dunia modern dan kerusakan ekologi cepat bertaut.

Yang tak disebutkan Weber: agama-agama pun kehilangan kepekaannya kepada yang sesungguhnya mendasari iman-kepekaan kepada yang menggetarkan dari kehadiran Yang Suci, yang dalam kata-kata Rudolf Otto yang terkenal disebut sebagai mysterium, tremendum, et fascinans. Yang Suci membangkitkan pada diri kita rasa gentar dan takjub karena misterinya yang dahsyat. Tapi ketika alam dipisahkan dari Yang Suci (karena tak boleh di-"sekutu"-kan), Tuhan pun berjarak. Ia tak membuat kita luruh. Kita hanya berhubungan dengan-Nya lewat hukum. Tuhan pun mudah ditebak. Hukuman dan pahalanya dapat dikalkulasi.

Maka ketika gunung meletus dan tsunami menggebuk, mereka yang merasa bisa memperhitungkan maksud Tuhan dengan cepat bisa menjelaskan: bencana itu azab, ia terjadi untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini agama mirip dengan ilmu-ilmu yang merasa bisa menjelaskan & menguasai alam-dan membuat manusia bersujud kepada Tuhan yang sebenarnya tak akrab.

Saya kira Mbah Maridjan meninggal dengan bersujud kepada Tuhan yang sama. Tapi Tuhan itu masih membuatnya gentar, takjub, dan bertanya.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita