14/11/10

10 Nopember dan Kekuatan Lokalitas

Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

1. Sinopsis 10 November

Kesan yang hilang dari peringatan 10 Nopember ialah tidak dijadikannya pemikiran utama bahwa pertempuran sekitar tanggal 10 Nopember 1945 murni didukung kekuatan santri dari ponpes seJawa Timur. Kesan yang justru menebal seolah bahwa pertempuran yang melahirkan hari pahlawan itu murni perjuangan Arek Surobayo (kota).

Selang 2 bulan setelah proklamasi, pasukan Inggris datang dengan pasukan Ghurka-nya berjumlah 6000 orang pada 25 Oktober 1945 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Malaby, dengan tujuan merebut kembali daerah jajahan Jepang di kawasan Asia. Bersamaan pada itu, pemimpin Indonesia pusat (Jakarta) sedang memberlakukan genjatan senjata dengan pihak Sekutu.

Ketidakjelasan pemimpin pusat (Sukarno) pascagenjatan senjata, sedang di sisi lain pasukan Sekutu sudah bersandar di pelabuhan Tanjung Perak, membuat mosi bagi seluruh pejuang Jawa Timur.

Keadaan demkian kemudian direspon KH. Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar NU dengan mengumpulkan ulama seJawa-Madura untuk melangsungkan rapat raksasa 22 Oktober 1945. Dari pertemuan ulama tersebut tercetuslah Resolusi Jihat: Yaitu setiap kiai seJawa Timur dimohon menggalang, memobilisasi santrinya untuk berjihat melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Tertunjuk dalam rapat KH. Wahid Hasyim mengorganisir wilayah Surabaya. KH. Abdullah Siddiq wilayah Besuki, KH. Bisri Syamsuri barisan para kiai, KH. Muhammad, Kiai Halim dan Siddiq memimpin wilayah Jember. Kiai As’ad dan Kiai Sukri membawahi wilayah Kediri. Sementara ponpes Tebuireng Jombang sebagai pusat perjuangan yang dihadiri Jenderal Sudirman, Kolonel Sungkono, Mustopo, Bung Tomo dll.

Situasi Surabaya memanas sejak tanggal 28 Oktober, dikarenakan pasukan Inggris menangkap sekitar 30 kendaraan rakyat sipil dan beberapa mobil yang kedapatan membawa senjata. Puncak kemarahan warga Surabaya bermula sejak bendera Belanda berkibar lagi di Hotel Yamato yang dianggap tidak menghormati pemerintah setempat. Pemicu pertempuran terbuka mulai tanggal 30 Oktober setelah AWS Mallaby terbunuh. Herannya, tanggal 31 Oktober Sukarno berpidato di corong radio menginstruksikan genjatan senjata. Hingga sampai tanggal 9 November Jenderal Manserg mengultimatum Surabaya agar menyerahkan senjata sebelum jam 06.00 sekalian bertanggung jawab atas terbunuhnya AWS Malaby.

Menyikapi Ultimatum pihak Sekutu tersebut, para pemimpin pejuang Jawa Timur segera menelpon Jakarta, meminta ketegasan pusat. Namun pusat melimpahkan bahwa urusan itu kewenangan Surabaya. Maka pada jam 23.00, Gubernur Jawa Timur / Suryo mengumumkan perihal penolakan terhadap ultimatum Sekutu lewat radio yang menginstruksikan segenap rakyat Surabaya dimohon bertempur melawan sekutu sampai titik darah penghabisan.

Pukul 06.00 tanggal 10 November pasukan Sekutu mulai menyerang di sekitaran Tanjung Perak. Maka pukul 09.00 Komando Petempuran Indonesia (KPI) segera melakukan perlawanan di jalan Gresik, Kebalen, Kalimas Timur, Jembatan Merah, Sawah Pulo, Nyamplungan, Benteng Miring, Pegirikan, Sidotopo, Stasiun Prins Hendrik dan Kenjeran. Sedang komando perlawanan diserukan Bung Tomo tepat pukul 09.30 di corong radio pemberontakan di jalan Mawar. Itulah saat Bung Tomo membangkitkan militansi TKR, Pelajar, Polisi, Hisbullah / Sabilillah dengan seruan “ Allohu Akbar! Merdeka! Atau Mati!”

Hisbullah dalam kota (Surabaya) bernaung di Markas Oelama Djawa Timur (MODT) jalan Kepanjen yang dipimpin KH. Abdun Nafik Akhyar, KH. Thohir Bakri, selaku kordinator Hisbullah Surabaya Tengah dipimpin Husaini Tiawai dan Muh Muhajir, bermarkas di Madrasah NU Kawatan, Hisbullah Surabaya Barat dipimpin Damiri Ihksan dan A. Hamid Has bermarkas di Kembang Kuning, Hisbullah Surabaya Timur dipimpin Mustakim Hakim, Abdul Manan dan Akhyat bermarkas di Sidopaksan.

Awa pertempuran di Surabaya tersebut, menurut laporan Inggris, korban tewas pihak Indonesia 6.315 orang dan pihak Inggris 4.000 orang. Sedang total pertempuran selama 24 hari menewaskan korban seluruhnya 20.000 orang.

2. Selilit 10 November

Menurut Emha, tidak ada bahasa kusus yang mengartikan makna ‘selilit’. Ia setara kotoran kecil atau gudal di sela gigi, yang keberadaannya mengganggu kenyamanan. Selilit pada teks bagian kedua ini sengaja saya hadirkan sebagai pelebaran wacana eksiklopedi dari teks pertama. Sebab ilmu haruslah tetap dibongkar walaupun pahit.

Gereget KH. Hasyim Asy’ari dan para pemimpin pejuang Jawa Timur mengambil inisiatif memobolisasi santri, sebagai reaksi lamban presiden Sukarno dalam memutuskan persoalan pendudukan Indonesia kembali oleh Sekutu. Kenapa Sukarno Lamban dan tidak tegas? Hal yang sama juga dilakukan Sukarno saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Herosima dan Nagasaki Jepang dibom Sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Sementara, proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 (tiga hari kemudian). Selang waktu 3 hari adalah hal yang ‘lama’ketika suatu negara dalam keadaan vocum. Apalagi Indonesia yang memang sangat merindukan terbebas dari penjajah. Kesengsaraan ditindih penjajahan Belanda selama 350 tahun dan 3 setengah tahun pengekangan Jepang, semestinya Indonesia geragap segera bangkit ketika jatah waktu merdeka telah tiba. Secara memang yang diidamkan, dikoarkan selama perjuangan. Namun tidak demikian halnya dengan Indonesia. Sukarno dan seluruh friksi aliran politik yang berintrik-ria seperti tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan secepetnya. Hal ini dapat dilihat dari teks proklamasi yang terkesan ditulis mendadak dan kurang sempurna, serta pembacaan proklamasi dengan nada kalem. Padahal Sukarno yang dijuluki ‘singa podium’itu selalu berpidato lantang di mana mana. Pertanyaannya adalah: Apakah mereka sungguh sungguh ingin mendirikan negara? Kelemahan niat awal tersebut berakibat melemahkan keadaan Indonesia hingga sekarang. Pemerintah tidak sungguh sungguh komitmen menjadikan Indonesia sebagai suatu negara. Rekaman pembacaan teks proklamasi yang selama ini kita dengar adalah hasil rekaman ulang, dan bukan rekaman langsung dari jalan Pegangsaan Timur pada 17 Agustus 1945 lalu.

Tidak hanya Sukarno yang tidak serius menjadikan negara Indonesia. Lebih parah lagi pada masa Suharto. Sukarno dan Bung Tomo dianggap sebagai imperialis dalam kekuasaanya.

Tahun 1981 Bung Tomo menunaikan ibadah haji dengan kloter penerbangan 50 A yang berjumlah 250 jamaah. Keberangkatan kloter Bung Tomo ini dijebak halus oleh penyelenggara haji Jakarta. Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis yang ditunjuk Depag Jakarta, ternyata kemampuannya menampung jamaah tidak sesuai dengan keterangan Depag. Bung Tomo dan 250 anggotanya telunta karena rumah Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis sempit dan hanya ada 2 kamar kosong. Kerena kelelahan bertanazzul (mencari tempat lain) demi anggotanya, ahirnya Bung Tomo jatuh sakit. Dan tepat di Arafah tanggal 7 Oktober 1981 Bung Tomo menghembuskan nafas terahirnya di negeri jauh dari tanah air yang telah dibelanya. Inilah bukti ketidakbecusan pemerintah Indonesia memberlakukan para pahlawan.

Hal yang sama juga terjadi pada KH Yusuf Karim Tebuireng, KH. Musta’in Romli Rejoso, sabutase penabrakan terhadap rombongan Gus Dur yang berakibat melumpuhkan Ibu Shinta Nuriah Wahid dll. Mereka dijabung halus dengan dalih diberangkatkan beribadah haji, namun diincar kematiannya.

Hingga sekarang pemerintah Indonesia selalu menafikan peran para santri dalam menjadikan Indonesia. Umat Islam seperti dikebiri hak kepemilkannya terhadap negara yang telah mereka bela. Muslim dimarginalkan dari posisi penting segala bidang dengan dalih anti terorisme.

Jika hendak adil, ketahuilah! Indonesia bukanlah Jakarta. Dan keberhasilan 10 Nopember bukanlah perjuangan Arek Suroboyo semata. Melainkan kekuatan lokal yang berduyun duyun ke satu titik kekuatan militansi untuk mengorbankan dirinya demi Indonesia. Tanpa para kiai, tanpa santri, Indonesia hanya kisah dalam cita cita sebagai suatu negara.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita