Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/
Ada pergeseran metode (cara belajar) baru di jama’ah ma’iyah. Ini dapat kita tarik dari cara penyampaian Cak Nun pada forum pencerahan di berbagai tempat sebelumnya, baik Padhang Mbulan, BBW dan lain-lain. Kalau pada forum-forum sebelumnya Cak Nun dan beberapa pembicara yang hadir berpresentasi dengan dasar orientasi “kesimpulan,” tetapi sejak tertanda pengajian Padhang Mbulan tanggal 02 Nopember 2009 kemarin, pokok-pokok pembahasannya di dasarkan atas riset dari permasalahan para jama’ah.
Cak Nun mengawali pengajian Padhang mBulan dengan melemparkan pertanyaan pada jama’ah. Agar tidak terlalu lebar pokok bahasannya, Cak Nun langsung melontarkan pertanyaan yang terkait hangat dengan kostelasi perpolitikan dan psikososial nasional. “Apa sih, fungsi adanya birokrasi di Indonesia sekarang, dalam keterkaitannya dengan kehidupan anda sehari-hari?” Lemparan pertanyaan Cak Nun kemudian yang dipertegas lagi dengan uraian lebih jlentreh.” Fungsi keterkaitan ini seberapa prosentasenya dalam 24 jam hidup anda?”. Pertanyaan ini dimaksudkan agar jama’ah mampu menghitung ulang tiap permasalahan lebih spesifik. Misalnya tidur kita, kencing, berak, shoping, makan, minum tidak terkait sama sekali dengan adanya pemerintahan. Pertanyaan Cak Nun yang “ndemel” ini ternyata mampu ‘menyongkar balik’ pemahaman masyarakat Indonesia yang selama ini menganggap bahwa adanya birokrasi adalah penentu segala-galanya dalam hidup. Dan bahkan ada yang memahami bahwa birokrasi sebanding dengan “Tuhan.”
Pertanyaan Cak Nun itupun di sambut geleter bertubi-tubi dari jama’ah yang datang dari berbagai wilayah di Jatim(Tuban, Blitar, Tulungagung, Kediri, dll). Tentu saja para penanya ini mengusung berbagai keresahan yang mereka sikapi dari tempat mereka tinggal. Dari 15 penanya inilah kemudian Cak Nun membongkar wacana keilmuan secara lugas dan radikal.
“Masyarakat Indonesia sekarang, tidak lagi memiliki kengerian terhadap sesuatu gejala yang telah mengancam kehidupannya, meskipun gejala itu sudah taraf menghancurkan nilai hidupnya dan bahkan anak-anak mereka dan sejarah”. Seru Cak Nun dengan ciri khas Kiai mBselingnya. Penghancuran nilai peradaban kita sekarang, diserang dari berbagai lini. Terutama yang berjalinan dengan menu “life still” masyarakat, terutama di bidang industri media masa( koran dan televisi). Cobalah kita berfikir sejenak! Berapa prosenkah suguhan acara televisi yang benar-benar bermutu dan berarti lebih untuk perbaikan suatu bangsa. Padahal Indonesia tergolong negara underkapita dari skala moneter global, televisi dan koran di negeri ini tak lagi berfungsi sebagai sarana transformasi nilai luhur dari masyarakat. Para pelaku media justru terkungkung pada orientasi proyek bisnis semata. Akibatnya segalanya diukur berdasarkan barometer untung dan rugi. Demi keuntungan, media tak perduli lagi meskipun menjadi mesin penghancur predator nilai anak bangsa. Inilah situasi yang mengancam etitude moral anak bangsa mendatang.
Sisi lain yang mengancam ketahanan bangsa ini adalah alur politik yang terterap. Masih hangat dalam ingatan kita pascademokrasi tiap pemilihan wakil rakyat. Berpuluh-puluh milyar uang negara dihabiskan untuk membiayai hak asasi pemilih. Masyarakat dimobilisasi berduyun-duyun menyampaikan aspirasi berdasarkan partai yang mewakilinya. Bahkan tak sedikit pemilih yang anti partai lain. Akan tetapi apa kenyataan sekarang yang terjadi? Para pemimpin partai sekarang justru terjangkit demam mental, saking bobroknya pemimpin partai yang mereka pilih, sampai begitu rendah memaknai arti Bhineka Tunggal Ika. Dalam pandangan mereka berbeda-beda partai hanya satu tujuannya : yakni menjilat satu titik’aman kekuasaan’ bersama demi istana. Demi kekuasaan, mereka rela menukar martabat partainya dengan sistem koalisi besar dengan partai incumbent. Pada periode kepemimpinan yang lalu, belumlah mencukupi dalam tatanan menejemen pemerintahan yang layak bagi bangsa Indonesia.
Mata dadu legislatif usai dikocok. Kita semua mengetahui para menteri negara bekerja tidak sesuai dengan profesionalisme di bidangnya. Mereka bagai sayap-sayap kupu yang beterbangan, dan kemudian terkelungkup hinggap di satu menara, yaitu menara hierarki kekuasaan dengan corak hegemoni tanpa kontrol kinerja partai oposisi. Lantas apa yang akan terjadi dengan sistem demokrasi mengerucut semacam ini? Cepat atau lambat, kencang atau perlahan, angin otoritari akan berhembus mengikis habis hijau ranau kesuburan hak asasi rakyat yang mulai tumbuh dari benih kesadaran berpolitik. Dan yang lebih parah lagi adalah ketidak berdayaan masyarakat, meskipun masyarakat menyadari bahaya arus demokrasi sedang megancam hak asasinya.
Bukan hanya skala nasional saja yang akan mengalami pembusukan nilai. Bahkan percaturan poltik internasional, diam-diam sedang merancang penghancuran massal demi unjuk gigi keperkasaan negaranya. Negara-negara mutakhir sengaja membiayai besar-besaran pembuatan rudal penghancur massal. Dibidang moneter global juga di susun penjajahan saham monopoli-oligopoli yang dikemas dalam baju neolib, yang sudah barang tentu akan membeli seluruh harta negara melalui sistem kredit, barter, dengan produksi negaranya. Pengembatan harta besar-besaran sudah terbukti mampu meraup kekayaan tender pemerintah sampai kantong rakyat jelata, dari fasilitas kiai sampai hasil panen petani. Bidang kebudayaan juga di suguhi paketan film dengan omzet tinggi bagi pertelevisian Indonesia yang mau memutar filem-filem produksi Barat. Padahal alur perfileman itu sudah di desain unsur ekstrinsiknya berbau moderasi.
Setelah mengulas detail seluruh persoalan ini, Cak Nun mencoba bertanya. “kalau pemerintah Indonesia tidak mengerti kebobrokan sistem nilai ini, rakyat juga tak merasa terancam dengan pemburukan nilai ini, siapakah yang akan merevolusi Indonesia dan Dunia, agar kembali tertata?” Jawabnya hanya Alloh sendiri, yang akan “nyingkal, songkar mbédol sak oyot-oyoté”. Sedemikian pelik, ruwet dan carut marutnya pengembalian moral manusia sebagai pelestari di muka bumi ini, sampai-sampai tidak ada cara lain yang pantas bagi Alloh untuk menghancurkan segala sistem kreatifitas kelicikan manusia dalam proyek penghancuran bumi dengan cara pemusnahan massal.
Kehancuran alam yang teramat dahsyat, diperkirakan ilmuwan astronomi terjadi tanggal 21 Desember 2012. Dimana waktu itu tepat pada kurun siklus revolusi bumi, yang daya gravitasinya bertemu satu ruas dengan seluruh planet, dan bahkan bertemu satu titik pusat dengan “jegleran” terjadinya alam yang disebut Alsion.
Saking kuatnya daya tarik gravitasi dengan Alsion, bumi diperkirakan tidak berotasi beberapa saat. Saat tidak berotasi inilah, dikhawatirkan molekul atom suatu benda tidak berkohesi menurut sunnatulloh (natural). Kita bisa bayangkan jika atom c sampai bersenyawa sejenis tumpuk 4 kali = ( c4/c four) maka benda apasaja bisa meledak hebat. Lempengan bumi juga akan bergeser akibat gravitasi yang kuat, dan pasti hal ini berpotensi menimbulkan gempa
Ulah ‘kendlodokan’ manusia memang sudah memuncak. Penciptaan alat mediator pemuas ambisi dirancang dari sandal hingga rudal. Dan perlu diketahui bahwa semakin canggih alat mediator semakin pengecut pula sikap manusia. Mereka dengan mudah menghancurkan orang lain dari kejauhan dan tidak jantan berhadapan. “Sekarang ini adalah zaman yang paling rendah peradabannya” tegas Cak Nun. “Sebab dengan terciptanya rudal, millis, facebook, hp, sms, orang bisa menyerang orang lain tanpa berhadapan” tambah Cak Nun menandaskan.
Lantas apakah yang perlu dipersiapkan Jama’ah Ma’iyah khususnya, umat manusia umumnya, untuk mengantisipasi takdir alamiah di atas? Cak Nun melontarkan beberapa alternatif. Pertama, Ia meng-kaji ulang sejarah kehidupan manusia, justru mengalami ‘sosial asyik’ ketika zaman nomaden dulu (zaman jalan kaki, nyeker tanpa sandal). Zaman manusia masih berpakaian koteka. Dizaman ini tingkat ketergantungan manusia terhadap suatu alat masih relatif minim. Yang menjadi tolak ukur zaman ini adalah rasa persaudaraan kemanusiaan yang tinggi. Martabat dijunjung tingi dengan piranti naturaly. Selayaknyalah kita sekarang meniti kembali ke pola ‘traditional live’. Melakukan dibidang apa saja yang bernuansa tradisional. Kedua, hijrah atau berduyun-duyun menuju kebaikan, serta meninggalkan apa saja yang dibenci Alloh. “Di detik-detik zaman yang tidak menentu ini, sikap yang paling baik adalah puasa”, rumus Cak Nun. Dengan berbuat baik dimungkinkan sebagai wahana setor nilai baik kepada Alloh dalam kaitannya sebagai hamba. Kura-kura menarik diri kedalam rumahnya jika ada bahaya, tetapi manusia ditarik kemana??? Tariklah dirimu kedalam hati, sebab disana ada ruang untuk mengembalikan diri kepada Yang Maha Memutuskan, yakni Alloh SWT.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar