19/08/10

PUNCAKNYA ABAD PENGECUT

Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

Ada pergeseran metode (cara belajar) baru di jama’ah ma’iyah. Ini dapat kita tarik dari cara penyampaian Cak Nun pada forum pencerahan di berbagai tempat sebelumnya, baik Padhang Mbulan, BBW dan lain-lain. Kalau pada forum-forum sebelumnya Cak Nun dan beberapa pembicara yang hadir berpresentasi dengan dasar orientasi “kesimpulan,” tetapi sejak tertanda pengajian Padhang Mbulan tanggal 02 Nopember 2009 kemarin, pokok-pokok pembahasannya di dasarkan atas riset dari permasalahan para jama’ah.

Cak Nun mengawali pengajian Padhang mBulan dengan melemparkan pertanyaan pada jama’ah. Agar tidak terlalu lebar pokok bahasannya, Cak Nun langsung melontarkan pertanyaan yang terkait hangat dengan kostelasi perpolitikan dan psikososial nasional. “Apa sih, fungsi adanya birokrasi di Indonesia sekarang, dalam keterkaitannya dengan kehidupan anda sehari-hari?” Lemparan pertanyaan Cak Nun kemudian yang dipertegas lagi dengan uraian lebih jlentreh.” Fungsi keterkaitan ini seberapa prosentasenya dalam 24 jam hidup anda?”. Pertanyaan ini dimaksudkan agar jama’ah mampu menghitung ulang tiap permasalahan lebih spesifik. Misalnya tidur kita, kencing, berak, shoping, makan, minum tidak terkait sama sekali dengan adanya pemerintahan. Pertanyaan Cak Nun yang “ndemel” ini ternyata mampu ‘menyongkar balik’ pemahaman masyarakat Indonesia yang selama ini menganggap bahwa adanya birokrasi adalah penentu segala-galanya dalam hidup. Dan bahkan ada yang memahami bahwa birokrasi sebanding dengan “Tuhan.”

Pertanyaan Cak Nun itupun di sambut geleter bertubi-tubi dari jama’ah yang datang dari berbagai wilayah di Jatim(Tuban, Blitar, Tulungagung, Kediri, dll). Tentu saja para penanya ini mengusung berbagai keresahan yang mereka sikapi dari tempat mereka tinggal. Dari 15 penanya inilah kemudian Cak Nun membongkar wacana keilmuan secara lugas dan radikal.

“Masyarakat Indonesia sekarang, tidak lagi memiliki kengerian terhadap sesuatu gejala yang telah mengancam kehidupannya, meskipun gejala itu sudah taraf menghancurkan nilai hidupnya dan bahkan anak-anak mereka dan sejarah”. Seru Cak Nun dengan ciri khas Kiai mBselingnya. Penghancuran nilai peradaban kita sekarang, diserang dari berbagai lini. Terutama yang berjalinan dengan menu “life still” masyarakat, terutama di bidang industri media masa( koran dan televisi). Cobalah kita berfikir sejenak! Berapa prosenkah suguhan acara televisi yang benar-benar bermutu dan berarti lebih untuk perbaikan suatu bangsa. Padahal Indonesia tergolong negara underkapita dari skala moneter global, televisi dan koran di negeri ini tak lagi berfungsi sebagai sarana transformasi nilai luhur dari masyarakat. Para pelaku media justru terkungkung pada orientasi proyek bisnis semata. Akibatnya segalanya diukur berdasarkan barometer untung dan rugi. Demi keuntungan, media tak perduli lagi meskipun menjadi mesin penghancur predator nilai anak bangsa. Inilah situasi yang mengancam etitude moral anak bangsa mendatang.

Sisi lain yang mengancam ketahanan bangsa ini adalah alur politik yang terterap. Masih hangat dalam ingatan kita pascademokrasi tiap pemilihan wakil rakyat. Berpuluh-puluh milyar uang negara dihabiskan untuk membiayai hak asasi pemilih. Masyarakat dimobilisasi berduyun-duyun menyampaikan aspirasi berdasarkan partai yang mewakilinya. Bahkan tak sedikit pemilih yang anti partai lain. Akan tetapi apa kenyataan sekarang yang terjadi? Para pemimpin partai sekarang justru terjangkit demam mental, saking bobroknya pemimpin partai yang mereka pilih, sampai begitu rendah memaknai arti Bhineka Tunggal Ika. Dalam pandangan mereka berbeda-beda partai hanya satu tujuannya : yakni menjilat satu titik’aman kekuasaan’ bersama demi istana. Demi kekuasaan, mereka rela menukar martabat partainya dengan sistem koalisi besar dengan partai incumbent. Pada periode kepemimpinan yang lalu, belumlah mencukupi dalam tatanan menejemen pemerintahan yang layak bagi bangsa Indonesia.

Mata dadu legislatif usai dikocok. Kita semua mengetahui para menteri negara bekerja tidak sesuai dengan profesionalisme di bidangnya. Mereka bagai sayap-sayap kupu yang beterbangan, dan kemudian terkelungkup hinggap di satu menara, yaitu menara hierarki kekuasaan dengan corak hegemoni tanpa kontrol kinerja partai oposisi. Lantas apa yang akan terjadi dengan sistem demokrasi mengerucut semacam ini? Cepat atau lambat, kencang atau perlahan, angin otoritari akan berhembus mengikis habis hijau ranau kesuburan hak asasi rakyat yang mulai tumbuh dari benih kesadaran berpolitik. Dan yang lebih parah lagi adalah ketidak berdayaan masyarakat, meskipun masyarakat menyadari bahaya arus demokrasi sedang megancam hak asasinya.

Bukan hanya skala nasional saja yang akan mengalami pembusukan nilai. Bahkan percaturan poltik internasional, diam-diam sedang merancang penghancuran massal demi unjuk gigi keperkasaan negaranya. Negara-negara mutakhir sengaja membiayai besar-besaran pembuatan rudal penghancur massal. Dibidang moneter global juga di susun penjajahan saham monopoli-oligopoli yang dikemas dalam baju neolib, yang sudah barang tentu akan membeli seluruh harta negara melalui sistem kredit, barter, dengan produksi negaranya. Pengembatan harta besar-besaran sudah terbukti mampu meraup kekayaan tender pemerintah sampai kantong rakyat jelata, dari fasilitas kiai sampai hasil panen petani. Bidang kebudayaan juga di suguhi paketan film dengan omzet tinggi bagi pertelevisian Indonesia yang mau memutar filem-filem produksi Barat. Padahal alur perfileman itu sudah di desain unsur ekstrinsiknya berbau moderasi.

Setelah mengulas detail seluruh persoalan ini, Cak Nun mencoba bertanya. “kalau pemerintah Indonesia tidak mengerti kebobrokan sistem nilai ini, rakyat juga tak merasa terancam dengan pemburukan nilai ini, siapakah yang akan merevolusi Indonesia dan Dunia, agar kembali tertata?” Jawabnya hanya Alloh sendiri, yang akan “nyingkal, songkar mbédol sak oyot-oyoté”. Sedemikian pelik, ruwet dan carut marutnya pengembalian moral manusia sebagai pelestari di muka bumi ini, sampai-sampai tidak ada cara lain yang pantas bagi Alloh untuk menghancurkan segala sistem kreatifitas kelicikan manusia dalam proyek penghancuran bumi dengan cara pemusnahan massal.

Kehancuran alam yang teramat dahsyat, diperkirakan ilmuwan astronomi terjadi tanggal 21 Desember 2012. Dimana waktu itu tepat pada kurun siklus revolusi bumi, yang daya gravitasinya bertemu satu ruas dengan seluruh planet, dan bahkan bertemu satu titik pusat dengan “jegleran” terjadinya alam yang disebut Alsion.

Saking kuatnya daya tarik gravitasi dengan Alsion, bumi diperkirakan tidak berotasi beberapa saat. Saat tidak berotasi inilah, dikhawatirkan molekul atom suatu benda tidak berkohesi menurut sunnatulloh (natural). Kita bisa bayangkan jika atom c sampai bersenyawa sejenis tumpuk 4 kali = ( c4/c four) maka benda apasaja bisa meledak hebat. Lempengan bumi juga akan bergeser akibat gravitasi yang kuat, dan pasti hal ini berpotensi menimbulkan gempa

Ulah ‘kendlodokan’ manusia memang sudah memuncak. Penciptaan alat mediator pemuas ambisi dirancang dari sandal hingga rudal. Dan perlu diketahui bahwa semakin canggih alat mediator semakin pengecut pula sikap manusia. Mereka dengan mudah menghancurkan orang lain dari kejauhan dan tidak jantan berhadapan. “Sekarang ini adalah zaman yang paling rendah peradabannya” tegas Cak Nun. “Sebab dengan terciptanya rudal, millis, facebook, hp, sms, orang bisa menyerang orang lain tanpa berhadapan” tambah Cak Nun menandaskan.

Lantas apakah yang perlu dipersiapkan Jama’ah Ma’iyah khususnya, umat manusia umumnya, untuk mengantisipasi takdir alamiah di atas? Cak Nun melontarkan beberapa alternatif. Pertama, Ia meng-kaji ulang sejarah kehidupan manusia, justru mengalami ‘sosial asyik’ ketika zaman nomaden dulu (zaman jalan kaki, nyeker tanpa sandal). Zaman manusia masih berpakaian koteka. Dizaman ini tingkat ketergantungan manusia terhadap suatu alat masih relatif minim. Yang menjadi tolak ukur zaman ini adalah rasa persaudaraan kemanusiaan yang tinggi. Martabat dijunjung tingi dengan piranti naturaly. Selayaknyalah kita sekarang meniti kembali ke pola ‘traditional live’. Melakukan dibidang apa saja yang bernuansa tradisional. Kedua, hijrah atau berduyun-duyun menuju kebaikan, serta meninggalkan apa saja yang dibenci Alloh. “Di detik-detik zaman yang tidak menentu ini, sikap yang paling baik adalah puasa”, rumus Cak Nun. Dengan berbuat baik dimungkinkan sebagai wahana setor nilai baik kepada Alloh dalam kaitannya sebagai hamba. Kura-kura menarik diri kedalam rumahnya jika ada bahaya, tetapi manusia ditarik kemana??? Tariklah dirimu kedalam hati, sebab disana ada ruang untuk mengembalikan diri kepada Yang Maha Memutuskan, yakni Alloh SWT.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita