Judul Buku: Politik Santri; Cara Menang Merebut Hati Rakyat
Penulis: Abdul Munir Mulkhan
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Cetakan: I (Pertama), 2009
Tebal: 304 halaman
Harga: Rp. 55.000,-
Peresensi: Humaidiy AS
http://oase.kompas.com/
Islam dengan politik tetap menjadi bahan perbincangan menarik untuk dicermati terlebih menjelang pilpres Juli 2009. Dari perspektif politik (upaya mencari dukungan untuk menduduki kursi kekuasaan), suara umat Islam yang nota bene adalah mayoritas sampai saat ini masih menjadi kartu truf dalam upaya untuk memperoleh kursi dalam kekuasaan. Bagi elite politik Indonesia, Islam ibarat “gadis cantik” yang selalu dijadikan rebutan untuk memperbesar kekuatan masing-masing partai politik.
Abdul Munir Mulkhan melalui buku yang berjudul Politik Santri; Cara Menang Merebut Hati Rakyat, berusaha menelusuri sejauh mana manuver partai-partai politik berbasis Islam (diistilahkan oleh penulis sebagai politik santri) berhasil bertahan dalam lingkaran pertarungan politik praktis dengan berbagai ideologi yang dibawanya, lebih khusus mencermati kiprah perjalanan politik oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang tak lain adalah ”anak kandung” dari rahim gerakan Islam-tradisional; Nahdlatul Ulama (NU) dan gerakakan Islam-modernis; Muhammadiyah, yang tak lain adalah dua ormas terbesar di negeri ini.
Keterlibatan politik santri terlihat jelas dari perjalanan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai organisasi terbesar santri yang lahir sejak zaman sebelum kemerdekaan. Dalam perjalannya, keduanya tidak pernah benar-benar terlepas dari kegiatan politik walaupun menyatakan diri bukan bagian dari gerakan politik seperti dirumuskan dalam khittah masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari upaya memasukkan Islam kedalam kekuasaan menjadi dasar negara secara resmi.
Pada era 1950-an, terjadi pertentangan ideologis di antara partai politik yang ada. Konflik itu dipicu oleh perdebatan apa seharusnya yang pantas menjadi dasar negara setelah penjajahan. Perdebatan itu meliputi tiga macam yang harus dijadikan dasar negara, Pancasila, Islam, dan sosial ekonomi. Partai-partai Islam menghendaki Islam dijadikan dasar negara Indonesia, sedangkan kelompok partai nasionalis menolaknya. Rancangan pembukaan undang-undang dasar yang mengatakan, sila pertama ketuhanan dengan menjalankan syariah bagi pemeluknya, (Piagam Jakarta) ditentang oleh kelompok non-Islam. Melalui perbincangan yang sangat melelahkan, akhirnya umat Islam menerima keberatan kelompok non-Islam dan nasionalis dengan bersedia menghapus tujuh kata yang ada dalam Piagam Jakarta. Sampai runtuhnya rezim Orde Baru, dasar negara tidak pernah dipertanyakan. Baru pada era Reformasi, dasar negara mulai dipertanyakan kembali. Muncullah sebagian kelompok Islam yang menghendaki Islam dijadikan dasar resmi kenegaraan dan memberlakukan syariat Islam sebagai hukum resmi pemerintah. Asumsi yang digunakan, menggunakan Islam sebagai dasar negara adalah salah satu cara efektif untuk mengatasi krisis multidimensi bangsa Indonesia. Perbincangan Islam sebagai ideologi negara, kembali terjadi di antara partai politik Islam. PAN dan PKB secara tegas menolak menjadikan Islam sebagai dasar negara. Alasannya, Indonesia terdiri dari penduduk yang pluralis dalam hal suku, etnis, agama, dan budaya. Sementara itu, PPP, PBB dan Partai Keadilan, setuju Islam menjadi dasar negara Indonesia. Banyak pihak kemudian memandang bahwa keterlibatan gerakan politik gerakan Islam dalam dunia Islam bisa menghambat pertumbuhan demokrasi. (hal. 45).
Menurut penulis, perdebatan hubungan Islam dan politik, khususnya keterlibatan gerakan Islam dan kaum santri dalam dunia politik diakibatkan bahwa kaum santri meletakkan keterlibatannya dalam dunia politik sebagai realisasi kebenaran ajaran agama yang sebenarnya profan dan sangat ptragmatis. Cara pandang ini menyebabkan aktivitas politik santri mengalami kesulitan berkomunikasi secara terbuka dan dialogis dengan konstituen rakyat pemilih (hal. 233). Walaupun lebih dari 87% penduduk Indonesia memeluk Islam, tidak semua pemeluk Islam kemudian mendukung partai Islam. Ironisnya, perolehan suara partai Islam dalam seluruh pemilu yang dilangsungkan tidak pernah mencapai 50% dari jumlah pemeluk Islam. Suara tertinggi dicapai dalam pemilu pertama tahun 1955 (43%) dan cenderung terus mengalami penurunan. Kenyataan ini akan terus bergulir berkelindan sepanjang identitas ideologi politik partai islam selalu berkutat pada jargon doktrin “normatif” keagamaan dan cenderung elitis, sementara agenda-agenda “seksi” seputar permasalahan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan yang lebih menyentuh kepada kepentingan masyarakat luas dimanfaatkan dengan baik sebagai flatform (bentuk kebijakan) oleh partai-partai berbasis nasionalis atau sekuler. Simpati publik pun mengalir, sehingga mereka meraih dukungan mayorits muslim. Parpol Islam hanya menawarkan flatform berdasar rumusan formal ajaran yang kurang membumi tanpa kemauan untuk memahami realitas sosial, ekonomi dan budaya rakyat kebanyakan.
Lebih jauh, jika kita perhatikan, politik islam Indonesia memang banyak yang bercorak formalistik dan jauh dari substansi. Konflik kepentingan dan pandangan yang berbuntut perpecahan internal banyak terjadi di tubuh partai islam atau berbasis umat Islam. Perpecahan dan konflik hamper merata terjadi di tubuh PPP, PKB, PAN dan PBB adalah fakta yang tak terbantahkan. Hanya jika islam ditawarkan dengan bahasa rakyat, peluang partai santri memperoleh dukungan mayoritas pemilih muslim dan rakyat secara keseluruhan akan terbuka.
Membangun sinergi kesadaran
Masa depan suatu partai, apakah ia dibangun dari sebuah keyakina teologis, tradisi lokal ataupun ideologi sekuler, pada akhirnya ditentukan bagaimana aktivitas partai tersebut membangun komunikasi dengan konstituen. Kegagalan perjuangan politik Islam terjadi terutama tidak adanya kesesuaian antara doktrin dan aksi politik. Kenyataan demikian dapat dilihat setidaknya dari dua hal, pertama, anggapan bahwa doktrin yang berupa wahyu tampak hanya bersifat konseptual dan universal tanpa kesadaran perlunya tafsir ulang. Sebut saja misalnya penolakan-penolakan mereka terhadapa de-ide Barat dan kengototan untuk menerapkan syariat islam secara formal. Kedua, doktrin agama tidaklah menjadi faktor penentu utama dalam aksi politik. Artinya, meskipun partai Islam menekankan pada egaliteranisme, keadilan dan kesejahteraan rakyat, namun faktor ekonomi dan sosial lebih ditonjolkan oleh aktivis Islam politik. Hal ini tampak pada pragmatisme dan opurtonisme yang banyak menjalar pada politisi Islam.
Mulkhan dalam penelusuran bab demi bab dalam buku setebal 304 halaman ini menekankan, bahwa jika ingin merebut simpati masyarakat muslim dan memenangi pemilu, parpol Islam harus melepas keengganan untuk membangun sumber daya manusia (generasi muda santri), terutama melalui pengkajian ilmu pengetahuan secara mendalam dan pengaturan manajemen yang efisien. Selama ini, kekuatan politik santri lebih banyak dikerahkan pada aspek ideologis simbolis dan kekuasaan yang bersifat semu dan sesaat saja.
Politik umat islam kedepan –meminjam istilah Kuntowijoyo— haruslah melakukan objektivitas terhadap praktik perjuangan politiknya. Artinya, mereka yang bergerak dilevel partai dan ormas keislaman seyogyanya memperjuangkan aspek-aspek substansi islam, memperbaikai pendidikan dan pemberantasan KKN serta bersikap toleran terhadap umat agama lain demi pelakukan pembebasan kemanusiaan. Di luar itu semua, bangsa Indoensia suadah selayaknya tidak lagi terjebak dalam simbol-simbol politik semacam sosialis, agamis ataupun nasionalis. Yang dibutuhkan bangsa sekarang ini adalah pemerintah yang cerdik melakukan prioritas tindakan dan kebijakan politik demi tumbuhnya iklim demokratisasi yang sehat. Jadi, bukan pemerintahan atau partai yang hanya pandai beretorika dan mengelabui massa dengan mengedepankan ideologi tertentu. Krisis politik, ekonomi, hukum, moral dan budaya Indoensia sudah saatnya diselesaikan dengan cara membangun sinergi kesadaran bersama oleh setiap elemen bangsa ini tanpa terjebak pada simbol golongan dan ideologi. Selamat membaca!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar