04/06/10

Menakar “Syahwat” Politik Santri

Judul Buku: Politik Santri; Cara Menang Merebut Hati Rakyat
Penulis: Abdul Munir Mulkhan
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Cetakan: I (Pertama), 2009
Tebal: 304 halaman
Harga: Rp. 55.000,-
Peresensi: Humaidiy AS
http://oase.kompas.com/

Islam dengan politik tetap menjadi bahan perbincangan menarik untuk dicermati terlebih menjelang pilpres Juli 2009. Dari perspektif politik (upaya mencari dukungan untuk menduduki kursi kekuasaan), suara umat Islam yang nota bene adalah mayoritas sampai saat ini masih menjadi kartu truf dalam upaya untuk memperoleh kursi dalam kekuasaan. Bagi elite politik Indonesia, Islam ibarat “gadis cantik” yang selalu dijadikan rebutan untuk memperbesar kekuatan masing-masing partai politik.

Abdul Munir Mulkhan melalui buku yang berjudul Politik Santri; Cara Menang Merebut Hati Rakyat, berusaha menelusuri sejauh mana manuver partai-partai politik berbasis Islam (diistilahkan oleh penulis sebagai politik santri) berhasil bertahan dalam lingkaran pertarungan politik praktis dengan berbagai ideologi yang dibawanya, lebih khusus mencermati kiprah perjalanan politik oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang tak lain adalah ”anak kandung” dari rahim gerakan Islam-tradisional; Nahdlatul Ulama (NU) dan gerakakan Islam-modernis; Muhammadiyah, yang tak lain adalah dua ormas terbesar di negeri ini.

Keterlibatan politik santri terlihat jelas dari perjalanan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai organisasi terbesar santri yang lahir sejak zaman sebelum kemerdekaan. Dalam perjalannya, keduanya tidak pernah benar-benar terlepas dari kegiatan politik walaupun menyatakan diri bukan bagian dari gerakan politik seperti dirumuskan dalam khittah masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari upaya memasukkan Islam kedalam kekuasaan menjadi dasar negara secara resmi.

Pada era 1950-an, terjadi pertentangan ideologis di antara partai politik yang ada. Konflik itu dipicu oleh perdebatan apa seharusnya yang pantas menjadi dasar negara setelah penjajahan. Perdebatan itu meliputi tiga macam yang harus dijadikan dasar negara, Pancasila, Islam, dan sosial ekonomi. Partai-partai Islam menghendaki Islam dijadikan dasar negara Indonesia, sedangkan kelompok partai nasionalis menolaknya. Rancangan pembukaan undang-undang dasar yang mengatakan, sila pertama ketuhanan dengan menjalankan syariah bagi pemeluknya, (Piagam Jakarta) ditentang oleh kelompok non-Islam. Melalui perbincangan yang sangat melelahkan, akhirnya umat Islam menerima keberatan kelompok non-Islam dan nasionalis dengan bersedia menghapus tujuh kata yang ada dalam Piagam Jakarta. Sampai runtuhnya rezim Orde Baru, dasar negara tidak pernah dipertanyakan. Baru pada era Reformasi, dasar negara mulai dipertanyakan kembali. Muncullah sebagian kelompok Islam yang menghendaki Islam dijadikan dasar resmi kenegaraan dan memberlakukan syariat Islam sebagai hukum resmi pemerintah. Asumsi yang digunakan, menggunakan Islam sebagai dasar negara adalah salah satu cara efektif untuk mengatasi krisis multidimensi bangsa Indonesia. Perbincangan Islam sebagai ideologi negara, kembali terjadi di antara partai politik Islam. PAN dan PKB secara tegas menolak menjadikan Islam sebagai dasar negara. Alasannya, Indonesia terdiri dari penduduk yang pluralis dalam hal suku, etnis, agama, dan budaya. Sementara itu, PPP, PBB dan Partai Keadilan, setuju Islam menjadi dasar negara Indonesia. Banyak pihak kemudian memandang bahwa keterlibatan gerakan politik gerakan Islam dalam dunia Islam bisa menghambat pertumbuhan demokrasi. (hal. 45).

Menurut penulis, perdebatan hubungan Islam dan politik, khususnya keterlibatan gerakan Islam dan kaum santri dalam dunia politik diakibatkan bahwa kaum santri meletakkan keterlibatannya dalam dunia politik sebagai realisasi kebenaran ajaran agama yang sebenarnya profan dan sangat ptragmatis. Cara pandang ini menyebabkan aktivitas politik santri mengalami kesulitan berkomunikasi secara terbuka dan dialogis dengan konstituen rakyat pemilih (hal. 233). Walaupun lebih dari 87% penduduk Indonesia memeluk Islam, tidak semua pemeluk Islam kemudian mendukung partai Islam. Ironisnya, perolehan suara partai Islam dalam seluruh pemilu yang dilangsungkan tidak pernah mencapai 50% dari jumlah pemeluk Islam. Suara tertinggi dicapai dalam pemilu pertama tahun 1955 (43%) dan cenderung terus mengalami penurunan. Kenyataan ini akan terus bergulir berkelindan sepanjang identitas ideologi politik partai islam selalu berkutat pada jargon doktrin “normatif” keagamaan dan cenderung elitis, sementara agenda-agenda “seksi” seputar permasalahan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan yang lebih menyentuh kepada kepentingan masyarakat luas dimanfaatkan dengan baik sebagai flatform (bentuk kebijakan) oleh partai-partai berbasis nasionalis atau sekuler. Simpati publik pun mengalir, sehingga mereka meraih dukungan mayorits muslim. Parpol Islam hanya menawarkan flatform berdasar rumusan formal ajaran yang kurang membumi tanpa kemauan untuk memahami realitas sosial, ekonomi dan budaya rakyat kebanyakan.

Lebih jauh, jika kita perhatikan, politik islam Indonesia memang banyak yang bercorak formalistik dan jauh dari substansi. Konflik kepentingan dan pandangan yang berbuntut perpecahan internal banyak terjadi di tubuh partai islam atau berbasis umat Islam. Perpecahan dan konflik hamper merata terjadi di tubuh PPP, PKB, PAN dan PBB adalah fakta yang tak terbantahkan. Hanya jika islam ditawarkan dengan bahasa rakyat, peluang partai santri memperoleh dukungan mayoritas pemilih muslim dan rakyat secara keseluruhan akan terbuka.

Membangun sinergi kesadaran

Masa depan suatu partai, apakah ia dibangun dari sebuah keyakina teologis, tradisi lokal ataupun ideologi sekuler, pada akhirnya ditentukan bagaimana aktivitas partai tersebut membangun komunikasi dengan konstituen. Kegagalan perjuangan politik Islam terjadi terutama tidak adanya kesesuaian antara doktrin dan aksi politik. Kenyataan demikian dapat dilihat setidaknya dari dua hal, pertama, anggapan bahwa doktrin yang berupa wahyu tampak hanya bersifat konseptual dan universal tanpa kesadaran perlunya tafsir ulang. Sebut saja misalnya penolakan-penolakan mereka terhadapa de-ide Barat dan kengototan untuk menerapkan syariat islam secara formal. Kedua, doktrin agama tidaklah menjadi faktor penentu utama dalam aksi politik. Artinya, meskipun partai Islam menekankan pada egaliteranisme, keadilan dan kesejahteraan rakyat, namun faktor ekonomi dan sosial lebih ditonjolkan oleh aktivis Islam politik. Hal ini tampak pada pragmatisme dan opurtonisme yang banyak menjalar pada politisi Islam.

Mulkhan dalam penelusuran bab demi bab dalam buku setebal 304 halaman ini menekankan, bahwa jika ingin merebut simpati masyarakat muslim dan memenangi pemilu, parpol Islam harus melepas keengganan untuk membangun sumber daya manusia (generasi muda santri), terutama melalui pengkajian ilmu pengetahuan secara mendalam dan pengaturan manajemen yang efisien. Selama ini, kekuatan politik santri lebih banyak dikerahkan pada aspek ideologis simbolis dan kekuasaan yang bersifat semu dan sesaat saja.

Politik umat islam kedepan –meminjam istilah Kuntowijoyo— haruslah melakukan objektivitas terhadap praktik perjuangan politiknya. Artinya, mereka yang bergerak dilevel partai dan ormas keislaman seyogyanya memperjuangkan aspek-aspek substansi islam, memperbaikai pendidikan dan pemberantasan KKN serta bersikap toleran terhadap umat agama lain demi pelakukan pembebasan kemanusiaan. Di luar itu semua, bangsa Indoensia suadah selayaknya tidak lagi terjebak dalam simbol-simbol politik semacam sosialis, agamis ataupun nasionalis. Yang dibutuhkan bangsa sekarang ini adalah pemerintah yang cerdik melakukan prioritas tindakan dan kebijakan politik demi tumbuhnya iklim demokratisasi yang sehat. Jadi, bukan pemerintahan atau partai yang hanya pandai beretorika dan mengelabui massa dengan mengedepankan ideologi tertentu. Krisis politik, ekonomi, hukum, moral dan budaya Indoensia sudah saatnya diselesaikan dengan cara membangun sinergi kesadaran bersama oleh setiap elemen bangsa ini tanpa terjebak pada simbol golongan dan ideologi. Selamat membaca!

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita