15/10/08

PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I - XCIII

Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=205


Keberanianmu menggaris palet dengan tegas,
jujur saja, waktu lembut semakin dalam
setebal kelam gurat menohok, mencipta angin membiru (XV: I).

Datang tiba-tiba bertambah penuh,
seakan cawan yoni setia menanti panas lingga (XV: II).

Ia sederhana memaknai ketakutan,
lalu bayang siapa mengusap bulukudunya? (XV: III).

Kala langkah tak disapa, berdiri tak lagi hormat,
terpaksa kabur di tengah terik siang menyengat (XV: IV).

Ruang-ruang kosong dihuni jejaring sepi,
siapa tahu usia burung di balik kaca tebal? (XV: V).

Sedang ia asyik bertengger di dahan-dahan,
sesekali menyiasati gravitasi menyeimbangkan angan (XV: VI).

Terdengar lamat-lamat ribuan sepatu menderap,
tiada kepulan debu atau tanda matahari jatuh (XV: VII).

Semakin kencang bersuara serdadu, gemuruh mengeras
sekilas lenyap dalam telingamu terang menerawang (XV: VIII).

Kau singkirkan pembawa dunia ganjil,
padahal diselami kekurangan dirinya (XV: IX).

Cahaya melesat tiada pengikat, memetik makna selagi
berkesempatan, esok bakal tiba masa panen kesejahteraan (XV: X).

Rasakan artian terucap lewat berdiamnya diri dalam makom,
sebab mata bertemu saling bicara, surat saling berbalas (XV: XI).

Membentang bersulaman benang seirama, mendapati diri terperangah
terpesona jaman, hari ini terlewati, jika tak mengisi kedalaman sunyi (XV: XII).

Ketika matahari meninggalkan cahayanya,
derap degupan awan merapatkan barisan (XV: XIII).

Siang-malam menghapus tepian senja, melewati panggung ketakutan kalbu,
setubuh rerumputan kering merindu hujan mengurai nafas-nafas deras (XV: XIV).

Jika ada tersimpan, tersampaikan nyawa di musim kembang,
nyata ada seunting sajak ingin terlahir dari pembangun ganjil (XV: XV).

Memandang kentir, hidup bukan sekadar perubahan liar meliar,
bola-bolamata mengenyam kandungan kata cukup keluar (XV: XVI).

Ini petanda kejadian lepas serupa busur panah terbang melesat,
nafasnya hembusan pelita, terbang ke jantungmu tiada sia-sia (XV: XVII).

Jangan sampai tangkapanmu melesat, gemintang di cakrawala berjatuhan,
bulan-matahari berpancaran, kenapa kau laksana mendung bimbang? (XV: XVIII).

Siapa kabur mengisi hidupnya berlari, pintu-jendela dia masuki dengan tertatih,
tapi kenapa hilang perasaan, sampai bayangan enggan menyapa pagi (XV: XIX).

Dia berpaling, tidakkah cukup celak di sekitar matamu
memberi kepercayaan walau duka meraja di sana? (XV: XX).

Pandangmu lurus ke depan meninggalkan segala kenangan,
hisaplah fajar kelegaan, bayangan susut tenggelam,
kapan kau bercahaya saat waktu begitu nyata? (XV: XXI).

Menanti penuh lapar, belum cukup menarik bebijian ditaburkan,
karang berombak awan, sedang desah hujan menerpa rindu masa silam,
bersenyumlah pada hari-hari mengembalikan keceriahan (XV: XXII).

Menembusi jaman seakan nasib ombak membelah lautan,
merangkai lelintang berkedipan bulan bertemanan (XV: XXIII).

Menghampiri wajahmu di kegelapan menguasai sepi,
mengajak hening memberanikan diri membosan (XV: XXIV).

Sedang getar merawat keagungan semakin terjepit-menjerit,
setiapkali merapikan langkah tersendat tali kendali sukma (XV: XXV).

Ambillah rerumputan kering berguna sarangmu yang teduh,
berperekat liur dari muntahan bebiji sehabis dikunyah (XV: XXVI).

Semenjak singgah di hatimu, nyala abadi menerangi ciptaan
selaksa keteguhan lingga dalam upacara percintaan (XV: XXVII).

Ialah tungku mematangkan air sumur,
kau tangan niat, gerakan suci berpeluk mengabadi (XV: XXVIII).

Kau serupa semut mengusung gula-gula ke rumah
bagi pengertian memerdekakan dari kedekatan (XV: XXIX).

Perjuangan berlangsung demi anak-anak gelombang,
tiada putus menghempaskan perasaan hingga hilang kesiaan (XV: XXX).

Melukis hatimu lewat lambaian dan penantian tak jelas
seperti asap cerobong (XV: XXXI).

Kebaharuanmu melesat, meruh dalam dada mereka (XV: XXXII).

Di batas kota terasa hawa lain, sejauh bayangan mengendap kantukmu,
belaian bayu kasih melelapkan kekasih pada mimpi permaisuri (XV: XXXIII).

Sempurnakan dirimu mengepak sayap kekupu dalam ingatan selalu,
deras hujan pertama menyegarkan kenang mengikuti lamunan (XV: XXXIV)

; kecantikan cermin di ruang harum, lalu tubuh rebah
setelah jendela tertutup kabut selimut pecinta (XV: XXXV).

Di pendapa, getar sukma bergema atas restu langitan,
ia duduk pada singgahsana perhatian rasa bersatu (XV: XXXVI).

Kejadian ini terbesar, penunggang kuda terbang bersayap,
kibasan kabut kedewasaan menaiki gunung kejiwaan (XV: XXXVII).

Ini ruh agung menggeraikan seluruh daya keinginan, angin faham
perjalanan nalar menyetiai diri, nafas-nafas lekat pengalaman (XV: XXXVIII).

Merangkai usia tidak meletihkan pemberi hadiah,
itu pangeran di sisi sekuntum mawar tercinta (XV: XXXIX)

; terketuk pintu nuraninya menembangkan ayat-ayat lambaian senja, kala
beranjak malam ke pembaring ilalang, selamatkan rindu purnakan siang (XV: XL).

Kantuk merubah hasrat, mempertahankan malam sisa tenaga (XV: XLI).

Jagalah warna pelangi, agar tidak pudar hembusan angin sepoi (XV: XLII).

Pejamkan matamu berkesungguhan, menyempatkan sadar kantukmu
membaca dengan perasaan lapar (XV: XLIII).

Kau eja tubuh sendiri berulang mencari kepuasaan rendah (XV: XLIV).

Carilah dirimu pada kulit pohon hujan di terik mentari musim dahaga,
irama tropis memberi ketenangan lewat tidur lama-lama,
ini kembang lebih sekadar impian pencerita (XV: XLV).

Kuasailah panggung, bakar kepulauan dendam serta genggam alunannya,
bilamana tak berubah, suaranya memasuki lapisan langit pertama (XV: XLVI).

Segelas kohwa tak lagi menenangkan fikiran
ketika tarian api menjilati malam-malam di panggung rembulan (XV: XLVII).

Sebelum terkumpul tulang belulang,
ruh ditiup sedari kandungan tempaan langitan (XV: XLVIII).

Gairah pejaka menjebol kebekuan, tertatih memikul rindu mendaki,
menyeret rantai kaki, meminta tolong dikejar bayangan sendiri (XV: XLIX).

Ia taburkan bebijian cahaya di kepalamu, membimbing bagai anak sendiri,
yang tidak membaca lumpuh, ditemani tikar pesakitan hingga ajal menjelang
; jemari siapa yang menaruh butiran embun suci di kening tercinta? (XV: L).

Pepohon kering dilanda kemarau, kekupu mencecap madu kembang,
burung berayun di tangkai lentur, kicauannya gubahan mimpi sejati (XV: LI).

Kepakan sayapnya mengeja purnama,
merayakan perkawinan semesta atas restu ibunda pertiwi (XV: LII).

Kekal di mayapada, kau terpanggil datang benar jiwamu
terkumpul tenaga persetubuhan tersenyum berkecupan (XV: LIII).

Ditiup terjaga, kunjungannya menyuguhkan kekekalan (XV: LIV).

Jikalau di ambang maut teguhkan dirimu,
tidakkah bunga menawan di tepian jurang? (XV: LV).

Biji cabe jiwanya pedas, meski kering atas kekangan tirakat (XV: LVI).

Samudra menenggelamkan sampan diri punya rencana,
tubuh berpelukan debu, terdampar (XV: LVII).

Mengunjungi keharuman melewati ruang puja,
terimalah senyum menyapa kasih senantiasa (XV: LVIII).

Melepaskan rantai kaki, terbang cepat melebihi pendahulu,
hawa keikhlasan terawat, sejauh tak terbebani rindu terlalu (XV: LIX).

Jikalau ada mengikuti, ringan penderitaan mendengar kata-kata,
jadilah pengikut setia, jangan berhianat sebanding nyala apimu (XV: LX).

Terangnya kobaran perjuangan menjadi senyum memahami kejujuran,
gemintang di cakrawala membiru ruh yang akan melahirkanmu (XV: LXI).

Masa berjalan sederhana, tali-temali dilonggarkan,
jemari tiada bergairah memikat kertas, namun bacalah seterusnya (XV: LXII).

Guratan pena kepadamu mendorong kabut memburu bayu, perahu melaju
serupa lesatan busur panah ke sasaran, di depanmu ranting menodong (XV: LXIII).

Batu sebesar kerbau terjatuh dari bibir jurang, air sungai terpecahkan
pada titik kesadaran, mengeratkan tulang di balik daging pertemuan (XV: LXIV).

Lelangkah melewati keriuh-rendahan tebing sukmamu
menuju pebukitan barisan yang menguji kaki-kakimu (XV: LXV).

Di puncak bukit kiranya angin kaca menerpa jubah ketakutanmu dari
segala penjuru, mata-mata sedingin maut bersiap menjemputmu (XV: LXVI).

Yang berpuasa diam, jiwanya embun memanggil-manggil,
kelak mempersembahkan kelopak-kelopak kembang (XV: LXVII).

Wahai embun persetubuhan, letikkan matamu di kerajaan cahaya,
ia penebus kesetiaan berlaksa, mengunjungi kesunyian rasa (XV: LXVIII).

Siapa berhasrat meneguk niat membimbing cahaya rasa,
menggubah kidungan langit demi peribadatan,
tapi mereka enggan penasaran (XV: LXIX).

Bersulaman waktu mengisi keluh, tak perlu keterasingan di ruang tunggu,
jadikan terali besi pembebas kasih mematikan, racunnya berkeutamaan (XV: LXX).

Yang mati berkeadaan penasaran, serupa burung bangkai mencincang
membuka ruh menelusup urat nadi, mengalirkan darah kembali (XV: LXXI).

Dia bumi kau hujamkan tetangkai kembang, nafas angin mengeja langitan
para penyair tertikam sunyi, tangisan sesal mencengkeram uluh hati (XV: LXXII).

Ada jalan terduga, kematian sebab kesepakatan singkat, tetangkai patah,
duri menggores kulit, darah membeku memendam cahaya tabah (XV: LXXIII).

Ini getar jiwa mengarungi mimpi, belahan tenaga mengunjungi bengi,
bintang-gemintang tereja pandangan keteduhan yang sejati (XV: LXXIV).

Berjalan menuju lereng pebukitan cinta, kaki-kaki lincah
sebebas udara mengenal akrab warna dedaun bercahaya (XV: LXXV).

Yang sanggup membuka gerbang dihirupnya rindu pada selipan doa,
malam mengangkat kabut berharap butir embun utuh di tangan (XV: LXXVI).

Ia tiba-tiba datang menggedor pintu paling rahasia
pada rumah tua ditumbuhi sarang laba-laba (XV: LXXVII)

; sepenuh debu purba di keningmu tergaris sesalan, maka songsonglah
daging mengalirkan darah muda, demi ruang gejolak api jiwa (XV: LXXVIII).

Meniti ondak-ondakan gelombang ke tingkatan awan senjamu,
mendorong bentukan diri sealunan pebukitan melestari (XV: LXXIX).

Kapuk randu menuwai usia mengikuti angin bersinggah,
derajat ini kasih menambatkan tali-temali kuda pecinta (XV: LXXX).

Ayunan tangkai teratai memekarkan kelopaknya di rawa-rawa,
sedang lentera pejala ikan, menerangi sejauh lemparan (XV: LXXXI).

Embun berdenting sepetikan dawai dalam lelaguan damai,
mula hasrat, lalu pertemuan menggubah semangat (XV: LXXXII).

Panggilan penunggang kuda mendatangkan badai hujan deras menghalangi,
hanya kekasih tahu waktunya redah, merebahkan pandangan (XV: LXXXIII).

Asalnya dibalik gemawan mengendap di langit biru, iman tidak lepas
panasnya bara tungku, keikhlasan serupa anggur paling suci (XV: LXXXIV).

Ingatannya membumbung meninggalkan tahta mentari, batu hitam terbelah
atas cahaya keyakinan, inikah peperangan terbesar itu? (XV: LXXXV).

Pada bukit kapur, kabut turun menenggelamkan perasaan,
batasnya di tenggorokan (XV: LXXXVI).

Kenapa kalian dalam persekutuan sesat,
melukis sepekat arak-arakan burung gagak? (XV: LXXXVII).

Kilatan petir menderaskan gerimis memanggil kawanan bangau,
dan tiada lagi kebimbangan mencuat dari ubun-ubun (XV: LXXXVIII).

Ruh lama menggugat, nafas-nafas kesembuhan diapungkan (XV: LXXXIX).

Tangkaplah suara jejaring laba-laba, perdengarkan gemerisik hembusan
bayu kepadamu, sedang kekupu itu rengkuhan musim bunga tubuh (XV: XC).

Melewati pori-pori udara, kau dibimbing menerbangkan kuda sembrani
sejauh kakimu kuat mengapit, aromanya tak lepas tombak peperangan (XV: XCI).

Lengan cekatan mengayun semangat, dentuman genta menggendam
menuwai awan kerajaan angin, tempat muasal berita kemenjadian (XV: XCII).

Yang tak ingin cepat tua jadilah mengembara, menerjang kebajikan,
panahmu membidik apel, atau sebilah pisau mengupas kulitnya
yang cepat kering walau masa tak memaksa (XV: XCIII).
----

*) Pengelana dari Lamongan, JaTim.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita