Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=205
Keberanianmu menggaris palet dengan tegas,
jujur saja, waktu lembut semakin dalam
setebal kelam gurat menohok, mencipta angin membiru (XV: I).
Datang tiba-tiba bertambah penuh,
seakan cawan yoni setia menanti panas lingga (XV: II).
Ia sederhana memaknai ketakutan,
lalu bayang siapa mengusap bulukudunya? (XV: III).
Kala langkah tak disapa, berdiri tak lagi hormat,
terpaksa kabur di tengah terik siang menyengat (XV: IV).
Ruang-ruang kosong dihuni jejaring sepi,
siapa tahu usia burung di balik kaca tebal? (XV: V).
Sedang ia asyik bertengger di dahan-dahan,
sesekali menyiasati gravitasi menyeimbangkan angan (XV: VI).
Terdengar lamat-lamat ribuan sepatu menderap,
tiada kepulan debu atau tanda matahari jatuh (XV: VII).
Semakin kencang bersuara serdadu, gemuruh mengeras
sekilas lenyap dalam telingamu terang menerawang (XV: VIII).
Kau singkirkan pembawa dunia ganjil,
padahal diselami kekurangan dirinya (XV: IX).
Cahaya melesat tiada pengikat, memetik makna selagi
berkesempatan, esok bakal tiba masa panen kesejahteraan (XV: X).
Rasakan artian terucap lewat berdiamnya diri dalam makom,
sebab mata bertemu saling bicara, surat saling berbalas (XV: XI).
Membentang bersulaman benang seirama, mendapati diri terperangah
terpesona jaman, hari ini terlewati, jika tak mengisi kedalaman sunyi (XV: XII).
Ketika matahari meninggalkan cahayanya,
derap degupan awan merapatkan barisan (XV: XIII).
Siang-malam menghapus tepian senja, melewati panggung ketakutan kalbu,
setubuh rerumputan kering merindu hujan mengurai nafas-nafas deras (XV: XIV).
Jika ada tersimpan, tersampaikan nyawa di musim kembang,
nyata ada seunting sajak ingin terlahir dari pembangun ganjil (XV: XV).
Memandang kentir, hidup bukan sekadar perubahan liar meliar,
bola-bolamata mengenyam kandungan kata cukup keluar (XV: XVI).
Ini petanda kejadian lepas serupa busur panah terbang melesat,
nafasnya hembusan pelita, terbang ke jantungmu tiada sia-sia (XV: XVII).
Jangan sampai tangkapanmu melesat, gemintang di cakrawala berjatuhan,
bulan-matahari berpancaran, kenapa kau laksana mendung bimbang? (XV: XVIII).
Siapa kabur mengisi hidupnya berlari, pintu-jendela dia masuki dengan tertatih,
tapi kenapa hilang perasaan, sampai bayangan enggan menyapa pagi (XV: XIX).
Dia berpaling, tidakkah cukup celak di sekitar matamu
memberi kepercayaan walau duka meraja di sana? (XV: XX).
Pandangmu lurus ke depan meninggalkan segala kenangan,
hisaplah fajar kelegaan, bayangan susut tenggelam,
kapan kau bercahaya saat waktu begitu nyata? (XV: XXI).
Menanti penuh lapar, belum cukup menarik bebijian ditaburkan,
karang berombak awan, sedang desah hujan menerpa rindu masa silam,
bersenyumlah pada hari-hari mengembalikan keceriahan (XV: XXII).
Menembusi jaman seakan nasib ombak membelah lautan,
merangkai lelintang berkedipan bulan bertemanan (XV: XXIII).
Menghampiri wajahmu di kegelapan menguasai sepi,
mengajak hening memberanikan diri membosan (XV: XXIV).
Sedang getar merawat keagungan semakin terjepit-menjerit,
setiapkali merapikan langkah tersendat tali kendali sukma (XV: XXV).
Ambillah rerumputan kering berguna sarangmu yang teduh,
berperekat liur dari muntahan bebiji sehabis dikunyah (XV: XXVI).
Semenjak singgah di hatimu, nyala abadi menerangi ciptaan
selaksa keteguhan lingga dalam upacara percintaan (XV: XXVII).
Ialah tungku mematangkan air sumur,
kau tangan niat, gerakan suci berpeluk mengabadi (XV: XXVIII).
Kau serupa semut mengusung gula-gula ke rumah
bagi pengertian memerdekakan dari kedekatan (XV: XXIX).
Perjuangan berlangsung demi anak-anak gelombang,
tiada putus menghempaskan perasaan hingga hilang kesiaan (XV: XXX).
Melukis hatimu lewat lambaian dan penantian tak jelas
seperti asap cerobong (XV: XXXI).
Kebaharuanmu melesat, meruh dalam dada mereka (XV: XXXII).
Di batas kota terasa hawa lain, sejauh bayangan mengendap kantukmu,
belaian bayu kasih melelapkan kekasih pada mimpi permaisuri (XV: XXXIII).
Sempurnakan dirimu mengepak sayap kekupu dalam ingatan selalu,
deras hujan pertama menyegarkan kenang mengikuti lamunan (XV: XXXIV)
; kecantikan cermin di ruang harum, lalu tubuh rebah
setelah jendela tertutup kabut selimut pecinta (XV: XXXV).
Di pendapa, getar sukma bergema atas restu langitan,
ia duduk pada singgahsana perhatian rasa bersatu (XV: XXXVI).
Kejadian ini terbesar, penunggang kuda terbang bersayap,
kibasan kabut kedewasaan menaiki gunung kejiwaan (XV: XXXVII).
Ini ruh agung menggeraikan seluruh daya keinginan, angin faham
perjalanan nalar menyetiai diri, nafas-nafas lekat pengalaman (XV: XXXVIII).
Merangkai usia tidak meletihkan pemberi hadiah,
itu pangeran di sisi sekuntum mawar tercinta (XV: XXXIX)
; terketuk pintu nuraninya menembangkan ayat-ayat lambaian senja, kala
beranjak malam ke pembaring ilalang, selamatkan rindu purnakan siang (XV: XL).
Kantuk merubah hasrat, mempertahankan malam sisa tenaga (XV: XLI).
Jagalah warna pelangi, agar tidak pudar hembusan angin sepoi (XV: XLII).
Pejamkan matamu berkesungguhan, menyempatkan sadar kantukmu
membaca dengan perasaan lapar (XV: XLIII).
Kau eja tubuh sendiri berulang mencari kepuasaan rendah (XV: XLIV).
Carilah dirimu pada kulit pohon hujan di terik mentari musim dahaga,
irama tropis memberi ketenangan lewat tidur lama-lama,
ini kembang lebih sekadar impian pencerita (XV: XLV).
Kuasailah panggung, bakar kepulauan dendam serta genggam alunannya,
bilamana tak berubah, suaranya memasuki lapisan langit pertama (XV: XLVI).
Segelas kohwa tak lagi menenangkan fikiran
ketika tarian api menjilati malam-malam di panggung rembulan (XV: XLVII).
Sebelum terkumpul tulang belulang,
ruh ditiup sedari kandungan tempaan langitan (XV: XLVIII).
Gairah pejaka menjebol kebekuan, tertatih memikul rindu mendaki,
menyeret rantai kaki, meminta tolong dikejar bayangan sendiri (XV: XLIX).
Ia taburkan bebijian cahaya di kepalamu, membimbing bagai anak sendiri,
yang tidak membaca lumpuh, ditemani tikar pesakitan hingga ajal menjelang
; jemari siapa yang menaruh butiran embun suci di kening tercinta? (XV: L).
Pepohon kering dilanda kemarau, kekupu mencecap madu kembang,
burung berayun di tangkai lentur, kicauannya gubahan mimpi sejati (XV: LI).
Kepakan sayapnya mengeja purnama,
merayakan perkawinan semesta atas restu ibunda pertiwi (XV: LII).
Kekal di mayapada, kau terpanggil datang benar jiwamu
terkumpul tenaga persetubuhan tersenyum berkecupan (XV: LIII).
Ditiup terjaga, kunjungannya menyuguhkan kekekalan (XV: LIV).
Jikalau di ambang maut teguhkan dirimu,
tidakkah bunga menawan di tepian jurang? (XV: LV).
Biji cabe jiwanya pedas, meski kering atas kekangan tirakat (XV: LVI).
Samudra menenggelamkan sampan diri punya rencana,
tubuh berpelukan debu, terdampar (XV: LVII).
Mengunjungi keharuman melewati ruang puja,
terimalah senyum menyapa kasih senantiasa (XV: LVIII).
Melepaskan rantai kaki, terbang cepat melebihi pendahulu,
hawa keikhlasan terawat, sejauh tak terbebani rindu terlalu (XV: LIX).
Jikalau ada mengikuti, ringan penderitaan mendengar kata-kata,
jadilah pengikut setia, jangan berhianat sebanding nyala apimu (XV: LX).
Terangnya kobaran perjuangan menjadi senyum memahami kejujuran,
gemintang di cakrawala membiru ruh yang akan melahirkanmu (XV: LXI).
Masa berjalan sederhana, tali-temali dilonggarkan,
jemari tiada bergairah memikat kertas, namun bacalah seterusnya (XV: LXII).
Guratan pena kepadamu mendorong kabut memburu bayu, perahu melaju
serupa lesatan busur panah ke sasaran, di depanmu ranting menodong (XV: LXIII).
Batu sebesar kerbau terjatuh dari bibir jurang, air sungai terpecahkan
pada titik kesadaran, mengeratkan tulang di balik daging pertemuan (XV: LXIV).
Lelangkah melewati keriuh-rendahan tebing sukmamu
menuju pebukitan barisan yang menguji kaki-kakimu (XV: LXV).
Di puncak bukit kiranya angin kaca menerpa jubah ketakutanmu dari
segala penjuru, mata-mata sedingin maut bersiap menjemputmu (XV: LXVI).
Yang berpuasa diam, jiwanya embun memanggil-manggil,
kelak mempersembahkan kelopak-kelopak kembang (XV: LXVII).
Wahai embun persetubuhan, letikkan matamu di kerajaan cahaya,
ia penebus kesetiaan berlaksa, mengunjungi kesunyian rasa (XV: LXVIII).
Siapa berhasrat meneguk niat membimbing cahaya rasa,
menggubah kidungan langit demi peribadatan,
tapi mereka enggan penasaran (XV: LXIX).
Bersulaman waktu mengisi keluh, tak perlu keterasingan di ruang tunggu,
jadikan terali besi pembebas kasih mematikan, racunnya berkeutamaan (XV: LXX).
Yang mati berkeadaan penasaran, serupa burung bangkai mencincang
membuka ruh menelusup urat nadi, mengalirkan darah kembali (XV: LXXI).
Dia bumi kau hujamkan tetangkai kembang, nafas angin mengeja langitan
para penyair tertikam sunyi, tangisan sesal mencengkeram uluh hati (XV: LXXII).
Ada jalan terduga, kematian sebab kesepakatan singkat, tetangkai patah,
duri menggores kulit, darah membeku memendam cahaya tabah (XV: LXXIII).
Ini getar jiwa mengarungi mimpi, belahan tenaga mengunjungi bengi,
bintang-gemintang tereja pandangan keteduhan yang sejati (XV: LXXIV).
Berjalan menuju lereng pebukitan cinta, kaki-kaki lincah
sebebas udara mengenal akrab warna dedaun bercahaya (XV: LXXV).
Yang sanggup membuka gerbang dihirupnya rindu pada selipan doa,
malam mengangkat kabut berharap butir embun utuh di tangan (XV: LXXVI).
Ia tiba-tiba datang menggedor pintu paling rahasia
pada rumah tua ditumbuhi sarang laba-laba (XV: LXXVII)
; sepenuh debu purba di keningmu tergaris sesalan, maka songsonglah
daging mengalirkan darah muda, demi ruang gejolak api jiwa (XV: LXXVIII).
Meniti ondak-ondakan gelombang ke tingkatan awan senjamu,
mendorong bentukan diri sealunan pebukitan melestari (XV: LXXIX).
Kapuk randu menuwai usia mengikuti angin bersinggah,
derajat ini kasih menambatkan tali-temali kuda pecinta (XV: LXXX).
Ayunan tangkai teratai memekarkan kelopaknya di rawa-rawa,
sedang lentera pejala ikan, menerangi sejauh lemparan (XV: LXXXI).
Embun berdenting sepetikan dawai dalam lelaguan damai,
mula hasrat, lalu pertemuan menggubah semangat (XV: LXXXII).
Panggilan penunggang kuda mendatangkan badai hujan deras menghalangi,
hanya kekasih tahu waktunya redah, merebahkan pandangan (XV: LXXXIII).
Asalnya dibalik gemawan mengendap di langit biru, iman tidak lepas
panasnya bara tungku, keikhlasan serupa anggur paling suci (XV: LXXXIV).
Ingatannya membumbung meninggalkan tahta mentari, batu hitam terbelah
atas cahaya keyakinan, inikah peperangan terbesar itu? (XV: LXXXV).
Pada bukit kapur, kabut turun menenggelamkan perasaan,
batasnya di tenggorokan (XV: LXXXVI).
Kenapa kalian dalam persekutuan sesat,
melukis sepekat arak-arakan burung gagak? (XV: LXXXVII).
Kilatan petir menderaskan gerimis memanggil kawanan bangau,
dan tiada lagi kebimbangan mencuat dari ubun-ubun (XV: LXXXVIII).
Ruh lama menggugat, nafas-nafas kesembuhan diapungkan (XV: LXXXIX).
Tangkaplah suara jejaring laba-laba, perdengarkan gemerisik hembusan
bayu kepadamu, sedang kekupu itu rengkuhan musim bunga tubuh (XV: XC).
Melewati pori-pori udara, kau dibimbing menerbangkan kuda sembrani
sejauh kakimu kuat mengapit, aromanya tak lepas tombak peperangan (XV: XCI).
Lengan cekatan mengayun semangat, dentuman genta menggendam
menuwai awan kerajaan angin, tempat muasal berita kemenjadian (XV: XCII).
Yang tak ingin cepat tua jadilah mengembara, menerjang kebajikan,
panahmu membidik apel, atau sebilah pisau mengupas kulitnya
yang cepat kering walau masa tak memaksa (XV: XCIII).
----
*) Pengelana dari Lamongan, JaTim.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar