Terkenal di Luar Prancis setelah Novel Le Proces-Verbal Laku Keras

Jawa Pos, 11 Okto 2008

Pergulatan Panjang Jean-Marie Gustave Le Clezio hingga Memenangi Nobel Sastra 2008
Pernah dikenal sebagai sastrawan pemberontak, belakangan gaya penulisan Jean-Marie Gustave Le Clezio lebih lunak. Sudah menulis buku pada usia tujuh tahun.

BAGI Jean-Marie Gustave Le Clezio, menulis adalah terjemahan dari berbagai hal yang dia alami dalam kehidupan sehari-hari. Dan, agar terjemahan berbagai realitas itu bisa menyebar ke khalayak yang lebih luas, dia termasuk yang paling getol menyuarakan pentingnya pengalihbahasaan.

Sedikitnya, empat karya Le Clezio telah hadir dalam bahasa Inggris. Yaitu, Terra Amata, War, The Giants, dan The Book of Flights. Itu sesuatu hal yang tidak banyak dijumpai di kalangan penulis Prancis maupun para penulis yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Hal itu pula yang menurut Sekretaris Akademi Swedia Horace Engdahl menjadi salah satu nilai lebih Le Clezio di antara para unggulan Nobel Sastra 2008. Hingga, novelis yang telah menghasilkan 30 karya itu pun akhirnya dipilih Akademi Swedia memenangi penghargaan bergengsi tersebut pada Kamis lalu (9/10).

''Ketika saya menulis, hal pertama yang saya lakukan adalah menerjemahkan kejadian-kejadian yang saya alami setiap hari. Bagi saya, peran sastra di era yang penuh kekerasan dan ide ini adalah menggaungkan peristiwa-peristiwa tersebut,'' ungkap sastrawan 68 tahun itu dalam wawancara dengan CNN.

Pengalihbahasaan menjadi poin krusial di sini merujuk kepada pernyataan Engdahl beberapa hari sebelum Le Clezio terpilih. Kepada Associated Press yang bertanya mengapa tak ada sastrawan AS yang memenangi Nobel Sastra sejak Toni Morrison pada 1993, Engdahl menjawab bahwa sastrawan AS terlalu mengisolasi diri dan berwawasan sempit.

Le Clezio jelas tak termasuk berwawasan sempit. Sebab, tema-tema yang dia angkat sangat luas. Mulai humanisme hingga yang ringan-ringan seperti tentang masa remaja dan anak-anak.

Keragaman tema itu berangkat dari pergulatannya dengan sastra yang telah berlangsung lama. Pada usia tujuh tahun, pria berdarah Inggris-Prancis tersebut sudah menulis. Buku pertamanya bercerita tentang laut.

Minat yang tinggi kepada sastra itu membawa Le Clezio ke Bristol University pada 1958-1959. Dia pun lantas melanjutkan studi sastra di University of Aix-en-Provence pada 1964 hingga meraih gelar master. Sebelumnya, selama hampir lima tahun, dia mengajar di London dan beberapa kota di Amerika Serikat (AS). Pada 1983, dia mendapatkan gelar doktor sastra dari University of Perpignan berkat tesisnya tentang sejarah kuno Meksiko.

Eksistensi Le Clezio di jagat sastra Prancis sebagai novelis dimulai saat usianya menginjak 23. Saat itu, novelnya yang berjudul Le Proc�s-Verbal (The Interrogation) laku keras. Bahkan, Le Clezio akhirnya sukses menyabet anugerah bergengsi Prancis, Prix Renaudot, pada 1963 berkat karyanya tersebut.

Lambat laun komunitas sastra di luar Prancis pun mulai melirik dia. Book World, rubrik hiburan The Washington Post yang cukup memengaruhi pola pikir warga AS, turut menyorot pria kelahiran Nice itu. Pada 1994, Book World me-review dua karyanya, The Prospector dan The Mexican Dream.

''Karya-karya Le Clezio sudah ada, bahkan sebelum multikulturalisme lahir,'' komentar harian laris Washington tersebut setelah membedah novel Le Clezio.

Sebelum menyentuh tema-tema humanis, Le Clezio sempat pula dikenal sebagai sastrawan ''berani''. Yakni, pada 1963-1975 ketika dia lebih banyak mengeksplorasi berbagai ketidakwajaran sosial. Dia sangat terpengaruh karya penulis kontemporer macam Georges Perec atau Michel Butor. Oleh publik Prancis, predikat sebagai sastrawan yang suka menciptakan hal-hal baru dan berjiwa pemberontak pun melekat padanya.

Namun, gaya penulisannya berubah drastis pada akhir 1970-an. Dia meninggalkan hobinya bereksperimen. Karya-karyanya pun menjadi lebih halus. Dia mulai banyak mengeksplorasi tema-tema yang lebih ringan, seperti masa kanak-kanak, remaja, dan perjalanan. (AP/CNN/hep/ttg)