21/08/19

INDONESIA YANG “TERSANDERA”

Ahmad Syauqi Sumbawi *

…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial… (Aliniea IV Pembukaan UUD 1945).

Menilik kembali tujuan didirikannya negara Indonesia di atas, barangkali beberapa di antara kita menanggapinya secara skeptis dan pesimistis. Bahkan sebagian lagi mungkin berpendapat bahwa hal tersebut adalah sebuah mimpi belaka. Mimpi dari sebuah bangsa yang terbangun dengan identitas dan jatidiri terkorupsi habis-habisan akibat kolonialisasi yang mencengkeram kuat selama berabad-abad.

Stigma yang berkembang menyatakan bahwa 350 tahun merupakan lamanya periode kolonial di atas. Tentunya hal tersebut tidak sebanding dengan periode kemerdekaan yang baru akan memasuki usia 74 tahun pada 17 Agustus esok. Atau, 1011 tahun dinisbatkan pada pendirian Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 sebagai momentum hari Kebangkitan Nasional. Melalui hitung-hitungan sederhana—dimana anak sekolah dasar di negeri ini pun tahu—, memang perbandingan tersebut tidak cukup memadai secara kuantitas untuk memulihkan identitas dan jatidiri dari keberadaannya sebagai bangsa inlander menjadi bangsa merdeka.

Dari sini kemudian muncul pertanyaan, benarkah bangsa Indonesia dijajah selama 350 tahun? Dengan berpatokan pada lamanya waktu tersebut, bukankah hal itu berarti menafikan perjuangan anak-anak bangsa, meskipun dalam tarafnya yang masih bersifat lokal? Perjuangan menegakkan identitas dan jatidirinya sebagai anak manusia bersama masyarakatnya. Karena itu, pemahaman utuh terhadap historisitas tersebut menjadi krusial dalam rekonstruksi identitas dan jatidiri bangsa ini.

Secara substansial, kesadaran tidak berada pada wilayah kuantitas—lama dan sebentarnya waktu—, melainkan berpusat pada tataran kualitas. Kemudian pada perkembangannya, kesadaran tersebut menjadi kesadaran kolektif, yang menjadi rahim sekaligus proses dari seluruh gerakan kebangkitan nasional dan dekolonialisasi. Kesadaran kolektif ini pula yang kemudian melahirkan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia.

Kalaupun tujuan di atas dikatakan sebagai mimpi, maka mimpi itu bukan sekadar mimpi. Akan tetapi “mimpi yang berkesadaran”, yang terus melekat dan menuntun seluruh proses kehidupan bangsa ini. Bukan idealitas yang terpencil, tetapi “idealitas yang berjembatan”, dimana bangsa ini dituntut untuk menyusurinya dengan penuh kesadaran pada setiap langkahnya. Dan kini pertanyaannya, apakah bangsa ini digerakkan dan melangkah dalam kesadaran kolektif itu?
Barangkali yang kita alami dan lihat bersama, bahwa langkah-langkah berkesadaran itu kini dalam kondisi tersandera oleh kompleksitas permasalahan bangsa yang mengerucut pada tergerusnya identitas, jatidiri bangsa dan kesadaran kolektif di atas. Korupsi, sikap politik yang berorientasi pada kepentingan pribadi dan golongan, westernisme, radikalisasi mengatasnamakan agama, konflik antar etnis dan agama, tawuran antar pelajar, kemiskinan, maraknya kriminalitas, dan sebagainya, tidak lain merupakan bukti bahwa bangsa ini mutlak untuk berkaca dan membenahi diri.

Apakah kita gagap dengan tujuan di atas? Atau barangkali karena kebanyakan kita lahir pasca proklamasi hingga menjadikan enggan untuk menengok sejarah? Kalau benar demikian, kasihan sekali nasib bangsa ini. Bahwa apa yang disebut “Indonesia”, tidak lebih dari kumpulan individu tanpa identitas dan jatidiri sebagai manusia Indonesia. Tanpa kesadaran kolektif atas tujuan didirikannya negara ini. Barangkali juga, hanya kumpulan individu yang mementingkan diri sendiri. Lebih luas lagi, adalah kepentingan sekelompok individu atau golongan tertentu.

Dalam pidato awalnya tentang rumusan dasar negara Indonesia pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan BPUPKI, Bung Karno menyebutkan lima sila (prinsip/ dasar), yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Panca Sila, demikian sebutan yang diintrodusir oleh Bung Karno, merupakan titik konsensus dari segenap elemen bangsa. Kendati demikian, Bung Karno juga menawarkan opsi lain andaikata lima sila tersebut tidak mendapatkan kesepakatan bersama. Tri Sila atau tiga prinsip, yang menurut Bung Karno merupakan perasan dari lima prinsip di atas, yaitu, socio-nationalisme yang diperas dari dua dasar pertama, yakni kebangsaan dan internasionalisme serta kebangsaan dan perikemanusiaan. Kemudian, socio democratie, yang merupakan gabungan dari paham demokrasi dan kesejahteraan sosial. Berikutnya adalah ke-Tuhanan, yang menghormati satu sama lain.

Lebih jauh Bung Karno menjelaskan, jika tiga prinsip tersebut tidak disepakati, maka opsi terakhirnya mengerucut pada Eka Sila, yaitu sila gotong-royong. Dengan pernyataan tersebut, tampaknya Bung Karno ingin menegaskan bahwa “nyawa” dari Panca Sila—sebagaimana dikemukakan di atas—, adalah semangat gotong-royong. Jelasnya, kelima sila di atas harus berjiwa gotong-royong, dengan ekspresinya yang proporsional.

Rumusan terkait dasar negara yang dikemukakan oleh Bung Karno di atas— juga yang disampaikan para tokoh bangsa lainnya—, kemudian mengalami finalisasi melalui proses pengesahan konstitusional oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Kita dapat menemukan rumusan final tersebut pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang tidak lain merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang telah hidup dan mengatur kehidupan masyarakat sejak masa yang lama. “Ber-Pancasila tanpa nama”, demikian Gus Dur menyebut kehidupan bangsa ini pada masa itu, yang dikenal dengan istilah “bhinneka tunggal ika”, berbeda-beda tetapi satu tujuan.

Berkaitan dengan satu tujuan di atas, gotong-royong yang dimaksud oleh Bung Karno adalah paham yang dinamis. Bahkan lebih dinamis daripada kekeluargaan. Sebuah gambaran atas kesatuan upaya bersama yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan cita-cita seluruh bangsa Indonesia. Lantas pertanyaannya, apakah bangsa ini masih memiliki kesadaran kolektif tersebut?

Pada konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, inilah titik pusat dari kompleksitas permasalahan yang menyandera Indonesia dewasa ini. Terutama korupsi, yang biasanya melibatkan kalangan elite politik dan pemerintahan, yang disebut “oknum”. Lalu siapakah oknum itu? Tidak lain adalah keberadaan tanpa identitas dan jatidiri. Bukan seluruh anak bangsa Indonesia yang nasibnya dipertaruhkan. Kita sebut saja, “sang penyandera”.

*) Penulis novel "Dunia Kecil; Panggung & Omong Kosong," Penerbit PUstaka puJAngga dan SastraNesia, 2007
http://sastra-indonesia.com/2019/08/indonesia-yang-tersandera/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita