13/10/17

AL-QUR’AN, SAINS-PUISI, MIMPI EINSTEIN

Sulaiman Djaya *
sulaimandjayaesai.wordpress.com

Esai singkat, yang sifatnya diaris ini, tentu saja, merupakan tafsir subjektif saya tentang waktu dan dalam keterkaitannya dengan dunia puitis dan sains, yang tentu juga dipandang secara subjektif, dan saya ingin memulainya dengan prosa-puitisnya Alan Lightman yang ia tuangkan dalam buku Mimpi-Mimpi Einstein-nya itu:

“Siapa yang lebih mujur di dunia dengan waktu yang gelisah ini? Mereka yang telah melihat masa depan dan menjalani kehidupan ini? Mereka yang melihat masa depan dan menunggu untuk menjalani kehidupan? Atau mereka yang menolak masa depan dan menjalani dua kehidupan? Di suatu dunia, waktu berjalan lingkaran. Orang-orang di dalamnya tak henti mengulang takdirnya tanpa perubahan sedikit pun. Di tempat lain, orang mencoba menangkap waktu, yang berwujud burung bulbul ke dalam guci. Di tempat lain tak ada lagi waktu, yang ada hanyalah peristiwa-peristiwa yang membeku” (Alan Lightman, Einstein’s Dreams)

Pertanyaannya adalah: Mungkinkah waktu didefinisikan? Jawabannya antara ya dan tidak. Para fisikawan, misalnya, menyatakan bahwa keberadaan waktu bersifat “relasional” dalam jagat ini, dan bila waktu dipahami atau dimengerti sebagai durasi, hal itu pun akan berbeda di setiap tempat, seperti waktu di bumi tidaklah sama dengan waktu di angkasa sana. Al-Qur’an yang suci menegaskan:

“Sesungguhnya sehari di sisi Tuhan-mu seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung” (Al-Haj ayat 47). “Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik menghadap kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima-puluh ribu tahun” (ibid).

Kita bisa bayangkan, berdasarkan penegasan Al-Qur’an yang suci itu, satu hari di suatu kawasan di angkasa sana, yang kita belum tahu di mana itu, sama dengan lima-puluh ribu tahun di bumi, di planet biru-hijau di mana kita hidup, berada, mengalami rasa-senang, kesedihan, jatuh cinta, putus-asa, atau marah. Sementara itu, di bumi sendiri, pengalaman dan pemahaman kita akan waktu tergantung pada aspek fisik dan psikis (bathin) kita. Misalnya, waktu terasa berjalan lambat (lama) ketika kita menderita dan terasa berjalan cepat ketika kita sedang mengalami kesenangan.

Penerimaan dan pengalaman kita tentang waktu, contohnya, tidak sama ketika kita sedang sakit dan ketika sedang bersama kekasih yang dirindu dan dicinta. Ada waktu mekanis yang sifatnya birokratis dan tak lebih sebuah alat ukur yang terbuat dari mesin, dan ada waktu psikis (bathin) yang dialami secara unik dan berbeda oleh masing-masing kita sesuai konteks dan pengalaman kita sendiri yang sifatnya subjektif dan individual.

Ada waktu yang dihitung dan ada waktu yang dilupakan dan dikenang. Kita tahu bahwa sehari-semalam adalah 24 jam secara mekanis, bahwa satu tahun adalah 12 bulan berdasarkan kalkulasi almanak, tapi ada waktu yang “di-ingat” dan “dikenang” oleh kita, meski hal itu kita sebut masa silam atau ingatan. Waktu seperti inilah yang ada dalam musik, dalam nada-nada, dalam roman, atau dalam gubahan-gubahan sajak, yang senantiasa dibaca dan dibaca lagi, meski digubah dan ditulis di masa-masa yang lampau.

Dalam arti ini, waktu bukanlah sesuatu yang dihitung secara mekanik dan matematik, tetapi yang tetap dan tidak bergerak ke mana-mana. Sebab yang bergerak secara bergiliran hanyalah rotasi siang-malam dan putaran jarum-jarum jam dan hitungan angka-angka di saat waktu itu sendiri adalah “diam”.

Dalam fiksi-fiksi sains, contohnya, semisal yang ditulis oleh H.G. Wells dan Jules Verne, diceritakan dan digambarkan bagaimana seorang insinyur dan ilmuwan membuat dan menciptakan “mesin waktu” yang akan membuat kita si pengguna dan pengendaranya bisa kembali ke masa silam sekaligus bisa ke masa depan –membelakangi sekaligus mendahului waktu yang pergi dan datang, agar kita bisa memperbaiki kesalahan dan kekeliruan di masa silam sekaligus sanggup “mendahului” waktu yang akan datang.

Tentu saja hal itu merupakan sebuah alegori ketika manusia ingin “menekuk” dan “melipat” waktu, sekaligus ingin menjadi “penguasa” masa silam dan masa depan. Ingin menjadi makhluk super cerdas yang sanggup melawan hukum fisika atau “takdir kosmik” yang menjadi “hukum pasti” yang tak bisa “dibengkokkan” dan “dirubah” oleh kita.

Tentang waktu yang ingin ditaklukkan oleh H.G. Wells dan Jules Verne itu, Alfred Lord Tennyson pun berdendang:
“Kuarungi masa depan, sejauh mata manusia memandang, melihat visi dunia, dan segala keajaiban yang mungkin terjadi”, yang mengingatkan kita kepada anekdot sains yang dikutip oleh Lawrence M. Krauss dalam Fisika Star Trek-nya:

“Suatu ketika hiduplah seorang wanita bernama Bright –dan ia berkelana melampaui kecepatan cahaya. Suatu hari ia berangkat, dengan kecepatan relatif terhadap waktu, dan kembali pada malam sebelum keberangkatan”, atau sebagaimana yang ditulis oleh Alan Lightman dalam Mimpi-Mimpi Einstein-nya bahwa mereka yang hidup di gunung-gunung lebih awet muda dan tidak cepat menua ketimbang yang hidup di kota-kota. Di lembar-lembar Mimpi-Mimpi Einstein-nya itu, Alan Lightman pun menulis:

“Andaikan manusia hidup selamanya. Secara unik, warga di tiap kota terbagi menjadi dua: Kelompok Belakangan dan Kelompok Sekarang. Kelompok Belakangan bersikukuh untuk tidak perlu buru-buru kuliah di universitas, belajar bahasa asing, membaca karya Voltaire atau Newton, meniti karir, jatuh cinta, berkeluarga. Untuk semua itu, waktu tak terbatas. Kelompok Belakangan dapat dijumpai di setiap toko atau di setiap jalanan, mereka berjalan santai dengan busana longgar.

Kelompok Sekarang beranggapan bahwa dengan kehidupan yang abadi mereka bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan. Ada tumpukan karir yang jumlahnya tak terhingga, menikah dalam kali kesekian yang tak terbayangkan, dan pandangan politik terus berganti. Mereka secara teratur membaca buku-buku terbaru, belajar tata cara perdagangan baru, bahasa-bahasa baru. Demi mencucup sari madu kehidupan yang tak terbatas itu, Kelompok Sekarang bangun lebih pagi dan tak pernah bergerak lamban….

Seandainya waktu berwujud burung bulbul. Waktu berdetak, bergerak, dan melompat bersama burung-burung itu – yang bergerak cepat, sangat gesit, dan sulit ditangkap. Tiap lelaki dan perempuan mendambakan seekor burung, karena dengan mengurung seekor burung bulbul dalam guci maka waktu berhenti dan membeku bagi orang-orang yang menangkapnya. Anak-anak, yang cukup gesit untuk menangkap burung, tidak tertarik menghentikan waktu. Bagi mereka, waktu bergerak terlalu lambat.

Mereka selalu terburu-buru dari satu kejadian ke kejadian lain, tak sabar menanti hari ulangtahun dan tahun baru, tak sabar menunggu lebih lama lagi. Kelompok tua mati-matian menginginkan waktu berhenti, tetapi mereka terlalu renta dan lamban untuk menangkap burung apapun. Bagi mereka, waktu berlalu demikian cepat. Mereka berhasrat menahan satu menit saja, untuk minum teh saat sarapan pagi, atau membantu seorang cucu yang kesulitan melepaskan seragamnya, atau menatap pemandangan senja saat matahari di musim dingin memantul dari hamparan salju dan menerangi ruangan musik dengan cahayanya….

Dunia tanpa ingatan adalah dunia saat ini. Masa silam hanya ada dalam buku-buku, dokumen-dokumen. Untuk mengenali diri sendiri, setiap orang membawa Buku Riwayat Hidup yang penuh dengan sejarah masing-masing. Dengan membaca buku itu tiap hari, ia mencari tahu kembali identitas orangtua mereka, apakah dirinya berasal dari golongan atas atau bawah, apakah prestasinya di sekolah memuaskan atau memprihatinkan, apakah ia telah mencapai sesuatu dalam hidupnya.

Di satu kafe di bawah rimbun pohon di Brunngasshalde, terdengar jerit pilu seorang lelaki yang baru saja membaca bahwa ia pernah membunuh orang, desah seorang perempuan yang menemukan dirinya pernah dipacari seorang pangeran, teriakan bangga seorang perempuan yang menyadari dirinya pernah menerima penghargaan tertinggi dari universitasnya 10 tahun lalu. Seiring waktu, Buku Riwayat Hidup itu menjadi demikian tebal sehingga tak mungkin lagi dibaca seluruhnya. Lalu, muncullah pilihan….

Para lanjut usia memilih membaca halaman awal agar dapat mengenali diri mereka dalam kemudaan. Beberapa orang memutuskan untuk sama sekali berhenti membaca. Mereka meninggalkan masa lalu. Apapun yang terjadi di hari kemarin, kaya atau miskin, terpelajar atau bodoh, congkak atau rendah hati, pernah kasmaran atau patah hati, tak lebih dari angin lembut yang menari-narikan rambut mereka. Merekalah orang-orang yang menatap tajam pada mata kita dan menggenggam tangan kita erat-erat. Merekalah orang-orang yang melepas kemudaan dengan langkah tanpa beban. Merekalah orang-orang yang telah belajar untuk hidup di dunia tanpa ingatan”.

Singkatnya, waktu adalah juga imajinasi. Dan salah-seorang fisikawan yang dikenal memiliki imajinasi yang kuat itu adalah Albert Einstein, hingga Lawrence M. Krauss, sang penulis Fisika Star Trek itu pernah berseloroh: “Sama seperti para pengarang, ia tak berbekal apa pun selain imajinasi”. Dalam hal inilah, sains dan sastra, sebagai contohnya, sama-sama dimungkinkan oleh rahim yang sama, yaitu imajinasi. Dan memang, Einstein pernah terus-terang berujar, “Imajinasi itu lebih penting ketimbang ilmu pengetahuan. Imu pengetahuan itu terbatas, sedangkan imajinasi mengelilingi dunia”.

*) Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2015). Tulisan ini pernah dipublikasi Radar Banten, 31 Oktober 2015 dengan judul “Sains dan Puisi”.
https://sulaimandjayaesai.wordpress.com/2016/07/01/al-quran-sains-puisi-mimpi-einstein/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita