Dari Notes Belajar Seorang Awam: [Catatan Untuk Aguk Irawan Mn]
JJ. Kusni
http://sanggarbebas.blogspot.com
Dalam artikel yang sangat menarik berjudul "Menuju Kebudayaan Baru Itu Meniru Barat" yang diturunkan oleh Harian Sinar Harapan, Jakarta, pada tanggal 17 Juli 2004, Aguk Irawan antara lain menulis:
"Di saat gelombang perdebatan Manikebu Vs Lekra bertemu di puncak yang sangat sengit (1950-1965), Mesir juga mengalami persengketaan yang meluap dan tak kalah sengitnya. Permasalahannya juga tak jauh berbeda, yaitu dalam hal dan cita-cita ”mewujudkan kebudayaan baru” persoalan itu digiring melalui konsepsi ”bahasa dan sastra Arab”. Pelaku perdebatan adalah para eksponen modernisasi dan eksponen tradisionalisasi.Dalam perdebatan tersebut, ada satu nama yang sangat penting".
Artikel Aguk yang berharga sebagai pembanding dalam usaha menarik pelajaran dari negeri lain dan juga dalam usaha menyidik hukum umum dari peristiwa sejarah, telah mengangkat beberapa soal serius, antara lain apakah kebudayaan modern dan tradisional, risiko apa yang dihadapi oleh seorang pembidas, dan kemudian inti masalah dalam debat budaya antara Lekra [Lembaga Kebudayaan Rakyat] dan seniman-budayawan yang mencetuskan Manifes Kebudayaan yang oleh Pramoedya A. Toer ketika menjadi pengasuh ruang kebudayaan Lentera, Harian Bintang Timur, Jakarta disingkat dengan Manikebu -- istilah ironis yang sekalipun sudah menjadi umum digunakan tapi saya sendiri enggan menggunakannya. Mengapa? Karena ironisme dan sinisme tidak hakiki dan tidak membantu dalam menjawab masalah. Saya lebih suka jika dalam perdebatan kita memasuki dan membahas masalahnya dengan tenang tanpa sinisme dan ironisme. Saya tidak pernah menemukan irionisme, sinisme, apalagi gunjing dan maki-maki bisa memecahkan masalah kecuali menghilangkan ketenangan dan membangkitkan kekalapan. Penggunaan ironisme dan sinisme, apalagi gunjing dan maki-maki bagi saya hanya memperlihatkan taraf budaya dan kemanusiaan para peserta yang disebut "debat". Debat ide dengan cara ini akan merosot menjadi yang disebut oleh orang Jawa sebagai "eyel-eyelan" setingkat dengan "pokrol bambu", tanpa hasil apapun selain memarakkan kedengkian.Dan barangkali tidak bisa digolongan pada kategori debat ide.
Dalam hal ini sungguh menarik mengingat dan mencatat praktek debat tentang "gerakan aksi sepihak" antara Harian Rakjat dan Harian Merdeka, kedua-duanya terbit di Jakarta, yang saya nilai sangat sehat dan tenang sekalipun memperlihatkan perbedaan tajam dalam pendirian, sikap dan pandangan. Adanya debat ide antara kedua harian nasional penting ini dulu di samping adanya cara-cara debat emosional, menunjukkan bahwa kaum terdidik Indonesia itu terdiri dari paling tidak dua kategori: yang bisa berdebat ide dan yang sulit melakukannya. Sikap yang mau menang sendiri, pada galibnya tidak berbeda dengan ujud otoritarianisme di bidang pemikiran dan mentalitas.
Dari tiga permasalahan-permasalahan utama yang diangkat oleh Aguk Irawan Mn melalui artikelnya di atas, saya mendapatkan tambahan contoh lagi, bahwa kehidupan seorang pembidas, sekalipun sebatas ide, menanggung banyak risiko, termasuk diusir dari tanahair sendiri, dienyahkan dari tempat kerja dan dikucilkan, tanpa berarti bahwa ide-idenya salah. Keadaan ini bagi saya tidak lain dari memperlihatkan taraf kemampuan suatu masyarakat untuk mengkhayati, melaksanakan dan mengelola kehidupan masyarakat yang selalu majemuk dan tidak pernah monolit.
Sedangkan terhadap masalah tradisi dan modernitas, saya tidak mempertentangkan keduanya karena antara keduanya ada saling hubungan tak terelakkan. Dalam hal ini saya membedakan antara tradisi dan kekolotan atau konservatisme. Tradisi secara arti tidak identik dengan kolot. Kolot menolak perobahan, sedangkan tradisi selain berarti "adat kebiasaan turun-menurun[dari nenek moyang] yang masih dijalankan di masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang baik dan benar" [lihat:"Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan dan Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hlm.959], tradisi juga bisa berarti "sebagai sesuatu hal baru tapi dijadikan sebagai kegiatan yang secara teratur dilaku ulang". Misalnya FĂȘte de la Musique [Pesta Musik] yang diadakan atas prakarsa menteri kebudayaan Perancis, Jack Lang pada masa kekuasaan Presiden Mitterrand di Perancis. Sampai sekarang Pesta Musik, ide yang tanggap aspirasi oleh rakyat Perancis telah dijadikan tradisi baru.
Kalau tradisionalitas dan modernitas dilihat dari segi kurun waktu, maka tautan keduanya akan makin jelas dan tak perlu dipertentangkan.Keduanya merupakan jawaban generasi secara budaya atas permasalahan zaman yang berbeda. Modernitas sejati tidak mungkin lahir dan berakar jika meninggalkan tradisi. Dalam artian ini modernitas membentuk dan mengembangkan diri atas dasar tradisi.Dan tidak semua nilai tradisional [sebagai kata sifat] menjadi kadaluwarsa total. Hal ini kian aktual bagi Indonesia sebagai negeri dan bangsa.
Mengenai debat Lekra-Manikebu, yang oleh Aguk Irawan Mn dikatakan bermula pada tahun 1950, saya kira secara data, Aguk melakukan kekeliruan. Manikebu tidak ada pada tahun 1950. Ia diumumkan pada tahun 1963 setelah gagalnya Muyarawah Teater Nasional Indonesia di pendapa ASDRAFI [Akademi Seni Drama Dan Film Indonesia] Yogyakarta dan memanasnya situasi politik nasional pada waktu itu [Di sini saya tidak memasuki pertanyaan: Mengapa keadaan politik nasional memanas setelah Gerakan Aksi Sepihak, dan juga tidak memasuki masalah apa bagaimana gerakan aksi sepihak untuk melaksanakan perobahan agraria].Di sini yang ingin saya tunjukkan bahwa Aguk melakukan ankronisme sejarah. Kecuali itu jika Aguk Irawan Mn membandingkan Mukadimah Lekra dan isi Manifes Kebudayaan maka Aguk akan menemui inti debat sesungguhnya tidak terletak pada masalah modernitas dan tradisionalitas. Katakanlah Aguk benar. Lalu dalam konteks ini, siapa yang modern dan siapa yang tradisional? Karena itu saya kira, Aguk perlu menjelaskan pengertian modern dan tradisional sebagai konsepsi. Apakah Manikebuis itu modern dan Lekra itu tradisional? Jika Lekra itu tradisional bagaimana Aguk menjelaskan seluruh prinsip-prinsip Lekra seperti metode penciptaan 1:5:1, tiga pemaduan [pemaduan kreatifitas pimpinan, massa dan seniman], prinsip-prinsip Mukadimah Lekra, pandangan filsafat kebudayaan Lekra, fungsi dan peranan sastra-seni dan seluruh prinsip-prinsip Lekra yang lain? Dalam konteks sejarah pada waktu itu, memahami debat Lekra-Manikebu tidak bisa lepas dari pemahaman atas keadaan politik pada waktu itu baik secara nasional maupun internasional. Debat budaya dan politik Lekra-Manikebu jauh lebih luas dari yang disebut Aguk sebagai "Permasalahannya juga tak jauh berbeda, yaitu dalam hal dan cita-cita ”mewujudkan kebudayaan baru” persoalan itu digiring melalui konsepsi ”bahasa dan sastra Arab”. Pelaku perdebatan adalah para eksponen modernisasi dan eksponen tradisionalisasi."
Memahami debat Lekra-Manikebu hanya sebatas dan bermula dari permasalahan bahasa dan sastra, saya khawatir Aguk tidak memahami benar latarbelakang dan inti debat tersebut dan masih kurang cermat mengikuti dokumen-dokumen yang masih tersedia serta bisa didapat mulai dari yang anti dan yang sangat anti Lekra maupun yang mencoba obyektif. Menempatkan dan melihat masalah sebagaimana adanya, barangkali sekarang sangat diperlukan kalau kita masih merasa sejarah mempunyai makna. Karena itu saya menyatakan kesediaan diri untuk debat dengan mereka yang paling anti Lekra dengan syarat mampu atau paling tidak mencoba melihat masalah tanpa emosi. Sangat memalukan jika setelah tiga dasawarsa lebih kita masih saja tidak bisa duduk bersama di satu meja selagi sama-sama masih bernafas untuk berbicara tenang dan melihat masalah sebagaimana adanya. Berusaha melihat masalah sebagaimana adanya, saya kira hanya memberikan manfaat kepada anak bangsa dan negeri, terutama angkatan sekarang dan selanjutnya. Hanya memberikan kegunaan bagi eksistensi dan perkembangan bangsa dan negeri bernama Indonesia ini. Artikel Aguk di atas memperlihatkan keperluan angkatannya tentang kejelasan sejarah dan betapa perlunya belajar sejarah serta adanya sejarah obyektif.
Paris, Juli 2004.
----------------
JJ.Kusni
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold DamshÀuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar