27/03/13

Teori Sastra dan Rasisme

Donny Syofyan *
Harian Haluan, 24 Juni 2012

Sejak tahun 1970-an, ras dianggap sebagai konsep sosial, budaya dan politik yang sebagian besar didasarkan pada penampilan luar yang dangkal dan semu. Gagasan tentang ras ditanggapi secara emosional sehingga diskusi-diskusi objektif tentang signi­fikansi ras dalam kaitannya dengan isu-isu sosial menjadi sulit. Setidaknya, ada tiga teori sastra penting dalam upayanya mendefinisikan kembali istilah ‘ras’. Tulisan ini mencoba untuk mende­finisikan konsep terkini ten­tang ras di antara kebudayaan warga kulit hitam Amerika (African-American) dan gaga­san-gagasan ras lainnya yang telah terbentuk sepanjang konfigurasi teori-teori post­modernisme, feminisme dan postkolonialisme.

Postmodernisme adalah sebuah terma yang kompleks yang muncul sebagai bidang kajian sejak pertengahan 1980-an. Pada dasarnya, postmodernisme tidak mung­kin hadir dengan satu definisi tunggal, meskipun konsep ini dalam totalitasnya adalah gerakan dalam bidang seni, musik, sastra dan drama yang mencoba menolak ide-ide modern era Victoria. Gerakan ini memberi sumbangan mun­culnya kesadaran bahwa seni tidak memiliki makna tunggal dan membalikkan pelbagai masalah dengan batas-batas budaya dan bahasa yang terlepas dari makna seni, nilai dan kebenaran. Kini postmo­dernisme masih menjadi state of mind bagi kebanyakan orang di tengah keniscayaan era multi-budaya. Postmoder­nisme rasial mengarahkan perhatian kepada pemahaman tentang batas-batas kelas, gender dan ras. Upaya mema­hami rasisme secara serius mengharuskan orang untuk menghiraukan nasib ras ber­war­na kelas bawah, yang sebagian besar adalah kulit hitam. Bagi warga kulit hitam di Amerika, kondisi postmo­dern ditandai dengan kelanju­tan displacement dalam ling­kungan sosial dan keputu­sasaan.

Meningkatnya pembagian dan diferensiasi kelas telah menciptakan rasisme terha­dap kelas menengah kulit hitam hingga ke level terken­dalanya mobilitas sosial. Pada saat yang sama, ini juga membuat masyarakat hitam kelas bawah melakukan resistensi yang termanifestasi lewat kecanduan obat bius, penyalahgunaan alkohol, pem­bunuhan dan aksi bunuh diri. (Biddiss: 17). De-industri­alisasi melipatgandakan pen­deritaan kelas pekerja warga kulit hitam. Sayangnya, se­dikit sekali intelektual kulit hitam yang berbicara atau menulis tentang postmo­dernisme. Dalam bukunya The Post-Modern Condition , JF Loytard mengemukakan ku­rangnya pengakuan kehadiran warga kulit hitam oleh para teoritisi postmodernis dan perlawanan masyarakat kulit hitam terhadap hubungan nyata antara postmodernisme dan pengalaman mereka. (Loytard: 24). Dampak kese­luruhan dari kondisi postmo­dern adalah bahwa banyak kelompok etnis lainnya berba­gi keterasingan mendalam, keputusasaan, dan ketidak­pastian seperti warga kulit hitam. Terlepas dari kenyata­an bahwa masyarakat men­jadi lebih beragam, dunia kini menjadi lebih toleran terhadap kelompok budaya, agama dan ras yang berbeda dalam masyarakat.

Pada dekade 1960-an, feminisme mengklaim bersu­ara untuk semua kaum pe­rempuan dari berbagai ras, warna dan kelompok etnis. Teori feminis menginginkan reformasi sosial dan politik serta menyatukan perempuan guna mengubah posisi mereka dalam masyarakat. Sayang­nya gerakan ini sepenuhnya bukan gerakan politik dan sosial total karena gerakan terbukti mengucualikan ke­lompok-kelompok minoritas seperti perempuan kulit hi­tam, lesbian dan kelas peker­ja perempuan. Ini berdampak terjadinya penyempitan gera­kan dan teori feminisme men­jadi sekelompok kecil perem­puan elit kulit putih. Banyak pihak yang telah direkrut mendapati gerakan dan teori feminisme tidak responsif terhadap pengalaman hidup mereka. Perasaan tersebut menguat lantaran sekolah-sekolah tinggi yang mendidik perempuan kelas menengah kulit putih mendominasi isu perempuan, tanggapan, metode dan cara berbicara yang dikla­si­fikasikan sebagai “feminis­me” tanpa menggambarkan pengalaman perempuan-pe­rem­puan non-kulit putih dari kelas bawah. (Tong 56). Ada kesadaran di kalangan kelas menengah feminis kulit putih bahwa kelompok-kelompok feminis tersebut perlu me­masukkan semua wanita. Kesadaran ini mendorong kelompok-kelompok feminis tersebut memasukkan perem­puan non kelas menengah dan non kulit putih ke dalam gerakan mereka.

Dalam perkembangan teori feminisme, satu hal penting yang tak bisa diabaikan adalah unsur universalimse palsu. Menurut Jane Flax, universalisasi semu adalah pembentukan generalisasi yang secara keliru menga­sumsikan dan tidak menandai ras, kelas, gender atau orien­tasi seksual dari kelompok yang sedang dibahas serta menerapkan seperangkat asumsi tentang suatu kelom­pok untuk semua anggota dalam kelompok itu (Flax: 21). Gelombang kedua feminisme pada tahun 1964 melarang diskriminasi lapangan kerja atas bias jenis kelamin, ras, agama dan asal usul. (Flax: 24). Sebuah gerakan pem­bebasan dibentuk dan disebut New Left yang memusatkan diri pada pembebasan wanita kulit hitam. Sebagai dampak dari gelombang kedua ini, teori feminis tidak lagi ber­konsentrasi kuat pada ras, kelas dan seksualitas tetapi lebih kepada pada penindasan perempuan atas dasar gender. Kesetaraan gender seharusnya menjadi pedoman bersama semua pihak untuk reformasi, dan tidak menjadi eksklusif untuk kelompok tertentu. Sayangnya, baik gelombang pertama dan gelombang kedua gagal menyatukan semua perempuan. Ini telah menye­babkan percekcokan yang tak bisa duperbaiki lagi antara ras, kelompok sosial dan kelas. Ini bisa menjadi penje­lasan bagi perkembangan teori feminsime hari ini.

Pada tahun 1990 muncul pergeseran sikap terhadap para penulis postkolonial, yang menjauhkan diri pengaruh Eropa (Barry: 193). Sastra postkolonial memotret berba­gai pengalaman dalam kon­teks masyarakat campuran yang mewakili kelompok-kelompok etnis yang berbeda (Ashcroft: 2). Pintu telah dibuka ketika sastra postk­lonialisme menyajikan dunia sebelumnya yang terabaikan tradisi Afrika semisal ber­dongeng. (Ashcroft: 8). Teori postkolonial, seperti panggung untuk teater, berguna sebagai panggung guna menyewa si aktor yang akan memainkan peran mereka. Tapi persoalan baru tetap muncul dan problematis, kecuali bagi orang yang dapat belajar untuk beradaptasi dalam konteks modern. Menimpakan kesalahan pada sindrom postkolonial pada penyakit negara-negara yang masih bergulat dengan dam­pak penjajahan tidak akan mengatasi masalah. Memutar ulang jam untuk mencegah kolonialisme jelas mustahil. Karenanya, negara-negara berkembang harus melihat setiap masalah dalam konteks modern (Saro-Wiwa: 89) Ma­sya­rakat harus terlebih dahulu memiliki pemahaman tertentu untuk situasi yang dihadapi.

Mengingat postko­lonialis­me dan eksposur terhadap budaya Barat telah menye­babkan banyak perubahan di masyarakat Afrika, orang didorong masuk ke dalam pengalaman baru yang tidak bisa mereka pahami lewat tradisi lama. Masyarakat Afrika harus melihat ke dalam untuk menemukan sisa-sisa koloni­alisme yang terus mem­baha­yakan mereka dan mene­mu­kan hal-hal menguntungkan di dunia baru itu. Hal memba­hayakan dari postkolonialis­me adalah sikap acuh tak acuh masyarakat terhadap situasi yang mereka hadapi. Orang lebih suka menyalahkan kelompok lain, termasuk kaum postkolonialis, atas masalah yang ditemui dan jarang mencoba mema­hami bahwa mereka perlu berbuat dan menolong diri sendiri. Secara kolektif, teori postmodernisme, feminis­me dan postkolo­nialisme telah menyumbang pada evolusi definisi “ras”. Teori-teori ini melampaui batas-batas etnis dan budaya dan membawa cara baru untuk mendekati musik, seni, sastra dan masyarakat. Koeksistensi dan kerjasama damai harus mulai dari apa yang menjadi akar budaya dan terletak jauh di dalam hati dan pikiran manusia. Ini lebih krusial di atas pendapat politik, keyakinan, apatisme atau simpati yang acap mengabaikan transendensi diri dan harmonisasi di dalam dan luar diri seseorang.

*) Donny Syofyan, Dosen Sastra Inggris FIB Unand

Dijumput dari: http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=16016:teori-sastra-dan-rasisme&catid=41:kultur&Itemid=193

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita