27/03/13

Spektrum Kebudayaan Massa

Hardi Hamzah *
Lampung Post, 2 Des 2012

Secara sosiologis, kebudayaan massa yang bisa saja berujung pada disoreientasi bangsa, merupakan fenomena normal dari masyarakat yang sedang menikmati kemerdekaan (baca: euforia reformasi).
Mengapa penulis menyebutnya euforia reformasi? Karena pada kenyataannya masyarakat kita tampaknya terus-menerus mengalami euforia itu, meskipun penulis tetap mempercayai hal ini sebagai suatu proses. Namun, biasanya, kalau kita menggunakan analisis sosiolog August Comte, bahwa masyarakat menemukan jati dirinya pada sepuluh tahun pertama pascapembebasan.

Nah, setelah kita terbebaskan lebih dari satu dasawarsa dari rezim otoriter Soeharto, anehnya belum ada identifikasi atau lebih tepatnya indikasi, bahwa kita telah mulai memasuki proses penemuan jati diri. Bahkan, ironinya, justru semakin lama semakin kita kehilangan jati diri, katakanlah semangat kebangsaan semakin tereduksi, kebersamaan, bahkan kita nyaris kehilangan kultur-kultur spesifik kita. Di Jawa Barat misalnya, ada lima ratus tradisi dan kebudayaan, kini justru tinggal kurang dari lima puluh.

Budaya lokal yang spektrumnya kita arahkan untuk merujuk pada dinamika filterisasi kebudayaan global, justru terjebak pada akulturasi kultural melalui teknologi, yang kemudian kita digilas oleh kebudayan global. Kita masih harus menggawangi kebudayaan di satu sisi. Di sisi lain jejaring sosial telah ?mengobok-obok? dan memelintir kebudayaan kita sendiri.

Maka, wajar apabila kegelisahan kita untuk kembali merekonstruksi kebudayaan di negeri semakin menguat. Kita misalnya, dituntut mengais ulang bentuk-bentuk kebudayan massa. Kebudayan massa yang semakin centang-peranang mengaktualisasikan dan atau lebih tepatnya memetamorfosis ke dalam aktivitas rekreatif yang sangat deviatif (menyimpang), setidaknya telah menjadi lakon keseharian kita.

Tonggak-tonggak kebudayan massa menelusuri naluri kaum remaja, kaum tua, dan seluruh penetrasinya kemudian muncul sebagai bagian dari gaya hidup yang menyimpang. Pitirim Sorokin, beberapa abad lampau memberi pelajaran yang menarik bagi kita, bahwa apabila masyarakat dalam proses perubahan, sepatutnya masyarakat tersebut mampu secara cepat mengidentifikasikan dirinya ke dalam suatu ?ideologi?; apakah itu beleave, singkritisme, tradisi yang kerap menyimpang dari semangat agama, atau apa pun juga haruslah dirujuk kepada semangat ideologi.

Di Indonesia agama ?sebagai ideologi?, seharusnya tidak menafikkan hal-hal yang disinggung oleh Pitirim Sorokin karena apabila agama jauh dari pakem-pakem beleave tradisi dan sejenisnya yang nota bene sudah lahir sebelum agama itu sendiri lahir, akan terjadi perbenturan nilai-nilai. Inilah yang disebut Umah Khayam, sebagai menafikkan tradisi demi penonjolan agama. Sementara, lanjut Umar Khayam, Indonesia sebagai bangsa yang pluralis dan telah mempunyai tradisi sebelum agama (Islam) terbesar lahir, justru merapatkan pilar-pilar tradisi. Dengan kata lain, Umar Khayam ingin mengatakan bahwa jangan dibenturkan antara tradisi dan agama agar tidak terjadi disorientasi di kalangan masyarakat, sehingga tidak terjadi kebudayaan massa yang tampil dalam bentuk hedonis.

Mochtar Lubis tampaknya membenarkan apa yang dikemukakan Khayam, ia mengklaim secara serius bahwa akibat perbenturan nilai itu terjadi kebudayaan massa yang juga tidak meng-Indonesia. Bahkan, dengan gamblang Mochtar Lubis mengatakan bangsa ini pemalas, bodoh, tidak mandiri, dan berbagai persoalan yang kini muncul di permukaan sebagai kebudayaan massa yang ekuivalen dengan keberantakan sosial.

Memang sulit membicarakan kebudayaan masa di Indonesia, terkadang kita harus memulainya dari mana? Kita sekarang berhadap-hadapan dengan akulturasi budaya yang tidak tertata. Berkali-kali penulis kerap mengatakan bahwa bangsa ini ?sudah bisa membawa mobil, tetapi belum bisa membuat mur.? Padahal, ketika Alvonso menemukan obat malaria, Indonesia menjadi bintang utama yang menyerap ide-ide keilmuan itu. Sementara dalam sisi lain, pesantren, katakanlah Gontor dan Tebu Ireng, telah membentuk kebudayaan massa dalam perubahan sosial sesuai dengan pakem agama dan tradisi. Artinya, bangsa ini sesunguhnya tidak boleh ditekuk-tekuk oleh kebudayaan massa yang hedonis karena beberapa ilmuan kita di Eropa dan kecepatan kita memperlakukan kekuatan untuk mengintegrasikan bangsa, setidaknya melalui Sukarno, Shahrir, dkk. jelas menunjukkan bahwa bangsa ini mampu.

Mengapa kemudian kebudayaan massa, kini semakin tidak terlihat wujudnya, bangsa ini berada pada ?ruas sembilu? yang segera menghujam generasi muda untuk mematahkan moralitas agama mereka. Ini akibat dari teknologi asing yang merampas kaum remaja tanpa reserve. Semuanya menjadi instan. Nation character building semakin bergeser ke arah yang tidak terarah. Ya, bangsa ini sedang kehilangan jati dirinya.

Kebudayaan massa sesungguhnya harus memadukan lima unsur penting dalam konteks Indonesia sehingga ia tidak terseret dalam kubangan modernisme semu. Kebudayaan massa yang patut lahir di Indonesia adalah reaktualisasi semangat kebangsaan di kalangan remaja, mereka sebagai generasi penerus telah tercabik-cabik oleh ?salah kaprah?-nya perilaku pemimpin bangsa ini. Bangsa ini, kemudian menjadi milik orang lain. Kebudayaan massa yang kita lihat dewasa ini merupakan akulturasi centang pranangnya jati diri ke-Indonesiaan versus gurita liberalisme, kapitalisme, bahkan mungkin juga fasisme. Lalu, bagaimanakah sebenarnya kebudayaan massa yang akan ditegakkan bangsa ini agar tidak terus-menerus ?celaka? dalam kubangan globalisasi.

Penulis melihat aktualisasi kebudayaan bangsa dalam konteks regenerasi, setidaknya dituntut untuk menghadirkan lima term-term penting. Pertama, sosialisasi budi pekerti dan perwatakan moralitas agama. Kedua, kepemimpinan yang membangun integritas internal. Ketiga, akulturasi budaya tidak dilihat sebagai glamoritas seksinya westernisasi. Keempat, harus disadari benar bahwa globalisasi dan reformasi identik dengan mengembalikan militer ke barak. Kelima, concerned kita terhadap ideologi Pancasila seyogianya dikaji ulang secara lebih serius.

*) Hardi Hamzah, Peneliti Madya Mahar Indonesia Foundation
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2012/12/spektrum-kebudayaan-massa.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita