11/07/12

Sastra Yang Berhulu pada Al-Quran *

Ilham Yusardi
http://padang-today.com/

Setiap malam ke-17 dalam bulan Ramadhan, kita, umat muslim dengan semarak memperingati Nuzul Al-Quran. Pada malam itu, sebagaimana yang telah diterangkan dalam sejarah turunnya Al-Quran, merupakan malam pertama bagi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT, dengan perantara Ruh Kudus, yaitu Malaikat Jibril.
Siapa diantara kita hari ini yang sanggup membayangkan seorang manusia biasa seperti Muhammad SAW bertemu dengan mahkluk gaib malaikat jibril? Muhammad yang waktu itu adalah manusia biasa sebagaimana kita, pun dibuat gemetar, hingga terbit peluh dingin beliau dan menderita demam tinggi.

Muhammad SAW mereima Wahyu pertama saat berusia empat puluh tahun. Pada masa itu, merupakan periode pertama bagi beliau untuk lebih banyak mengerjakan Tahannuts (bersunyi diri untuk bertafakkur). Pada bulan Ramadhan beliau membawa bekal lebih banyak dari biasanya. Pada malam ke-17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril membawa Wahyu untuk pertama kalinya dan menyuruh Muhammad SAW membacanya, Jibril berkata Iqra! (bacalah!) Muhammad yang ummi, (yang tidak bisa tulis baca) pun gemetaran. Dengan lugu dan jujurnya Muhammad menjawab, aku tidak dapat membaca. Beberapa kali Nabi direngkuh Malaikat Jibril, hingga Muhammad SAW gemetaran, hingga sesak nafas. Dan kembali Jibril mengatakan Iqra!, tapi nabi kembali menjawab dengan perkataan yang sama aku tidak dapat membaca hingga perbincangan demikan berulang hingga tiga kali. Dan akhirnya Muhammad SAW dengan rasional bertanya Apa yang kubaca?

Maka dalam peristiwa ini turunlah lima ayat yang terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 itu sebagai wahyu pertama Alquran. Yaitu: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (tulis baca). (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan awal bahwa kehidupan yang sedang berlangsung hanya dapat kita perlajari jika kita membaca seluruh ayat-ayat Allah yang tersurat dalam kitab-kitabnya (kauliah), maupun ayat-ayat alah yang tersirat dalam alam ini (kauniah).

Jangkauan Al-Quran sebagai tuntunan hidup Manusia di muka bumi sangat luas. Al-Quran adalah pedoman sekalian persoalan yang telah maupun yang belum dialami manusia. Al-Quran menjangkau seluruh aspek kehidupan. Tidak ada persoalan kehidupan manusia yang luput Allah mengaturnya. Termasuk persoalan yang ada di ruang kita atau hadapan kita ini, yaitu sastra. Berangkat dari inilah kita coba tarik benang merah persoalan sastra dalam kitab Al-Quran.

Bagaimana tuntunan Al-Quran dalam bersastra? Dan bagaimana kedudukan sastrawan dalam Al-Quran? Pertanyaan inilah yang coba kita urai disini.

Dengan keyakinan yang mantap dan penuh dapat penulis katakan bahwa sastra(wan) mempunyai tempat yang istimewa dalam Al-Quran. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya surat Asy Syu’araa yang terdiri dari 227 ayat. Dinamakan Asy Syu’araa karena (kata jamak dari Asy Syaa’ir yang berarti penyair) diambil dari kata Asy Syuaraa yang terdapat pada ayat 224. Secara detail dan khusus Allah SWT menyebutkan kedudukan penyair-penyair di tujuh ayat terakhir surat ini.

Sebelum ayat ini turun, dalam sejarah sastra Arab, kedudukan penyair sangatlah penting dan sangat terhormat dalam istana maupun dalam masyarakat. Penyair dihormati karena para penyair diyakini memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki orang banyak. Penyair dianggap berkemampuan supranatural (kegaiban), mereka mampu berkomunikasi dengan mahkluk gaib seperti jin. Penyair berkomunikasi dengan jin dengan merapalkan bermacam mantra sihir. Kemudian Penyair-penyair arab pra-Islam senang melakukan pengembaraan dari suatu tempat ke tempat lain untuk mencari nafkah kehidupan.

Mereka terbiasa bersikap munafik dengan sengaja menyanjung penguasa tempat-tempat atau istana yang mereka singgahi agar diberi sangu dan dilayani dengan istimewa oleh istana. Ketika kaum kafir menguasi Ka’bah, syair-syair mereka yang berisi puji-pujian pada penguasa, syair-syair yang dirapalkan dalam penyembahan pada berhala dipajang didinding Ka’bah. Sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian.

Para penyair-penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul-rasul sebelumya; mereka diikuti oleh orang-orang yang sesat dan mereka suka memutar balikkan lidah. Perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Selain itu Penyair penyair pada kala itu ditakuti oleh masyarakat karena mereka bisa berbuat jahat dengan perantara jin jahat (iblis).

Kondisi inilah dikisahkan dan dijelaskan Alquran surat Asy Syu’araa: (221) Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? (222) Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, (223) mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. (224) Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. (225) Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah. (226) dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?

Ketika Ayat ini turun dan disampaikan Muhammad SAW pada para Hafiz, seketika sebagian penyair pengikut Muhammad SAW, seperti Abdullah Ibnu Rawahah, menjadi dibuat patah arang dan ketakutan menyimak ayat tersebut. Abdullah Ibnu Rawahah saat itu berpikiran bahwa ayat tersebut telah menegaskan bahwa kegiatan bersyair dan menjadi penyair dilarang dalam agama Islam. Bersegaralah Ia menemui Rasul, dan menanyakan perihal ayat tersebut.

Maka, dengan tersenyum Nabi Muhammad SAW menjelaskan dengan membaca ayat terakhir (ke-227) dalam surat tersebut, yang mengatakan: (227) kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Maka, menjadi jelaslah persoalan itu dan lepaslah ketakutan Abdullah Ibnu Rawahah. Sejak itu tanpa ragu makin semangat Ia membuat syair yang bertendensi dakwah, ajakan berbuat baik, memompa semangat juang para Mujahidin dalam berperang, maupun syair-syair yang mengagungan Allah SWT.

Tugas Sastrawan Muslim Sebagai Kalifatullah

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai Kalifatullah di muka Bumi. Menjadi kalifah yang dimaksud adalah sebagai wakil Tuhan, yang mencermin kualitas ke-illahi-an manusia di muka bumi. Seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakan manusia tersebut dapatlah diatarik ketegasan perihal tugas para sastrawan dalam kehidupan ini, yaitu berdakwah.

Berdakwah tidak pula diartikan dalam pengertian yang sempit, mungkin pengertian dakwah yang tersedia dalam keseharian kita adalah menyampaikan pengajaran dalam mesjid, pemberi ceramah saat pengajian saja. Namun sesunguhnya, pengertian dakwah dapat dijabarkan dalam pengertian yang luas dan luwes.

Dakwah sebagai tabligh. Tabligh artinya menyampaikan, Materi dakwah bisa berupa keterangan, informasi, ajaran, seruan atau gagasan. Kemudian dakwah berarti mengajak, Ada dua bentuk visi ajakan, yaitu: makro dan mikro. visi makro cukup jelas yaitu mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan visi mikro bisa dicontohkan dengan sifat dan sikap yang kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya dakwah sebagai pekerjaan menanam. Berdakwah juga mengandung arti mendidik manusia agar mereka bertingkahlaku sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Mendidik adalah pekerjaan menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa manusia. Nilai-nilai yang ditanam dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kasih sayang, rendah hati dan nilai-akhlak mulia lainnya. Layaknya pekerjaan menanam, benihnya harus unggul, tanahnya harus subur, disiram dan dijauhkan dari hama serta butuh waktu lama hingga benih itu tumbuh berkembang menjadi rumput hijau yang indah atau menjadi pohon tinggi yang rindang dan berbuah. Begitu pula hendaknya dalam karya sastra yang kita tulis dan kita tanam, semestinya haruslah karya yang bermutu, yang membawa pencerahan bagi kehidupam masyarakat.

Kita mengetahui bahwa sesunguhnya tugas berdakwah merupakan tugas seluruh umat muslim, tanpa kecuali. Tentu saja dakwah yang dilakukan sesuai kemampuan dan bidang masing-masing. Dalam pengertian ini, dapat pula kita telusuri bagaimana dakwah yang dapat dilakukan oleh sastrawan?

Menggeluti bidang sastra merupakan bidang yang unik. Menjadi penulis sastra adalah sebuah jalan untuk berdakwah dengan cara yang menyenangkan. Kita tahu tidak semua orang mempunyai kemampuan mencipta karya sastra yang baik. Kemampuan pribadi seorang penulis sastra meliputi kemampuan mencerna berbagai ilmu pengetahuan, pendalaman dan pemahaman akan kompleksitas kehidupan manusia dengan akal dan perasaannya. Kemudian sastrawan dengan kreatifitasnya menciptakan sebuah dunia lain yang sudah diproses dalam inajinasi. Jadi kemampuan ini adalah kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang sastrawan. Dengan Kepandaian berbahasa ia tuangkan imajinasinya tersebut untuk dapat dibaca dan dihikmati oleh khalayak.

Lalu karya sastra yang bagaimanakah yang bisa dikatakan karya sastra yang bertujuan dakwah? Sekali lagi penulis tegaskan, kata dakwah itu bukanlah kata yang memiliki arti yang sempit. Karya sastra yang bisa menyentuh menggerakkan hati manusia tanpa pandang agama, suku, dan ras adalah karya yang berdakwah. Islam bukanlah agama hanya untuk sekelompok ras saja. Islam adalah agama Rahmat Semesta Alam. Jadi seorang sastrawan muslim semestinya mampu menghadirkan karya yang menampilkan wajah kebenaran yang illahiah, kebenaran yang universal. Dalam pengertian ini, tugas sastrawan dengan karya sastranya tak lain adalah bertanggung jawab terhadap perbaikan kualitas kehidupan umat manusia.

Perjuangan sastrawan adalah perjuangan kata-kata dan perjuangan sikap. Menyusun kata-kata dalam tulisan saja tidaklah cukup. Misal, kita terkadang begitu sibuknya kita menyusun kata-kata terbaik dalam sebuah sajak, kita terkadang sengaja berumit-rumit dengan kata-kata, sehingga tanpa kita sadari kita terperangkap sendiri dalam labirin kata-kata itu sendiri.

Kita menganggap keraguan kita adalah modal untuk mencapai sebuah kebenaran. Namun sayang, keraguan kita sering menjadi keraguan yang permanen karena keraguan itu selalu kita abaikan. Tidak pernah kita tuntaskan sebagi sebuah keyakinan personal (ideologi). Keraguan kita sering tidak berakhir pada keyakinan, yaitu iman. Sebagai seorang muslim, para sastrawan muslim harus mampu mengaktualisasikan apa yang ditulisnya.

Sehingga ia tidak termasuk pada golongan penyair (baca: sastrawan) munafik, lagi pendusta; penyair yang tidak berpendirian; penyair yang sekedar mencari sensasi dengan mempertontonkan permainan kata-kata.

Sebuah kisah di akhir pembahasan ini: Pada suatu hari, Rasulullah Muhammad SAW sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba datanglah Abdullah Ibnu Rawahah hendak menuturkan syairnya. Maka sebelum syair dibacakan, Rasulullah bertanya pada Abdullah Ibnu Rawahah, Apa yang Anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair? Maka, menjawablah Sang penyair Abdullah ibnu Rawahah, Hamba renungkan dulu, kemudian baru Hamba ucapkan. Maka dengan senang hati Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat mendengarkan ia bersyair.

*) Makalah ini disampaikan pada orasi budaya Malam Tadarus Puisi Sastra Indonesia Unand, 11 September 2009.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita