24/12/11

Sastra di Bawah Pemosisian Wacana

Arif Hidayat *
http://www.lampungpost.com/

Sastra adalah wacana yang menampilkan realitas—sekaligus realitas itu sendiri—, tapi sastra juga berada di bawah pemosisian wacana, sebagaimana yang pernah dibicarakan Pierre Bourdieu dalam membaca sastra secara sosiologis, yang dilakukan di Prancis, untuk melihat relasi sastra dan posisinya dalam arena kultural.

MENURUT Bourdieu, ada arena wacana yang membuat karya sastra diterima suatu masyarakat dan ditolak, menjadi dikenang dan dilupakan. Kita bisa melihat fenomena itu di Indonesia dengan membandingkan antara masa Orde Baru dan pascareformasi (sekarang).

Orde Baru

Dalam Orde Baru ada ketidaklangsungan ekspresi yang disusun secara ketet (terutama dengan gaya lirik) dimaksudkan sebagai upaya menyinggung secara halus sekaligus simbolis. Maka, jangan heran juga jika teks-teks sastra yang menjadi pembelajaran di sekolah adalah teks-teks yang bernuansakan nasonalisme, yang tidak mengkritik pemerintahan. Misal, sajak Aku karya Chairil Anwar, yang sajak tersebut dianggap sebagai teks yang membawa semangat kemerdekaan, yang menjadikan rasa nasionalisme dan jiwa kebangsaan akan selalu terkenang pada tahun 1945.

Sajak Tiga Karangan Bunga karya Taufiq Ismail yang mengingatkan pada Pahlawan Ampera, yang memberikan dukungan kepada Orde Baru. Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, yang di situ ada tokoh Rasus yang lebih memilih menjadi tentara daripada mencintai kampung halaman dan Srintil, padahal Srintil sangat dicintai sejak kecil. Di situ Rasus menjadi sangat dihormati dan dikagumi oleh orang Dukuh Paruk. Kita bisa melihat arena pembelajaran berdasarkan rezim kekuasaan, sehingga yang dikenal oleh masyarakat, terutama generasi muda, hanyalah teks-teks itu-itu saja. Dalam pembelajaran, sastra berada dalam pemosisian wacana oleh pemerintah.

Hanya pola pendidikan tradisional yang menekankan pembelajaran pada pengulangan masa lalu untuk hadir di masa sekarang, jadi dalam pola pendidikan yang “lebih modern” dengan melakukan identifikasi pada kesadaran praktis dari peserta didik dimaksudkan agar interkasi pembelajaran sastra (antara stimulus dan respons) tidak terhambat. Sastra sebagai bagian dari dunia sosial senantiasa terbuka bagi perubahan yang tidak hanya merekonstruksi masa lalu saja. Sastra adalah jaminan konsep yang dinarasikan secara kompleks sehingga membentuk wacana, sebab itu pembelajarannya pun harus kontekstual dalam ruang yang serba dilematis.

Padahal, “ruang pembelajaran sastra setiap waktu selalu mengalami perubahan, tergantung pada operasional pembelajaran untuk memberlangsungkan komunikasi dengan siswa” begitulah ungkap Faruk H.T. ketika mendiskusikan Kebudayaan, Manusia dan Media di Wisma Seni Taman Budaya, Solo. Maka, bukan dalam pembelajaran bukanlah mengulang-ngulang, melainkan sastra yang membentuk dialektika sebagai bagian dari komunikasi untuk memicu respons antara guru dan siswa, sehingga melahirkan inovasi-inovasi.

Pasca-Reformasi

Dalam pascareformasi, pembelajaran sastra yang seharusnya sudah disesuaikan dengan perkembangan saat ini, justru aplikasinya masih sama seperti dulu. Kurikulum pendidikan memang sudah berganti dari yang mulanya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seharusnya model pembelajaran sekarang yang disesuaikan dengan tingkat satuan pendidikan agar lebih kontekstual—dengan berupaya untuk melakukan pengembangan diri—, ternyata implementasinya masih berjalan dengan tertatih-tatih. Makinlah miris kita dengan arena kultur pendidikan yang tolok ukurnya ditentukan secara kuantitatif, tidak mengarahkan pada intisari untuk memahami model sosiologis masyarakat di sekitarnya secara eksplisit untuk mengenali karya-karya yang ada. Maka, kebayakan komentar dari peserta didik yang muncul bahwa sastra hanya sebagai bumbu pelengkap dari pengajaran bahasa karena yang diajarkan itu-itu saja. Bahkan, di beberapa SMK, pengajaran sastra telah diganti dengan pengajaran menulis indah, yang secara esensial telah mengubah paradigma sastra.

Teks-teks sastra yang diajarkan masih tidak jauh beda dengan di masa Orde Baru. Kalaupun ada yang sedikir memasukan nama seperti Seno Gumira Aji Darma dan Agus Noor, misalnya, dianggap karyanya terlalu sulit dan kurang dipahami oleh peserta didik. Ini sebenarnya bukan teksnya yang sulit, tapi bagaimana guru melakukan bimbingan dan arahan karena dalam KTSP, guru menjadi fasilitator.

Teks-teks pascareformasi sebenarnya jauh lebih ideologis dan pluralis. Dalam perkembangan kini, mereka sebagai produktor ideologi dengan adanya wacana yang dapat diterima sebagai kebenaran. Ini menggambarkan bahwa dunia teks memapankan makna, sekaligus memunculkan makna lain atas mekanisme pemahaman pembaca melalui konstruksi bahasa sebagai pijakan untuk memaknai. Dalam hal ini, puisi menata tanda melalui tatanan kultural secara selektif dengan nilai yang merefleksikan realitas, tentunya dengan proporsi membangkitkan keharuan kepada pembaca berdasarkan citra bahasa yang dapat membangkitkan emosi seperti keharuan, keterkesanan, simpati dan ketergugahan jiwa.

Dalam teks-teks tersebut ada bahasa yang tidak netral dengan pengetahuan yang terus berkembang. Ada wacana bergerak secara sugestif dalam diri subjek-pembaca. Betapa kehalusan bahasa menciptakan keramahan, keharmonisan, dan kebersatuan—itulah yang terjadi ketika puisi masih menjadi bagian dari sepasang kekasih, juga untuk permintaan maaf melalui pesan singkat di Lebaran. Betapa keindahan bahasa yang polisemik menjadi pemersatu atas daya apresiasi dan interpretasi makna yang mengharukan bagi yang membaca.

Yang seharusnya dilakukan dalam arena kultur pendidikan adalah mengarahkan kembali sensibilitas peserta didik untuk mencipta dan mengapresiasi di tengah pengaruh media agar seluruh indra tergerak, melalui audio-visual. Perlu juga ada pertarungan intuisi dalam ruang sastra. Dalam kaitan ini, bukan berarti kita menolak pembelajaran yang telah tertera di dalam kurikulum, melainkan agar kita bisa seimbang membelajarkan sastra antara teks sastra yang menandai setiap sejarah dengan dibandingankan dengan masa kini. Dengan cara itulah, teks-teks dapat dipahami dengan baik dan tidak luntur sebagai nilai. Pemosisian sastra dalam arena kultural juga tidak didominasi oleh salah satu pihak. Di sinilah, karya sastra akan mendapatkan ruang yang lebih terbuka dan beragam dengan diciptakan memuat nilai-nilai lokal yang luhur. Dan, jangan menyalahkan siswa masa sekarang, ketika mereka tidak lagi mengenal substansi dari karya sastra mutakhir, justru hanya mengangung-agungkan yang tercatat oleh sejarah semata.

Maka dari itu, kita harus memandang sastra dalam arena kultur yang lain, dalam iringan media dan persepsi masyarakat menjalin hubungan secara komunikatif dan inovatif. Kita harus memberanikan diri untuk menciptakan inovasi-inovasi pengajaran sastra, dengan melihat pengarang-pengarang lokal sebagai cara untuk mengembangkan potensi. Inovasi pengajaran sastra harus mengacu pada ruang literer dan perkembangan sosiologis, sehingga melatih sensibilitas peserta didik. Cara ini akan memberikan “pembebasan” karena akan ada penemuan yang humanis melalui kesadaran praktis yang dimiliki oleh peserta didik dalam mencermati karya sastra.

_______________11 December 2011
Arif Hidayat, Mahasiswa Pascasarjana Kajian Budaya UNS Solo

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita