Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/
Apa yang membuat Gunawan Maryanto (Penulis dari teater Garasi Yogyakarta) dan Henri Nurcahyo (Esais Surabaya) kesemsem dengan penampilan Teater Tirto Agung? Selama terselenggaranya Dana Hiba Teater Kompetitif 2-6 Januari 2011 di gedung PSBR yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jombang, dua pegiat seni di atas didapuk menjadi juri. Tentu minim untuk disangkal soal keakuratannya dalam menilai sebuah akting pementasan. Saya yakin. Gunawan Maryanto dan Henri Nurcahyo adalah orang yang tengik di bidang perteateran. Tentu sudah mendaur matang dari berbagai cara pandang sebelum memutuskan siapa yang menang dalam kempetisi awal tahun 2011 lalu.
Pada kategori mahasiswa dan umum, yang ditentukan dalam satu paket kemenangan, dewan juri menetapkan teater yang berjuluk Padepokan Tirto Agung sebagai juara satu. Berbeda dengan peteater lain dalam kompetisi lalu, Padepokan Tirto Agung (PTA) yang dipimpin Eko Kriwil, menyuguhkan konsep akulturasi antara teater modern dengan teater tradisi (dalam hal ini ludruk). Sepintas, seolah menonton ludruk. Husiknya pun berbada.Menurut Heru, pengendali musik dalam PTA, sengaja mengaransemen musik yang berbeda dengan musik melo sinetron.
PTA didirikan pada 7 Juni 2007 oleh tiga aktor beken Eko, Haris dan Rudi. Kegigihan mereka telah membuahkan hasil dengan memboyong 2 kali berturut turut festival teater se-kecamatan Mojoagung sebagai juara I. Selain itu, untuk mematangkan komunitasnya, Eko Kriwil mencari terobosan dengan bergabung Lawak Srimulat dan sering tayang di JTV Surabaya.
Dalam usia tiga tahun lebih, komunitas ini sudah menunjukkan ketangguhannya. Mereka tidak pesimis. Termasuk yang mendukung kekuatan PTA sebagai bayi sesar yang lahir dari ketidakbersenyawaan dengan konsep perteateran yang digabungi sebelumnya adalah menejemen program komuntasnya kedepan. PTA ini membagi rutinitas kegiatannya menjadi 4 devisi, yakni musik, tari, teater dan kepenulisan. Mereka berprinsip bahwa hal kecil yang termenejemen, akan mengalahkan hal besar yang tanpa dimenejemen.
PTA yang terjadwal pentas tanggal 5 Januari jam 15:30, mengangkat lakon’ Sabdo Dadi’. Sutradara Haris Sutikno sengaja menghadirkan nuansa tradisi. Sehingga selama pementasan yang berdurasi 96 menit itu, full dengan bahasa nJombangan.
Panggung mulai jadi sorotan mata pengunjung setelah rekanita Yuni Anitasari menghentakkan kakinya sembari menyabetkan liak liuk selendang merah, dengan dandanan ala lelaki ksatria, sedang memainkan tari remo. Berikutnya penonton dibuat garr.. gerr.. oleh dagelan Cak Eko dan Cak Ganda.
Adalah adegan yang tak bisa dipisah dalam kehidupan masyarakat Jawa Timur. Yakni menjalani hidup dengan diselingi lelucon. Asumsinya agar tidak terlalu sepaneng, tegang dan stress dalam mengatasi peroblematika hidup yang teramat gigantik ini. Tradisi lelucon di Jawa Timur sudah berkembang sejak tahun 760 M. Dimana raja Gajayana Kanyuruhan (Malang) adalah seorang seniman yang meninggalkan teori lelucon dengan membangun candi Badhut (S. Wojowasito 1984). Tradisi guyonan / ludrukan itu langgeng terus dan sempat terekam dalam penelitiannya Saripan Hadi Hutomo yang menemukan rumus kata
‘Javananch Nederduiticch Woordenboek’karya Genke dan T. Roorda (1847), ludrukan atau guyonan artinya Grappermaker. Begitu juga WJS. Poerwadarminta dalam bukunya BPE Sastra (1930).
Lakon Sabdo Dadi yang ditulis Tulus Asmoro mengisahkan hukum keseimbangan metablisme alam. Dimana perbuatan baik dan buruk pasti ditagih akibatnya (becik ketitik, olo ketoro, Gusti Alloh gak turu).
Berawal dari kisah asmara bersyarat antara tokoh yang bernama Thok Thok Ugel yang dicintai Dewi anak seorang Adipati yang sekaligus juragan Ugel. Selama menjadi porang (pekerja tetap untuk menangani sawah) Adipati, ketulusan Ugel membuat Dewi kesemsem. Mungkin juga karena sering bertemu maka tumbuhlah benih benih cinta (tresno jalaran soko gelibet). Akhirnya sang Adipati tidak menyetujui cinta mereka berdua berlanjut ke pelaminan. Adipati pun memainkan politiknya untuk menyingkirkan Ugel. Adipati bersedia merestui dengan syarat, Ugel membawa intan sebesar telur buaya.
Menyaksikan ibunya dimarai, diejek, diludahi Adipati, Ugel merasa terpanggil untuk menunjukkan bagwa ada kekuatan besar dari segala kekuatan, yakni kekuatan Tuhan. Sedangkan orang yang diutus Tuhan untuk melahirkan, merawat, serta melangsungkan kehidupan seseorang adalah sang ibu, yang dijuluki pangeran katon (Tuhan yang tampak). Ugel pun meminta ibunya merestui dirinya. Supaya, hajat Ugel yang berat terkabulkan. Betapa terhenyak Henri Nurcahyo dan Gunawan Maryanto, apalagi para penonton, begitu menyaksikan seorang aktris yang didapuk sebagai ibunya Ugel, melakukan ritual dahsyat yang zaman sekarang tak mungkin dijumpai lagi, yakni melangkahi (nyawani) Ugel hingga tiga kali. “ Tak sembadani urepmu nak, sak tibo tibomu jek blahi selamet. Asale teko gua garbanku, balek nang sua garbanku.” Seketika itu tubuh Ugel menjadi berkapasitas kuantum. Denyut jantungnya beradhesi dengan gelombang energi alam semesta. Karena manusia yang menjadi makri kosmos, maka tunduklah rotasi seluruh planet kepada Ugel.
Ugel lalu pergi ke pantai mencari intan yang diinginkan Adipati. Setelah keteguhannya memuncak di tepi pantai, Ugel pun menyabda lautan agar mengering. Seketika lautan pun mengering. Namun yang menjadi permasalahan baru ialah bagaimana kelangsungan habitat laut. Demi menyelamatkan semuanya, ahirnya Danyang (hantu) laut menuruti apa yang diinginkan Ugel, yakni lautan memberikan intannya kepada Ugel.
Sesungguhnya tidak ada kesaktian atau kekuatan apa pun bagi Ugel. Hanya sepeleh. Pada posisi kuantum (nol), berbarengan dengan energi yang memusat, saat itulah Alloh memperkenankan do’a Ugel. Cerita Ugel ini persis yang dialami Nabi Musa. Ketika dalam posisi terjepit, seketika idzrib bi ashokal bahr (pukulkan tongkatmu ke lautan), saat itulah momentum perkenan Alloh terjadi. Dan hal itu tidak akan bisa diulang pada sedetik berikutnya. Hanya moment itu.
Setelah memperoleh intan, Ugel pun mengajak ibunya melamar Dewi. Namun kenyataan kadang tak sejalan dengan apa yang diharapkan. Sesudah intan ditangan Adipat yang waktu itu diperankan Aris, na’as bagi Ugel dan ibunya. Ia malah dituding mencuri intan sang Adipati. Ugel dan ibunya diusir secara hina. Saat itulah Ugel merasa kesabaran ada batasnya. Cacing saja diinjak berkeliat kok! Apalagi manusia yang setiap hemoglobin aliran darahnya diurus serius oleh tuhan dalam tata kosmos keseimbanganNya.
Ugel kembali ke pantai. Namun tidak meminta lautan memberi intan lagi. Tetapi meminta laut memberinya gelombang tsunami yang menenggelamkan keluarga Adipati. Yang dalam pementasan sore itu, digambarkan dengan piastik selebar panggung yang digulung seperti gelombang.
Membaca tulisn rekan Hadi Sutarno yang dimuat Radar Mojokerto 16 Januari 2011, kurator seni dari teater Mentari Undar ini lebih menyerahkan nasib Ugel dan Dewi kepada penonton. Namun lebih jauh, naskah ini merupakan sarkastik terhadap bencana nasional yang tak kunjung redah. Adipati adalah simbol penguasa yang menjelang pemilu meminta rakyat membawa suara untuknya, namun setelah menjadi penguasa, hak rakyat diambil alih. Yakni hak untuk menjadi juragan yang diwakili suaranya. Sedang penguasa adalah buruhnya rakyat, jongosnya rakyat yang telah mewakilkan suaranya kepada penguasa.
Menyaksikan PTA dengan lakon Sabdo Dadi, penonton seperti dibawa kebelantara nusantara. Dimana potret kehidupan beserta pernik pernik angkaramurkanya adalah gambaran sebuah negeri yang indah dan kaya termasuk beragam juga jenis jenis kedzolimannya.
Prahara yang mendera nasional bukanlah gejala spontanitas. Melainkan jauh sebelum penguasa, pemilik modal dan jabatan berserakah, alam sudah mempersiapkan lempengan bumi yang sewaktu waktu bisa bergerak.bersama do’a rakyat yang teraniaya. Dalam lakon sebuah pertunjukan, kisah gampang diahiri oleh sutradaranya. Tetapi dalam lakon keindonesiaan, siapa yang akan menghentikan?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar