Alwi Karmena
http://www.harianhaluan.com/
Kalau seperti dulu, semasa dirinya dipanggil orang sebagai Welky, tak sulit baginya menjelang daerah realestat sekelas Giriyatama itu. Rumah mewah tempat Klara yang berpagar beton tinggi, bukanlah halangan baginya. Berdiri saja dia di pintu pagar, satpam akan bergegas membukakan pintu. Tapi itu dulu. Kini tak mungkin lagi, namanya sudah jatuh. Sejak tuannya Pak Dongkrat ditangkap polisi karena korupsi, dia terbuang, seriring dengan pindahnya keluarga Pak Dongkrat. Mereka menghilang pindah melarikan malu. Welky tak dibawa serta mengungsi. Dia ditinggal saja dengan sia-sia. Tak ada yang memelihara.
Kini, tak ada sebutan Welky lagi. Nama dan harga dirinya meluncur, seiring nasib buruk yang ia pikul dalam riwayat Pak Dongkrat yang telah buruk. Welky menjadi si Buruk, yang bentuk fisiknya memang sudah benar-benar memburuk. Piaraan tercampaklah namanya. Kadang, dia dipanggil orang Waw Waw, kadang Tengkak, dan yang paling memalukan, dia dipanggil dengan nama ejekan—si Buruk Tengkak….si Kurok Buruk.
Namun, seburuk apapun nasib, percintaannya dengan Klara adalah percintaan yang indah dan klasik. Seekor gadis anjing, anjing gadis, yang dikenalnya dalam pertemuan tak tercatat, memberi dia harapan. Memberi dia harga dan cinta. Itu yang membuat dia bertahan di kota ini. Dia menganggap dirinya si Buruk pengawal cinta abadi. Untuk itu, setiap hari dia bergulat dengan dirinya sendiri. Dia tegakkan juga kepalanya, agar tidak terlalu tertekur, minder atau rendah diri. Cinta adalah sayap peraih kemuliaan hidup. Dia merasa pantas untuk sekadar memelihara cinta dan juga rindu. Biar badan ini buruk, dalam dadaku ada panorama indah, tempat baying-bayang Klara bermain. Demikian jiwanya berlagu.
Betapa syahdunya, bila malam-malam menghunuskan sepi yang panjang. Berjalan sendiri dengan jarum-jarum hujan ataupun derai angin. Kalau di luar negeri, dingin begini, pastilah ada salju. Tanpa dia sadari, dia telah menjelma menjadi anjing yang penyair. Dari lorong gelap yang bencah, diraungkannya puisi-puisi cinta. Tak ada yang tahu. Puisi itu hanya untuk Klara. Puisi dari lorong becek merengkuh ke pintu pagar istana.
Barangkali Klara pun tak sempat mendengar. Atau, kalaupun terdengar, puisi itu tidak akan sampai seutuh yang ia raungkan. Jarak lorong becek tempat dia mencingkuk dengan real estat. Jauuuh. Kalau berlari menengkak-nengkak, hampirlah setengah jam pelarian. Tapi bagi buruk, melolongkan puisi sudah cukup untuk sebuah pernyataan cinta. Simaklah puisi Buruk.
Wooouuuuoo. Wuhuuuooo. Fuk fuk huuuuu. Wawhawouuung woooowuuung gong gong… Houuuwu uuwwow waw. Huuuufuhuung hufuuuwuuhuuung Waw waw waw…. (Terjemahannya :–Dengarlah sunyi melengking dari kelam ini- Sehelai bulu berkutu purba telah gugur ke batu. Kuziarahi juga bayangmu di benteng masa lalu yang runtuh itu—Kucabik langit, kuremas bulan – kujentik bintang bintang, buah cakrawala yang diam, bisu. Kita erat berkait hati, erat juga berkait ekor bertali, sambil menggonggong, kukalungkan sisa badai ke lehermu…”)
Hubungan cinta antara Buruk Tengkak dengan Klara tercium bukan karena puisi. Tapi Tambiluk, kepala Satpam penjaga rumah Om Cekeh, kakak sepupu dari besan, ipar kemenakan bekas tetangga Gubernur. Dia terkejut melihat Klara dicium anjing buruk di luar pagar. Tersentak, timbul bencinya. Bangkit jijiknya. Hei Husy. Lihat dirimu, siapa kau? Siapa Klara? Kau anjing kalera!
Ya. Provinsi ini tahu siapa Klara. Anjing Australia berbulu putih rembai, yang rantainya saja, sejuta delapan ratus lima puluh ribu semeter. Kalung di leherya dibeli di Prancis. Sampo untuk mandinya Singapura punya. Jangan sebut makanannya lagi, nanti jadi perkara kalau dihitung banding di saat harga-harga sedang naik ini. Ssst. Rahasia! Daging dan susunya di kaleng semua. Payah mengeja apa mereknya. Bahasa langit. Inggris, Prancis, Rusia, Arab, Cina, India. Tak ada terjemahan Indonesia. Dengan dolar membelinya.
Sore itu, sedang buruk menjilat jilat bagian belakang Klara, dengan jijik bercampur cemburu, Tambiluk menyambit Buruk dengan batu: Bug! Tepat benar lemparan itu mengenai kaki Buruk. Bukan kaki yang tengkak yang kena, tapi kaki yang sebelah lagi. Kalau tadinya dia hanya tengkak, setelah terkena batu ini, dia jadi lepai. Soalnya, kedua kaki belakangnya tak bisa lagi bergerak dengan sempurna. Sambil terkengkeng, mengingsut-ingsut, dia mencoba juga lari. Lari melarikan hubungan cinta yang tak sampai. Cinta indah yang terlerai.
Klara marah. Dia menyalak, memprotes habis-habisan kejahatan Tambiluk. Dia bahkan menyumpah dan mengancam. Akan dia gonggong majikannya untuk menyampaikan ultimatum. Terus terang dan transparan, pada Om Cekeh ia tekankan, agar Tambiluk dipecat sebagai Satpam. Tapi, apalah artinya bahasa anjing bagi Satpam dan Om Cekeh? Justru Klara diseretnya ke dalam. Setelah ini tak dibiarkan main-main ke luar pagar lagi. Anjing cantik itu kecewa. Marah dan benci. Digigitnya kuat kuat kaki Tambiluk. Tapi karena Tambiluk memakai sepatu lars, yang tergigit hanya tumit sepatu yang keras. Tak terasa oleh Tambiluk gigi kecil Klara menggores sepatunya,
Maka sejak itu, hari hari menjadi panjang dan lengang bagi Buruk dan Klara. Buruk menyuruk mengidapkan sakit di got pembuangan sampah. Sebelum sembuh, tak bisa ke mana-mana, karena kakinya semakin sakit. Dia tak bisa lagi mencari makan. Tapi sebagai anjing liar yang tahan banting, dia tentu bisa pula menahan lapar. Yang tak bisa dia tahan, adalah inspirasi menelorkan puisi. Dia telah jadi penyair anjing beneran. Inilah puisi yang ia gumamkan sepanjang malam.
Keng Keng Keng. Gung gung guk. Woffh wooff. Haw haauuuwaw. Waw waw waw waauf. Gong gong goooong…Fuuuuuu Wuuu Huwaaauuung…huauuuung…(Terjemahannya–Rasa tak berdaya…tak dapat menghalang cintaku…Rasa tak berkuasa, tak mampu menindas rinduku – Rasa tak setara, tak mungkin melerai jumpa dan pelukku – Hanya, rasa tak bisa besetia. Sebagaimana derajat manusia, memisahkan taraf keberadaan kau dan aku…)
Puisi itu agaknya belum selesai. Dan yang pasti tak akan pernah didengar Klara. Anjing Australi yang mewah itu patah hati dan bunuh diri… Dia mati karena mogok makan. Tak mau makan dan tak mau minum berhari hari. Hatinya terus meratap… Mulutnya menggumam. Barangkali menggumamkan semacam puisi juga…Atau, kata kata mutiara… Hunnnnnng. Hunng Hukunnng. Keng keng hung…Hmmmmmhmm.(Terjemahannya: Tak guna hidup tanpa cinta. Tak guna bulu tanpa kutu. Kembalikan Buruk ke pelukanku…Pertalikan ragaku dengan raganya. Bila tidak bisa di duna, kunanti dia di surga atau di neraka…)
Begitulah kesudahannya, karena tak makan makan. Klara akhirnya sakit. Semacam “kanker darah” pula. Sudah diupayakan Om Cekeh membwa ke dokter hewan. Tapi tak tertolong. Klara mati sebagai. Mati Anjing yang hampa. Sejemput kesedihan terlihat di wajah Tambiluk. Dia tak menyesali apa apa, karena dia tak terlibat kisah cinta. Hanya merasa tertular rasa kehilangan, seperti juga halnya sang induk semang. Tapi itu tak lama. Cerita pendeklah namanya.
Soalnya, seminggu setelah itu, terdengar kabar buruk, Tambiluk meninggal dunia pula. Almarhum Satpam itu wafat mendadak saja. Kabarnya, dia kena rabies, digigit anjing gila. Tak pasti, apakah si Buruk yang menggigitnya!
30 Januari 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar