06/09/11

Korupsi, Antara Virus dan Budaya

Anjrah Lelono Broto
http://www.pelita.or.id/

Manusia secara hakekat adalah homo socius, sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan manusia lain dalam hidup dan berkehidupan. Guna membangun ikatan hubungan dengan manusia lain, manusia mengembangkan sistem kemasyarakatan yang mengikat secara konvensional manusia-manusia yang ada di dalamnya.

Sederetan tata normatif lahir sebagai aksesoris pelengkap tata kemasyarakatan tersebut. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa dalam suatu ikatan masyarakat berkembang gejala-gejala yang secara manusiawi dapat diklasifikasikan ke dalam oposisi biner, positif dan negatif. Gejala-gejala tersebut bersifat sosial, dalam pengertian lahir dan berkembang berdasarkan dorongan pribadi individu terkait dengan dorongan pribadi individu lain dalam masyarakat, sehingga gejala-gejala tersebut lebih afdhal jika disebut sebagai gejala sosial.

Korupsi adalah salah satu gejala sosial yang masuk dalam klasifikasi negatif, karena korupsi merupakan suatu aksi tindak dan perilaku sosial yang merugikan individu lain dalam masyarakat.

Korupsi memberikan peluang lebih untuk menggunakan atau menyalahgunakan kekuasaan melalui proses yang tidak wajar (procedural) demi pribadi, keluarga atau kelompok.

Namun, dewasa ini korupsi telah menjadi sebuah virus sosial, yang tingkat penyebarannya sangat tinggi. Dalam ilmu kesehatan, daerah atau wilayah tubuh yang terserang suatu virus maka harus dilakukan tindakan pengkarantinaan sebagai tindakan pencegahan penyebaran. Yang memalukan adalah, hari ini, Indonesia telah memenuhi prasyarat untuk masuk kategori wilayah karantina. Karena di Indonesia, korupsi telah menjadi budaya yang tidak lagi dipandang sebagai pendhaliman namun telah menjadi kalaziman untuk dilakukan.

Penempatan korupsi sebagai budaya yang lazim dilakukan di Indonesia, maka kita perlu melihatnya dari perspektif perilaku sosial masyarakat, dan bukan sebagai perilaku pribadi semata. Korupsi kita pandang sebagai persoalan penyakit sosial masyarakat, watak masyarakat, perilaku masyarakat yang bertalian erat dengan paradigma yang berkembang di dalam masyarakat. Pada hakekatnya, masyarakat Indonesia memiliki tata peri kehidupan yang normal, yang berpijak pada nilai-nilai kultural.

Ketika kapitalisme dikenal oleh masyarakat Indonesia, terjadilah pergeseran nilai-nilai yang luar biasa. Sebelumnya, keberhargaan atau penghormatan antar individu di dalam masyarakat lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keluhuran budi pekerti. Tetapi pasca masuk dan berkembangnya kapitalisme, nilai keberhargaan atau penghormatan antar individu lebih dipengaruhi oleh besaran kepemilikan material semata. Masyarakat tidak memberikan perhatian dari mana asal besaran kepemilikan materi, namun lebih memperhatikan konten dari besaran kepemilikan tersebut.

Pada tahapan inilah virus korupsi menempati ruang dalam masyarakat kita. Ketika kapitalisme melahirkan tata mentalitas seperti ingin cepat kaya, ingin cepat sukses, dan berperilaku instant maka proses kerja yang matang menjadi terpinggirkan. Penghalalan segala cara menjadi sebuah pilihan, dan korupsi menggoda hati untuk segera dilakukan.

Dalam bukunya Social Theory and Social Structure (1957), Robert K. Merton menyatakan bahwa korupsi termotivasi oleh sikap yang berasal dari tekanan-tekanan sosial yang melahirkan pelanggaran-pelanggaran norma. Dalam budaya yang menitikberatkan keberhasilan ekonomi sebagai sebuah tujuan paling akhir seperti yang diterapkan oleh negara-negara penganut faham kapitalisme, maka negara tersebut akan memberi ruang yang lebih bagi mutasi virus korupsi. Ketika virus korupsi berkembang di lingkungan kekuasaan pemerintahan, mereka dapat bermutasi menjadi virus manipulasi, baik data informasi maupun opini. Sedangkan, ketika berkembang di lingkungan organisasi yang lebih kecil, virus korupsi dapat bermutasi menjadi virus kolusi dan nepotisme, kedekatan kekerabatan darah atau visi-misi menjadi habitat subur perkembangannya.

Di era Orde Baru, agregat perkembangan Indonesia dapat dikategorikan dalam kelompokan negara yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik secara instant. Secara luar biasa, ketika negara-negara seusianya di Asia (Malaysia, Thailand, Filiphina, Kamboja, Vietnam, Pakistan, India, dll) masih tertatih-tatih di segala lini kehidupan kenegaraan (politik, ekonomi, sosial, budaya, ataupun pertahanan keamanan) Indonesia telah mampu menampilkan diri sebagai Macan Asia. Mampu berdiri sejajar dengan Inggris, Perancis, ataupun Swiss, tetapi tatkala krisis moneter melanda Indonesia knock out karena tidak bangun-bangun lagi meski hitungan ke sepuluh tahun telah berlalu.

Dalam orde Reformasi ini, sekali lagi, analis-analis ekonomi dalam negeri maupun internasional memasukkan Indonesia dalam kelompok negara yang ingin cepat makmur secara instant. Meski tanpa program ekonomi yang jelas serta memiliki sumber daya manusia yang bersaing (secara IQ, EQ, dan SQ), Indonesia telah rajin menumpuk utang luar negeri, baik antar negara maupun dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank, dan ADB. Mengakarnya budaya instant yang begitu kental tidak hanya tercermin dalam kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah semata, namun telah menyebar-luas ke berbagai lini kehidupan masyarakat seperti seni-budaya, ekonomi, pendidikan, informasi, komunikasi, maupun agama. Kecurangan dalam Ujian Nasional (UNAS), aksi suap-menyuap yang menjalar dalam lahirnya peraturan perundang-undangan atau tes masuk PNS, motivasi besar untuk mendadak jadi artis/selebritis, hingga pendewaan hasil survey dalam pemilu, dll, tidak lagi merupakan sasmita penyebaran budaya instant melainkan sudah menjadi fakta.

Ketika korupsi dan budaya instant kita identifikasi sebagai sebuah psikososial sistemik, kita pun dapat memahami sejauh mana korupsi yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia. Secara historis, kapitalisme dikenal bersamaan dengan masuknya kolonialis Belanda. Pemerintah kolonialis Belanda sebagai subjek (penjajah) menempatkan bangsa Indonesia sebagai objek. Posisi subjek dan objek ini memiliki jurang pemisah yang lebar, tetapi jurang tersebut dapat dijembatani dengan pasokan bulu bekti atau upeti (yang bersifat materialistis). Hal ini menjadi latar belakang lahirnya paradigma kapitalis bahwa keberhargaan individu ditentukan oleh besaran kepemilikan materi. Fenomena ini menjadi tak terbantahkan ketika dipertemukan dengan persoalan psikososial dalam fenomena psikodimanik nirsadar ala psikoanalis Sigmund Freud. Freud menyebut fenomena ini sebagai tranferensi atau transfer sosial, yang secara kontekstual, adalah pemindahan nirsadar pola-pola hubungan masa lalu bangsa dengan penjajah ke realitas hubungan masa kini antara penguasa dan rakyat.

Budaya menjilat atasan demi mendapatkan atau menyamankan posisi, budaya suap-menyuap pihak yang berwenang demi pencapaian tujuan, ataupun budaya menekan bawahan demi raihan kekuasaan merupakan cerminan transfer sosial hubungan antara terjajah (objek) dengan penjajah (subjek). Akhirnya, kaum penguasa atau kelompok elite yang menjadi subjek ketika menerima suap atau melakukan tindakan korupsi dianggap sebagai sebuah perilaku budaya (kewajaran). Menilik pada pola hubungan subjek-objek, lakuan tindak korupsi ini dianggap sebagai bentuk imbalan dari posisi atau status sosial yang tersemat di dadanya. Sosiolog Jared Diamond dalam bukunya Gun, Germs and Stell: The Fates of Human Society (1999) yang mengatakan kaum elite apakah yang terorganisir dalam unit politik yang disebut dengan negara atau dalam unit politik yang lebih kecil setingkat desa, selalu mentransfer kekayaan dari kelas sosial yang lebih rendah kepada kelas di atas.

Akibatnya, secara ekonomi, masyarakat yang berada dalam kelas yang lebih rendah menemui kesulitan untuk menemukan kenyamanan dalam hidup dan berkehidupan. Mereka juga berkehendak untuk mampu berada di kelas atas, namun secara instant. Ironis memang.

Solusi

Sungguh naof ketika pemberantasan korupsi dipercayakan kepada non-governmental organization seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih ketika melihat sosok pemimpinnya, yang hari ini dipaksa untuk terlibat cinta segi tiga. Ibarat korupsi adalah virus menular yang menyerang dengan ganas maka KPK adalah obat luka yang single fighter terseok-seok dan dikhawatirkan untuk segera kehilangan kredibilitasnya. Mengapa?

Hingga hari ini, kasus korupsi di tubuh Bank Indonesia yang diusutnya belum juga menemukan titik akhir, karena melibatkan Aulia Pohan yang notabene adalah besan presiden. Apalagi, sang pemimpinnya yaitu Budiono, hari ini berhajad besar yaitu maju dalam bursa Pilpres 2009.

Adalah kenaifan yang luar biasa ketika pemberantasan korupsi hanya sebatas menyeret pelakunya ke dalam penjara, karena gerakan ini sama sekali tidak menyentuh substansi virus korupsi. Solusi yang dibutuhkan adalah konstruksi pendidikan yang memberikan landasan moral, etika dan spiritual sosial kolektif kebangsaan.

Pendidikan harus diarahkan untuk membuka wawasan kehidupan, cakrawala batin agar bangsa ini tidak terbelit otomatisme ketidaksadarannya terhadap pola-pola hubungan koruptif yang telah berakar dan terbentuk dari sejarah masa lalu. Pendidikan lebih difokuskan kepada pendidikan karakter, pendidikan mental mentalitas yang sehat. Harapannya, di masa yang akan datang lahirlah bangsa dan masyarakat dengan mental dan watak yang memahami nilai-nilai kebersamaan, kebangsaan, kebenaran, kejujuran, kesucian hati maupun jiwa. Di tangan merekalah, Indonesia ini kelak kita titipkan.

*) Penulis adalah Litbang LBTI Tinggal di Jombang

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita