26/08/11

Setelah Lebaran

Beni Setia
http://www.suarakarya-online.com/

SEPULUH tahun yang lalu Bariah masih mencoba mudik tiap mau lebaran, ikut berdesakan dan reboh bawa oleh-oleh. Tapi saat sampai di rumah dan tidak kebagian kamar, karena kamar depan dipakai Kang Barjan dan anak-istri, kamar tengah dipakai Kang Barjun dan anak-istri, dan di dapur dipasang amben untuk Ayah yang sakit-sakitan, maka Bariah memutuskan tak akan pulang berlebaran, seperti pada hari lebaran 10 September yang lalu.

Terlebih saat tiga bulan sebelum lebaran, Ayah meninggal dan rumah keluarga diparuh, sementara Bariah hanya diwaris ladang samping yang dianggap pantas untuk tempat membangun rumah. Sakit hati mendengar omongan Kang Barjan, yang bilang, “Kamu punya penghasilan jadi bisa nyicil mbangun rumah.” Sakit oleh rasa enggan mereka ketika merespon kepulangannya ketika itu, yang dianggap seakan-akan (Bariah) ingin menumpang tinggal selamanya. Ketika Kang Barjan menyuruh menginap di Kang Barjun, dan Kang Barjun menganjurkan menginap di Kang Barjan, sehingga Bariah memilih tidur di bulik Karsih.

Ke mana, dalam empat belas tahun beruntun, Bariah selalu datang kalau pulang kampung. Sampai akhirnya Bariah memilih pindah ke P, kerja sebagai guru tidak tetap dan kos di sana, pulang sembarang waktu serta di hari yang sama kembali dari kampung. Nanti. Karena pada tujuh tahun terakhir Bariah hanya bisa tiarap sebagai yang tidak punya apa-apa, saat intens mengaduh dalam berziarah ke makam Ibu dan Ayah, saat tak bisa tidak harus memperbaharui KTP di desa, serta terpaksa tak bisa tidak kembali kerja di kota. Balik ke trek impian dengan banyak menahan perasaan serta keinginan, senantiasa berhemat, dan menabung sebanyak mungkin. Hal yang dimungkinkan oleh menumpang hidup dan kerja full sepanjang waktu di rumah orang lain.

Mbabu. Ya! Begitu lulus SMP, tujuh bulan sebelumnya Ibu meninggal: Bariah memilih menjadi pembantu di Jakarta, karena di kampung cuma jadi beban Ayah, jadi buruh tani di sawah, dan selebihnya nganggur. Melesat ke rumah orang lain, bekerja setengah menghamba agar disukai dan terpakai terus, karena Nariah ingin bersekolah di SMA dan kuliah, agar bisa jadi guru. Berbesar jiwa menjadi si yang disuruh ini-itu setiap saat bila si bos berada di rumah, jadi yang mengerjakan ini-itu bila si bos ada di kantor dan pulang dengan kepuasaan rumah bersih.

Ya! Ya! Tapi Bariah punya kamar khusus, dijamin makan-minum, dan boleh liburan, kemudian hari Sabtu-Minggu itu jadi momentum ikut Kejar paket C. Ya! Sambil gaji aman masuk rekening. Yang satu saat, setelah jadi guru, akan bisa dipakai membangun rumah sendiri.

* * *

“KAMU serius tak pulang berlebaran, tahun ini Bariah?” kata bos Nandang, asal Garut, yang kedua di rentangan sepuluh tahun. Bariah mengangguk, bilang kalau di kampung sudah tak ada Ayah dan Ibu lagi.

“Memang masih ada kakak, tapi tak enak didatangi karena mereka selalu curiga saya menggugat rumah warisan yang dibagi berdua. Jadi saya selalu memilih mudik setelah lebaran saja. Terasa lebih enak mudik saat lebaran usai, sehingga bisa nginap di rumah saudara lain yang kosong karena keluarga mereka itu sudah balik ke Jakarta, Bandung atau Surabaya,” kata Bariah, tersipu dan tersenyum.

Bos Nandang tersenyum. Puas karena rumahnya akan ada yang menjaga. Dan Bariah dikasih uang lembur, jatah makan seminggu, dan ditinggalkan mudik. Bahkan tiga tetangga di kiri-kanan dan di depan rumah, kemudian jadi lima rumah karena ada ditambah dua rumah lagi di sebelahnya, menitipkan rumah mereka, agar ditiliki serta dibersihkan ketika ditinggal mudik. Enteng karena, minimal hanya menghidupkan dan mematikan lampu, membuka dan menutup tirai, dan menyirami tanaman. Lima bulan kemudian, saat ongkos normal, angkutan tidak berjejal, dan harga oleh-oleh normal,tanpa perlu mejeng berbaju baru, baru pulang kampung. Ketemu saudara dan kerabat, mengaduh sambil ziarah di makam Ayah dan Ibu, dan kembali ke Jakarta. “Ajak adikmu, Bariah.”

“Tapi lik, aku nggak dipesan mencari pembantu. Lagi pula bos di tempatku tidak mengizinkan pembantu pulang saat lebaran,saat mereka sangat butuh tenaga kita,”

“Dasar medit. Pelit!” “Iya, lik. Kecuali,” “Kecuali apa?” “Sekedar latihan cari pengalaman sebelum ke Arab,” Mereka menjebi. Bariah sendiri sebenarnya ingin ikut jadi TKW ke Arab, atau cuma ke Hong-Kong, Singapura atau Malaysia. Tiga atau enam tahun kontrak. Tapi Bariah bimbang dengan cara menyimpan gaji.

Apa diamankan masuk ke rekening? Tapi bila begitu, saat habis kontrak dan pulang kampung: apa tak akan digrecoki tiga ponakan dan empat orang tuanya, yang munafik demi receh mau menerima kepulangannya itu?

Mungkin mereka malah ringan minta dikirim duit untuk mbangun rumah tapi itu tidak dibelanjakan sebab tak merasa perlu membangun rumah, seperti Amrina, yang pulang dan stress karena kiriman gaji tak jadi apa-apa. Ya! Padahal Bariah kepingin sekolah di SMA, lalu berkuliah dan lulus sebagai sarjana pendidikan yang berhak jadi guru,dan seterusnya. Ya! Nanti, nun.

* * *

KARENA itu, sesuai dengan petunjuk dan arahan bos Nandang, pas tiga tahun setelah Ayah meninggal: Bariah ikut program Kejar Paket C, yang diselesaikannya dalam empat tahun. Lalu ikut kuliah UT ambil Pendidikan Bahasa Indonesia, dan baru lulus setelah tujuh tahun, saat Bariah ikut bos Markum, yang asli Tegal. Pada usia tiga puluh empat Bariah pamit pada bos Markum, dan nekad ngekos di Ponorogo, selatan Dolopo,tempat asalnya, buat jadi guru tidak tetap. Ikut tes PNS, dan lulus sebagai guru PNS setelah empat kali ikut tes. Senang saat tetap ditempatkan di Ponorogo, mengajar di SMP Slahung, di pelosok. Tinggal (kos) sendiri, hidup apa adanya, dan senantiasa menyisihkan sebagian besar gajinya untuk cita-cita murni tunggal: membangun rumah dengan uang sendiri.

Nun di sana. Di mana Bariah bisa tenang mengurung diri, mengenang semua lelakon, dan senantiasa berdoa bagi Ayah dan Ibu sehabis shalat. Dan mungkin juga berharap akan didatangi jodoh dan kekal dalam perkawinan yang berorientasi kepada mempunyai anak dan membesarkan anak. Nun.

Dan sesekali pulang kampung, untuk berziarah dan bertemu sanak saudara, dan kembali di hari yang sama ke kesendirian. Nun di sana. Hidup dalam pengabdian dengan banyak menabung. Meski tabungan itu tidak jadi apa-apa, dan cuma jadi warisan yang dibagikan di antara Kang Barjan serta Kang Barjun, ketika Bariah kontan menunaikan kewajiban hidup, dan selesai sebagai manusia di usia lima puluh tahun. Mati dan dikuburkan di pemakaman di bawah naungan bambu,yang senantiasa berdesau saat angin lewat, melintasi palung sungai dengan gemercik air yang lembut menghilir saat kemarau tinggi. Berbaring di antara entah siapa, dan dikuburkan oleh si entah siapa, tapi bersungguh-sungguh ketika memakamkannya karena mereka merasa dipintarkan atau anaknya dipintarkan olehnya di SMP pelosok itu. Meski yang selalu diceritakan kepada mereka tak selalu masalah bahasa Indonesia, tapi semangat jangan menyerah selama masih hidup dan punya cita-cita,dengan cerita bagaimana Bariah jadi sarjana dan guru dengan mbabu. “Jangan lihat apa pekerjaananya, jangan lihat mulia atau hinanya pekerjaan itu, tapi,lihatlah sejauh mana pekerjaan itu memberi uang kepadamu, sehingga kita bisa berhemat dan memanpaatkannya untuk meraih ilmu dan kesemnpatan yang lebih baik. Jangan hargai apa pangkat dan pekerjaannya tapi hargailah setiap upaya orang untuk memperoleh penghasilan halal dan tidak tergantung belas kasihan orang lain.” kata Bariah, kalimat yang seperti bergaung mengiang saat setiap lebaran banyak dari bekas murid datang berziarah, bertemu dan bersalaman, lantas bersepakat berdoa bersama di kuburannya.

Di sana, padahal mereka itu cuma si entah siapa. Dan sesekali anak-anak bos Nandang dan bos Markum, yang Bariah asuh itu datang berkunjung dan berdoa, sementara itu kedua kakak, kakak ipar, dan lima keponakannya tak pernah mampir.

* * *

DALAM tajam aroma kemenyan, suara desau daun bambu dan gema gemuruh arus air saat penghujan tiba itu seperti mengajak buat tetap tinggal di Bumi dan kekal sebagai mahluk Bumi. Tapi Bariah tidak bisa berlama-lama karena harus kembali ke kesunyian (sendiri) sebelum masa kebangkitan itu tiba dan semua berjalan memasuki ruang dacin perhitungan,serta pelan menyeberangi titian tipis baik-buruk, langsung memasuki hisab dan kekekalan siksa atau anugerah. Nanti. Tempat di mana pulang tak berkaitan dengan tempat asal, rumah di mana kita dilahirkan dan dibesarkan, serta waktu di mana kita dimatangkan kasih sayang dan keimanan agar tegar mengembara ke seluruh pelosok. Nun, nanti. Saat pulang hanya diperhubungkan dengan apa yang telah kita perbuat selama berkeliaran di muka Bumi. Nanti, nun di belum terbayangkan. ***

Catatan:
reboh : repot dengan bawaan berlebihan di kedua tangan
amben : ranjang bambu
mbangun : membuat dan mendirikan rumah
mbabu : bekerja sebagai pembantu
ditiliki : selalu dikontrol dan dicek

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita