19/05/11

Membela Manusia dan Merayakan Kebebasan

M Fadjroel Rachman*
Media Indonesia, 29 Juli 2007

Kami adalah manusia bebas. Berdaulat atas jiwa dan raga kami untuk mencipta kemanusiaan kami sendiri dalam kebebasan tanpa penjajahan.
(Memo Indonesia, 12 Juli 2007)

MENCIPTA diri sendiri dan mencipta kemanusiaan kita sendiri adalah sarana sekaligus tujuan segala aktivitas manusia. Garis batas penciptaan dan kebebasannya hanya cakrawala historis bumi manusia. Kita semua adalah warga negara bumi manusia dan negara hanya batasan hukum belaka, bukan batas imajinasi, kreasi, maupun aktivitas. Praktisnya, segala aktivitas manusia di muka bumi di mana pun yang mengorbankan manusia hanya sebagai sarana, alat, atau objek dari satu tujuan tertentu, sebaik dan sesuci apa pun, semestinya ditolak dan harus ditolak. Tidak ada tujuan dan ukuran di luar kehidupan manusia dan kemanusiaan. Itulah pula tujuan dan ukuran sastra dan kebudayaan kita hari ini. Bukankah paradigma humanisme global dan kosmopolitan seperti ini adalah identitas baru manusia di muka bumi, termasuk generasi abad XXI manusia Indonesia. Sungguh bahagia menyatukan diri kembali dalam identitas sebagai umat manusia di bumi manusia. Sedangkan negeri, entah Indonesia atau apa pun namanya, hanyalah tempat badan secara relatif terikat, tetapi pikiran dan kesadaran membubung tinggi mengatasi tempat.

Jadi, apakah artinya menjadi manusia Indonesia hari ini? Menjadi manusia global membumbung tinggi bersama jiwa-jiwa bebas seluas bumi, mencipta hari depan manusia bersama-sama secara global. Dengan kebebasan seluas bumi, bukan sekadar kebebasan yang diciptakan dan dipaksakan negara Indonesia. Apakah artinya identitas baru manusia Indonesia seperti itu dengan kehidupan sastra dan kebudayaan kita hari ini? Sebuah konflik, sebuah konfrontasi tuntas terhadap paradigma yang sekadar menyempitkan diri pada norma, nilai, atau patriotisme sebatas negara Indonesia.

Tiga Paradigma, Empat Polemik

Kita sempitkan dulu pada polemik sastra dan kebudayaan antara Memo Indonesia (MI), Barisan Taufik Ismail (BTI), dan pernyataan sikap Sastrawan Ode Kampung (SOK). Polemik itu pada dasarnya menyangkut empat hal, yakni paradigma manusia, tujuan sastra dan kebudayaan, standar dan variasi estetika sastra dan kebudayaan, serta sarana aktivitas sastra dan kebudayaan. Memo Indonesia (M Fadjroel Rachman, Hudan Hidayat, Mariana Amiruddin, dan Rocky Gerung) jelas menempatkan paradigma manusia sebagai ukuran, sarana, dan tujuan. Meyakini tak ada ukuran, sarana, dan tujuan yang lain di luar manusia. Mengutip Erich Fromm, Memo Indonesia menempatkan man for him/herself.

Sementara itu, BTI, bila membaca pidato kebudayaannya di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang menyebut sastra yang ditulis generasi baru Indonesia sebagai sastra mazhab selangkangan (SMS), gerakan syahwat merdeka (GSM), dan fiksi alat kelamin (FAK) berakar pada paradigma ‘keagamaan konservatif’ untuk membedakannya dengan paradigma ‘keagamaan progresif’. Sementara itu, SOK, menegaskan di Serang, Banten, 20-22 Juli 2007 yang ditandatangani 138 orang (sebenarnya kata Einstein, untuk menggagas dan menggagalkan satu teori atau paradigma cukup satu orang tidak beratus-ratus orang). Tetapi tuntutannya menarik, simak saja menolak arogansi dan dominasi sebuah komunitas atas komunitas lainnya, menolak eksploitasi seksual sebagai standar estetika, menolak bantuan asing yang memperalat keindonesiaan kita. Selain itu, pada baris terakhir, SOK menegaskan solidaritas terhadap musibah kejahatan kapitalisme di seluruh Indonesia. SOK tampak berparadigma eklektik untuk tidak mengatakan saling bertabrakan. SOK dan BTI setuju dengan gagasan BTI, terutama dalam aspek standar dan variasi estetika sastra. Tetapi, BTI tidak pernah secara langsung menyerang komunitas tertentu, seperti Komunitas Utan Kayu (KUK) dan pribadi-pribadi di dalamnya, seperti Goenawan Mohamad, Nirwan Dewanto, Ayu Utami. Bahkan jurnal Boemi Poetera secara kasar ‘mengorbankan’ edisi pertama untuk melecehkan secara seksual (apakah itu termasuk kategori eksploitasi seksual juga? Penulis mengatakan ya) dan mengaburkan istilah jurnal sebagai sarana ‘dialog ilmiah dan cerdas’ dengan ‘pamflet kuning’. Prestasi yang tidak mengagumkan. Bila BTI membaca Boemi Poetera, tuduhan GSM, FAK, dan SMS semestinya juga berlaku bagi Boemi Poetera.

Tak ada kebudayaan Indonesia

SOK dan BTI juga belum sepakat mengenai keindonesiaan. Keindonesiaan SOK terasa lebih berdimensi sekuler daripada ‘agama konservatif’-nya BTI apalagi SOK menegaskan sikap ideologis mereka yang bersimpati pada korban kapitalisme dan kapitalisme global di Indonesia. SOK bukanlah paduan homogen sebuah paradigma, bahkan pada titik tertentu setuju dengan Memo Indonesia. Misalnya, MI juga bersikap kritis terhadap dominasi paradigma tertentu maupun kelembagaan tertentu sebab sikap MI adalah membuka ruang demokrasi seluas-luasnya, terutama mendukung pasar besar gagasan, tetapi tanpa penghakiman dan penghukuman individu, kelompok ataupun negara. MI berarti menolak penjajahan dalam bentuk apa pun terhadap gagasan, iman, agama, ideologi, ekspresi seni, dan kebudayaan. Tetapi, MI tidak mau dan tidak pernah mau memuja satu interpretasi tertentu terhadap keindonesiaan. Tidak ada pribadi Indonesia, tak ada kebudayaan Indonesia, manusia yang tinggal di negeri Indonesia adalah pribadi global, kebudayaan global, termasuk kreasi dan ekspresi keseniannya. Lebih jauh lagi, setiap manusia adalah ‘manusia relatif’ dengan ‘kebudayaan relatif’. Yang murni hanya cita-cita totaliter kebudayaan dan pribadi Rusia oleh almarhum Uni Soviet, sedangkan kebudayaan dan pribadi Indonesia oleh Soeharto dan almarhum Orde Baru. Apakah BTI dan SOK mau mengulangi jaman kegelapan kemanusiaan ini? Karena kata Soedjatmoko (Etika Pembebasan, LP3ES, 1984), ‘Pada asasnya seniman harus mempunyai kebebasan untuk menyimpang daripada yang sudah dikenal umum untuk menerobos kepada jalan-jalan dan cara-cara penciptaan baru sebab kebenaran senantiasa harus ditangkap dan ditaklukkan lagi. Kebenaran, seperti binatang jalang, mengelakkan diri dari jalan-jalan yang sudah terkenal. Kesempatan bereksperimen sama pentingnya dengan air untuk menyirami tanaman.

Mari menajamkan polemik

Polemik antara MI, BTI, dan SOK sekarang ini barulah tahapan awal dari ketiga pihak merumuskan tesisnya masing-masing. Elaborasi paradigma, estetika, lembaga, ruang persaingan dan kerja sama, dan lainnya baru menyentuh kulitnya. Tentu akan indah bila ketiganya bisa menghasilkan karya lengkap dan masterpiece yang mewakili kelompok masing-masing. Lebih hebat lagi jika bukan saja hasil karya masing-masing bisa bersaing secara nasional, melainkan juga bersaing secara global mewarnai taman sari sastra, seni, dan kebudayaan global. Jangan sampai ketakutan bersaing, inferioritas, dan ketidakmampuan berkarya dilindungi dengan slogan revolusioner dan parokialisme standar seni dan kebudayaan. Mari bertarung terbuka dalam paradigma, teori, maupun karya. Jangan bermimpi segera membuat sintesis, ataupun menjadi gerombolan eklektik seperti SOK. Jangan cepat-cepat menghakimi dan menghukum secara pribadi dan golongan apalagi mengundang negara (pemerintah) untuk memberangus pemikiran dan kecenderungan ekspresi atau ideologi tertentu. Marilah kita menjaga kebebasan dalam pasar bebas gagasan kita semua beruntung mendapat kompetitor sepadan dan akan memperkaya tesis kelompok –masing-masing. Itulah ruang kebebasan yang ingin dijaga MI dan seharusnya tidak diberangus BTI dan tidak diracuni SOK. Ingatlah, tanpa kebebasan, kita semua tak bisa memilih, tak bisa membuat alternatif dalam eksperimen kreatif, tak perlu bertanggung jawab, bahkan tak perlu bicara surga dan neraka. Salib kemanusiaan adalah kewajiban menjaga kebebasan, selain mempertahankannya sebagai hak bersama. Hanya dengan jalan kebebasan, kita dapat meraih puncak tertinggi kemanusiaan kita. Kita undang Ignazio Silone (The God That Failed, 1959) untuk merayakan kemanusiaan, merayakan kebebasan, dan merayakan polemik yang lebih bermutu dari MI, BTI, dan SOK. Apakah kebebasan itu? …liberty is the possibility of doubting, the possibility of making a mistake, the possibility of searching and experimenting, the possibility of saying ‘no’ to any authority – literary, artistic, philosophic, religious, social, and even political.

Bukankah kita rindu pada kemungkinan untuk meragukan segala otoritas apa pun. Lalu, memajukan kemanusiaan dengan belajar dari kesalahan. Adalah salah untuk mengeksploitasi, menindas, mendominasi, dan menghina manusia di manapun, di level kampung, nasional, maupun global atas nama apa pun, termasuk lembaga dan komunitas tertentu. Mari berpolemik secara cerdas, etis, ilmiah, dan meninggikan kemanusiaan kita bersama. Karena, kata Sutardji Calzoum Bachri, “Luka padamu, berdarah padaku. Ketulusan menerima perbedaan apa pun dari Chairil Anwar, “Semua harus dicatat, harus dapat tempat.

*) Esais, penyair, novelis, dan penggagas Memo Indonesia.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/07/membela-manusia-dan-merayakan-kebebasan.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita