Akhmad Fatoni
Jurnal Jombangana, Nov 2010
Konon katanya, menurut cerita yang saya dengar sejak kecil. Kalap itu sejenis makhluk halus yang tinggal di air. Entah di sungai, di laut atau pun di danau. Bisa juga disebut sebagai makhluk halus yang menunggu tempat itu. Sehingga tempat itu dikeramatkan, bila berada di tempat itu harus berhati-hati dan tidak boleh berucap kotor. Bila tidak, maka akan hilang dan tak kembali. Konon orang hilang yang terkena Kalap itu sudah mati. Versi yang lain lagi bahwa orang yang hilang itu dijadikan abdi di alam lain, alam di mana Kalap itu tinggal. Versi lain lagi, bila kembali itu pun hanya bajunya saja, tetapi orangnya hilang.
Cerita Kalap terus turun-temurun dan dipercayai sebagai mitos di kampung saya. Ternyata setelah saya mencari tahu, mitos itu tidak hanya dipercaya di kampung saya saja, di kampung-kampung tetangga juga mempunyai tempat yang dijaga Kalap. Jadi ada beberapa tempat yang memang dipercayai ada Kalapnya. Di kampung saya, Kalap dipercaya menunggu Kedong Lengkong. Di kampung lain, terdapat di Sungai Wonokoyo dan di bantaran Kali Sepanjang, Sidoarjo. Untuk cerita di bantaran Kali Sepanjang, itu saya ketahui dari tetangga saya yang bekerja sebagai supir truk. Di mana ia selalu mengambil muatan dari sungai ke sungai, yang sudah dikumpulkan oleh warga sekitar kemudian dijual pada supir truk, seperti pada tetangga saya itu. Si supir truk tetangga saya itu kebetulan mengambil muatan di sekitar Kali Sepanjang. Saat itulah tetangga saya kecewa, sudah jauh-jauh tetapi tidak ada pasir yang bisa dimuat. Hal itu dikarenakan kemarin ada seorang pengambil pasir hilang tak diketemukan.
Kekosongan muatan itu sebenarnya tetangga saya juga tidak tahu penyebabnya. Namun sebelum meninggalkan lokasi, ada seorang pencari pasir lewat. Dan dipanggillah orang itu oleh tetangga saya. Barulah dari perbincangan itu, tetangga saya tahu kenapa tidak ada pasir. Cerita yang dituturkan si pencari pasir ke tetangga saya itu yakni kemarin ada orang menghilang, hilangnya orang itu dikarenakan lalap. Sebab di bantaran Kali Sepanjang memang ditunggui Kalap. Begitulah inti cerita si pencari pasir kepada tetangga saya. Ketakutan sebenarnya melanda seluruh warga, terutama para pencari pasir yang mengandalkan pendapatan dari sungai itu. Tetapi harus bagaimana lagi, para pencari pasir harus menerjang mitos itu demi menafkahi keluarga. Berusaha tidak menghiraukan mitos tentang adanya Kalap. Meski seperti itu, setiap bulan selalu ada saja yang hilang dan meninggal. Melihat kondisi satu persatu pencari pasir hilang, akhirnya sesepuh desa memutuskan untuk memberikan sesaji tiap bulan agar tidak ada lagi korban. Sesaji itu terdiri dari kembang tujuh rupa, nasi kuning yang berlauk udang.
Semenjak dilakukan ritual sesaji, kejadian orang hilang sudah tidak ada lagi. Namun sewaktu pencari pasir itu bercerita kepada tetangga saya, memang waktu itu warga lalai, yang ingat waktu untuk mengeluarkan sesaji hanya Sugondo, mudin desa. Karena Sugondo pergi menunaikan ibadah haji maka tak ada lagi yang tahu. Sehingga naas pun terjadi, sebab lupa tidak memberi sesaji. Konon si Kalap murka karena tidak ada sesaji, akhirnya membuat si Kalap mengambil korban warga sekitar yang sedang mencari pasir. Seluruh warga panik mendengar ada orang hilang lagi. Hal itu yang membuat seluruh warga bantaran Kali Sepanjang resah, lalu salah satu menelpon Sugondo. Namun usaha warga menelpon Sugondo juga sia-sia. Yang hilang tak mungkin dikembalikan lagi. Sukondo hanya berpesan, agar warga segera membuat sesaji, namun sesaji kali ini harus ditambah kembang telon dan telur angsa. Semenjak kejadian itu, warga sekitar kali Sepanjang sampai saat ini selalu mengadakan ritual sesembahan rutin tiap bulannya, dengan harapan tidak ada lagi orang yang hilang. Mendengar cerita tetangga saya itu, saya masih menyimpan tanya sekaligus tidak percaya. Apalagi sesaji yang disuguhkan bagi saya aneh. Yang membuat saya aneh dari beberapa rangkaian sesaji itu yakni udang. Kenapa harus udang? Kehadiran udang itu seperti tidak sinkron dengan beberapa fragmen sesaji yang lain.
Teka-teki itu terus menyelinap dan membuat saya terus resah. Sampai akhirnya, saya bermain ke rumah teman saya dan terjawablah teka-teki itu. Awalnya saya bercerita perihal sesaji itu pada teman saya, belum usai saya bercerita pada teman saya itu. Kakek teman saya itu, tiba-tiba memutus cerita saya. Mengambil alih saya sebagai sang pencerita waktu kemudian si kakek pun bercerita. Menurut kakek teman saya itu, Kalap memiliki tubuh seperti manusia pada umumnya. Akan tetapi ada bagian dari tubuhnya yang membuat berbeda dengan manusia yakni bentuk tangannya yang seperti supit kepiting dan di kepalanya ada bara api yang menyala-nyala. Di mana bara api itu digunakan oleh si Kalap untuk memanggang udang. Sebab si Kalap sangat suka dengan udang.
Atas dasar kesukaan si Kalap dengan udang, membuat si Kalap tidak mau diganggu sewaktu mencari udang. Entah ada orang di sekitarnya yang hanya melintas, mencuci atau apa pun. Maka orang itu oleh si Kalap langsung ditarik dan ditenggelamkan ke dalam air untuk disembunyikan. Mendengar cerita kakek dari teman saya itu, akhirnya teka-teki perihal sesaji yang dipersembahkan untuk si Kalap, terjawablah sudah. Kepercayaan akan keberadaan Kalap itu pun tidak begitu saja saya percayai. Saya tetap memberontak dan tidak mau percaya tentang hal-hal semacam itu. Ketidakpercayaan saya itu membuat saya terus mencari tahu, perihal Kalap itu.
***
Keragu-raguan saya terhadap cerita Kalap menjadi hilang ketika tetangga saya ada yang mati akibat Kalap. Namanya Ikhsan. Tetapi cerita kematian Ikhsan ini sangat lain dengan cerita-cerita yang selalu saya dengar.
Menurut cerita Kardi yang melihat peristiwa kematian Ikhsan. Kejadian berawal ketika ngerempah, mengalihkan aliran sungai. Setelah aliran tidak begitu deras obat ditaburkan dengan tujuan agar ikan-ikan pada bingung dan gelimbung. Setelah itu barulah menangkap ikan-ikan tersebut. Aktivitas mencari ikan mulai menyibukkan diri mereka masing-masing. Tidak mengurusi orang lain, tetapi segerombolan yang tadi berangkat bersama-sama untuk ngerempah mulai sibuk mencari cara bagaimana agar mendapatkan ikan banyak. Mengunakan jaring, seser, aret dan apapun dilakukan untuk menangkap ikan-ikan yang sedang limbung itu. Kemudian dimasukkan dalam tempat yang sudah disiapkan sebelum berangkat. Ada yang membawa kresek, tong atau hanya menggunakan alang-alang. Menyelundupkan dari sirip hingga tembus ke mulut ditumpuk hingga berjubel layaknya buah anggur yang masih menempel erat di tangkainya.
Kesibukan-kesibukan itulah yang membuat Ikhsan lalai. Ikhsan lupa bahwa di kedong Lengkong merupakan tempat yang angker. Nalar Ikhsan hilang ketika melihat rombongan ikan berduyun-duyun seperti pawai partai politik. Melihat itu, Ikhsan sigap dan mengejarnya hingga Ikhsan masuk dan mengikuti ikan-ikan itu makin ke tengah. Sontak Kardi yang melihat itu langsung berteriak, “San, jangan terlalu ke tengah, hati-hati.”
Ikhsan tak lagi memedulikan teriakan Kardi. Ikhsan makin ke tengah dan berenang ke dalam untuk menjaring ikan-ikan yang sedang limbung. Lama Ikhsan tidak njumbul. Kardi mulai panik, dan berteriak pada yang lain perihal yang ia lihat itu. Tak lama semuanya berkumpul di bibir kedung. Kecemasan mulai menghiasi seluruh wajah mereka. Ada yang komat-kamit mewirid apa yang ia percaya, memohon pada Tuhan, dengan harapan tidak terjadi apa-apa pada Ikhsan. Suasana hening nan senyap menyelimuti kedung. Keadaan makin mencekam setelah matahari terbenam, tetapi Ikhsan tak kunjung muncul. Semua orang diam, walau hanya sepatah kata. Yang terdengar hanya hembus nafas. Tetapi tiba-tiba Kardi memecah keheningan, “Hallo….Mbah Naim, saya Kardi.” Sontak semua mata tertuju pada Kardi. Tetapi tampaknya Kardi tak menghiraukan tatapan yang memojokkannya.
“Ini Ikhsan…tiba-tiba menghilang. Kami tadi berangkat ngerempah. Tapi Ikhsan menyelam di Kedong Lengkong dan belum muncul-muncul hingga sekarang.” Kardi memeragakan dengan tangan, dan matanya terpejam. Kemudian terdengar suara.
“Sudah berapa lama Ikhsan tak muncul setelah menyelam tadi?”
“Sdah agak lama mbah, kira-kira dua sampai tiga jam.” Mulut Kardi komat-kamit.
“Tadi kamu melihat kejadian sebelum Ikhsan menyelam hingga ia ke tengah kedung?”
“Iya…Mbah. Kebetulan saya tadi berada tidak jauh di belakang Ikhsan. Tadi ada segerombolan ikan lele, saya pun tadi sempat kaget dan tidak percaya. Jika saya perkirakan ikan-ikan itu sekitar 100-200. Melihat itu, Ikhsan langsung berlari mengejar. Berenang. Tapi ikan-ikan itu akhirnya menggiring Ikhsan ke Kedong Lengkong. Ikhsan tidak sadar akan hal itu. Sontak saya langsung berteriak mengingatkannya, tapi Ikhsan sepertinya sudah terhipnotis dengan begitu banyaknya ikan. Hingga Ikhsan pun menyelam dan masuk.”
Semua orang terpaku melihat Kardi, semua tak ada yang berkomentar. Seolah-olah semua percaya dan menaruh harap dengan Kardi. Memang di kampung saya, si Kardi cukup dikenal dan dipercaya. Banyak orang yang berobat ke Kardi dan sembuh.
“Ya sudah Kardi, sekarang pimpin orang-orang yang ada di sana untuk membacakan Ayat Kursi sebanyak 21 kali, tetapi sebelumnya kamu khususkan dulu ke Ikhsan, juga ke penjaga kedung.”
“Baiklah Mbah…terima kasih.” Setelah itu Kardi menutup telpon dan melakukan apa wejangan Mbah Naim. Kardi duduk di depan menghadap ke Kedung Lengkong dan di belakangnya semua orang duduk bersila. Ritual pun berjalan.
Setelah ritual selesai dilakukan, semua orang masih tidak ada yang bersuara. Di wajah mereka nampak keresahan, juga bulir-bulir keringat menetes, membuat mereka semakin tidak tenang. Hampir setengah jam, tidak ada tanda-tanda kemunculan Ikhsan. Kepanikan mulai melanda semua orang, hanya Kardi yang nampak masih tenang. Tiba-tiba Kardi menghampiri satu persatu semua orang dengan membawa tong. Kardi meminta kepada mereka semua untuk menyerahkan udang hasil tangkapan mereka. Setelah itu Kardi menuju ke bibir kedung lalu menyiramkan dengan pelan udang-udang dari tong yang ia bawa. Tak lama kemudian nampak tubuh Ikhsan melembang ke permukaan. Pelan-pelan Kardi berjalan ke tengah menuju jasad Ikhsan. Semua mata tertuju pada Kardi. Setelah sampai di pinggir kedung, beberapa orang membantu mengangkat tubuh Ikhsan. Namun wajah kecemasan kini diganti kesedihan, setelah melihat Ikhsan sudah meninggal.
***
Semenjak kejadian itulah, aku mulai memercayai akan kebenaran cerita tentang Kalap. Memang di jaman seperti ini, sudah banyak orang tidak percaya tentang kejadian semacam itu. Begitu pula dengan saya dan saya sebenarnya lebih setuju dengan jawaban teman saya sekantor. Ketika teman saya itu saya tanyai tentang Kalap ia menjawab dengan santainya, “Kalap itu ya Kepala Laboratorium. Padahal kau dikenal bahkan dijuluki Topan si kutu buku. Tapi Kalap saja tidak tahu.”
Mau tidak mau, setelah kematian Ikhsan saya mulai memercayai keberadaan Kalap. Dan saya hanya berpesan pada anda harap berhati-hati bila melintasi ketiga tempat itu. Kedung Lengkon, Kali Wonokoyo dan bantaran Kali Sepanjang Sidoarjo. Saya pun tidak memaksa anda percaya, tetapi hati-hati saja jangan sampai anda seperti Ikhsan dan si pencari pasir itu.
***
November 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar