16/01/11

Kalap

Akhmad Fatoni
Jurnal Jombangana, Nov 2010

Konon katanya, menurut cerita yang saya dengar sejak kecil. Kalap itu sejenis makhluk halus yang tinggal di air. Entah di sungai, di laut atau pun di danau. Bisa juga disebut sebagai makhluk halus yang menunggu tempat itu. Sehingga tempat itu dikeramatkan, bila berada di tempat itu harus berhati-hati dan tidak boleh berucap kotor. Bila tidak, maka akan hilang dan tak kembali. Konon orang hilang yang terkena Kalap itu sudah mati. Versi yang lain lagi bahwa orang yang hilang itu dijadikan abdi di alam lain, alam di mana Kalap itu tinggal. Versi lain lagi, bila kembali itu pun hanya bajunya saja, tetapi orangnya hilang.

Cerita Kalap terus turun-temurun dan dipercayai sebagai mitos di kampung saya. Ternyata setelah saya mencari tahu, mitos itu tidak hanya dipercaya di kampung saya saja, di kampung-kampung tetangga juga mempunyai tempat yang dijaga Kalap. Jadi ada beberapa tempat yang memang dipercayai ada Kalapnya. Di kampung saya, Kalap dipercaya menunggu Kedong Lengkong. Di kampung lain, terdapat di Sungai Wonokoyo dan di bantaran Kali Sepanjang, Sidoarjo. Untuk cerita di bantaran Kali Sepanjang, itu saya ketahui dari tetangga saya yang bekerja sebagai supir truk. Di mana ia selalu mengambil muatan dari sungai ke sungai, yang sudah dikumpulkan oleh warga sekitar kemudian dijual pada supir truk, seperti pada tetangga saya itu. Si supir truk tetangga saya itu kebetulan mengambil muatan di sekitar Kali Sepanjang. Saat itulah tetangga saya kecewa, sudah jauh-jauh tetapi tidak ada pasir yang bisa dimuat. Hal itu dikarenakan kemarin ada seorang pengambil pasir hilang tak diketemukan.

Kekosongan muatan itu sebenarnya tetangga saya juga tidak tahu penyebabnya. Namun sebelum meninggalkan lokasi, ada seorang pencari pasir lewat. Dan dipanggillah orang itu oleh tetangga saya. Barulah dari perbincangan itu, tetangga saya tahu kenapa tidak ada pasir. Cerita yang dituturkan si pencari pasir ke tetangga saya itu yakni kemarin ada orang menghilang, hilangnya orang itu dikarenakan lalap. Sebab di bantaran Kali Sepanjang memang ditunggui Kalap. Begitulah inti cerita si pencari pasir kepada tetangga saya. Ketakutan sebenarnya melanda seluruh warga, terutama para pencari pasir yang mengandalkan pendapatan dari sungai itu. Tetapi harus bagaimana lagi, para pencari pasir harus menerjang mitos itu demi menafkahi keluarga. Berusaha tidak menghiraukan mitos tentang adanya Kalap. Meski seperti itu, setiap bulan selalu ada saja yang hilang dan meninggal. Melihat kondisi satu persatu pencari pasir hilang, akhirnya sesepuh desa memutuskan untuk memberikan sesaji tiap bulan agar tidak ada lagi korban. Sesaji itu terdiri dari kembang tujuh rupa, nasi kuning yang berlauk udang.

Semenjak dilakukan ritual sesaji, kejadian orang hilang sudah tidak ada lagi. Namun sewaktu pencari pasir itu bercerita kepada tetangga saya, memang waktu itu warga lalai, yang ingat waktu untuk mengeluarkan sesaji hanya Sugondo, mudin desa. Karena Sugondo pergi menunaikan ibadah haji maka tak ada lagi yang tahu. Sehingga naas pun terjadi, sebab lupa tidak memberi sesaji. Konon si Kalap murka karena tidak ada sesaji, akhirnya membuat si Kalap mengambil korban warga sekitar yang sedang mencari pasir. Seluruh warga panik mendengar ada orang hilang lagi. Hal itu yang membuat seluruh warga bantaran Kali Sepanjang resah, lalu salah satu menelpon Sugondo. Namun usaha warga menelpon Sugondo juga sia-sia. Yang hilang tak mungkin dikembalikan lagi. Sukondo hanya berpesan, agar warga segera membuat sesaji, namun sesaji kali ini harus ditambah kembang telon dan telur angsa. Semenjak kejadian itu, warga sekitar kali Sepanjang sampai saat ini selalu mengadakan ritual sesembahan rutin tiap bulannya, dengan harapan tidak ada lagi orang yang hilang. Mendengar cerita tetangga saya itu, saya masih menyimpan tanya sekaligus tidak percaya. Apalagi sesaji yang disuguhkan bagi saya aneh. Yang membuat saya aneh dari beberapa rangkaian sesaji itu yakni udang. Kenapa harus udang? Kehadiran udang itu seperti tidak sinkron dengan beberapa fragmen sesaji yang lain.

Teka-teki itu terus menyelinap dan membuat saya terus resah. Sampai akhirnya, saya bermain ke rumah teman saya dan terjawablah teka-teki itu. Awalnya saya bercerita perihal sesaji itu pada teman saya, belum usai saya bercerita pada teman saya itu. Kakek teman saya itu, tiba-tiba memutus cerita saya. Mengambil alih saya sebagai sang pencerita waktu kemudian si kakek pun bercerita. Menurut kakek teman saya itu, Kalap memiliki tubuh seperti manusia pada umumnya. Akan tetapi ada bagian dari tubuhnya yang membuat berbeda dengan manusia yakni bentuk tangannya yang seperti supit kepiting dan di kepalanya ada bara api yang menyala-nyala. Di mana bara api itu digunakan oleh si Kalap untuk memanggang udang. Sebab si Kalap sangat suka dengan udang.

Atas dasar kesukaan si Kalap dengan udang, membuat si Kalap tidak mau diganggu sewaktu mencari udang. Entah ada orang di sekitarnya yang hanya melintas, mencuci atau apa pun. Maka orang itu oleh si Kalap langsung ditarik dan ditenggelamkan ke dalam air untuk disembunyikan. Mendengar cerita kakek dari teman saya itu, akhirnya teka-teki perihal sesaji yang dipersembahkan untuk si Kalap, terjawablah sudah. Kepercayaan akan keberadaan Kalap itu pun tidak begitu saja saya percayai. Saya tetap memberontak dan tidak mau percaya tentang hal-hal semacam itu. Ketidakpercayaan saya itu membuat saya terus mencari tahu, perihal Kalap itu.

***

Keragu-raguan saya terhadap cerita Kalap menjadi hilang ketika tetangga saya ada yang mati akibat Kalap. Namanya Ikhsan. Tetapi cerita kematian Ikhsan ini sangat lain dengan cerita-cerita yang selalu saya dengar.

Menurut cerita Kardi yang melihat peristiwa kematian Ikhsan. Kejadian berawal ketika ngerempah, mengalihkan aliran sungai. Setelah aliran tidak begitu deras obat ditaburkan dengan tujuan agar ikan-ikan pada bingung dan gelimbung. Setelah itu barulah menangkap ikan-ikan tersebut. Aktivitas mencari ikan mulai menyibukkan diri mereka masing-masing. Tidak mengurusi orang lain, tetapi segerombolan yang tadi berangkat bersama-sama untuk ngerempah mulai sibuk mencari cara bagaimana agar mendapatkan ikan banyak. Mengunakan jaring, seser, aret dan apapun dilakukan untuk menangkap ikan-ikan yang sedang limbung itu. Kemudian dimasukkan dalam tempat yang sudah disiapkan sebelum berangkat. Ada yang membawa kresek, tong atau hanya menggunakan alang-alang. Menyelundupkan dari sirip hingga tembus ke mulut ditumpuk hingga berjubel layaknya buah anggur yang masih menempel erat di tangkainya.

Kesibukan-kesibukan itulah yang membuat Ikhsan lalai. Ikhsan lupa bahwa di kedong Lengkong merupakan tempat yang angker. Nalar Ikhsan hilang ketika melihat rombongan ikan berduyun-duyun seperti pawai partai politik. Melihat itu, Ikhsan sigap dan mengejarnya hingga Ikhsan masuk dan mengikuti ikan-ikan itu makin ke tengah. Sontak Kardi yang melihat itu langsung berteriak, “San, jangan terlalu ke tengah, hati-hati.”

Ikhsan tak lagi memedulikan teriakan Kardi. Ikhsan makin ke tengah dan berenang ke dalam untuk menjaring ikan-ikan yang sedang limbung. Lama Ikhsan tidak njumbul. Kardi mulai panik, dan berteriak pada yang lain perihal yang ia lihat itu. Tak lama semuanya berkumpul di bibir kedung. Kecemasan mulai menghiasi seluruh wajah mereka. Ada yang komat-kamit mewirid apa yang ia percaya, memohon pada Tuhan, dengan harapan tidak terjadi apa-apa pada Ikhsan. Suasana hening nan senyap menyelimuti kedung. Keadaan makin mencekam setelah matahari terbenam, tetapi Ikhsan tak kunjung muncul. Semua orang diam, walau hanya sepatah kata. Yang terdengar hanya hembus nafas. Tetapi tiba-tiba Kardi memecah keheningan, “Hallo….Mbah Naim, saya Kardi.” Sontak semua mata tertuju pada Kardi. Tetapi tampaknya Kardi tak menghiraukan tatapan yang memojokkannya.

“Ini Ikhsan…tiba-tiba menghilang. Kami tadi berangkat ngerempah. Tapi Ikhsan menyelam di Kedong Lengkong dan belum muncul-muncul hingga sekarang.” Kardi memeragakan dengan tangan, dan matanya terpejam. Kemudian terdengar suara.

“Sudah berapa lama Ikhsan tak muncul setelah menyelam tadi?”

“Sdah agak lama mbah, kira-kira dua sampai tiga jam.” Mulut Kardi komat-kamit.

“Tadi kamu melihat kejadian sebelum Ikhsan menyelam hingga ia ke tengah kedung?”

“Iya…Mbah. Kebetulan saya tadi berada tidak jauh di belakang Ikhsan. Tadi ada segerombolan ikan lele, saya pun tadi sempat kaget dan tidak percaya. Jika saya perkirakan ikan-ikan itu sekitar 100-200. Melihat itu, Ikhsan langsung berlari mengejar. Berenang. Tapi ikan-ikan itu akhirnya menggiring Ikhsan ke Kedong Lengkong. Ikhsan tidak sadar akan hal itu. Sontak saya langsung berteriak mengingatkannya, tapi Ikhsan sepertinya sudah terhipnotis dengan begitu banyaknya ikan. Hingga Ikhsan pun menyelam dan masuk.”

Semua orang terpaku melihat Kardi, semua tak ada yang berkomentar. Seolah-olah semua percaya dan menaruh harap dengan Kardi. Memang di kampung saya, si Kardi cukup dikenal dan dipercaya. Banyak orang yang berobat ke Kardi dan sembuh.

“Ya sudah Kardi, sekarang pimpin orang-orang yang ada di sana untuk membacakan Ayat Kursi sebanyak 21 kali, tetapi sebelumnya kamu khususkan dulu ke Ikhsan, juga ke penjaga kedung.”
“Baiklah Mbah…terima kasih.” Setelah itu Kardi menutup telpon dan melakukan apa wejangan Mbah Naim. Kardi duduk di depan menghadap ke Kedung Lengkong dan di belakangnya semua orang duduk bersila. Ritual pun berjalan.

Setelah ritual selesai dilakukan, semua orang masih tidak ada yang bersuara. Di wajah mereka nampak keresahan, juga bulir-bulir keringat menetes, membuat mereka semakin tidak tenang. Hampir setengah jam, tidak ada tanda-tanda kemunculan Ikhsan. Kepanikan mulai melanda semua orang, hanya Kardi yang nampak masih tenang. Tiba-tiba Kardi menghampiri satu persatu semua orang dengan membawa tong. Kardi meminta kepada mereka semua untuk menyerahkan udang hasil tangkapan mereka. Setelah itu Kardi menuju ke bibir kedung lalu menyiramkan dengan pelan udang-udang dari tong yang ia bawa. Tak lama kemudian nampak tubuh Ikhsan melembang ke permukaan. Pelan-pelan Kardi berjalan ke tengah menuju jasad Ikhsan. Semua mata tertuju pada Kardi. Setelah sampai di pinggir kedung, beberapa orang membantu mengangkat tubuh Ikhsan. Namun wajah kecemasan kini diganti kesedihan, setelah melihat Ikhsan sudah meninggal.

***

Semenjak kejadian itulah, aku mulai memercayai akan kebenaran cerita tentang Kalap. Memang di jaman seperti ini, sudah banyak orang tidak percaya tentang kejadian semacam itu. Begitu pula dengan saya dan saya sebenarnya lebih setuju dengan jawaban teman saya sekantor. Ketika teman saya itu saya tanyai tentang Kalap ia menjawab dengan santainya, “Kalap itu ya Kepala Laboratorium. Padahal kau dikenal bahkan dijuluki Topan si kutu buku. Tapi Kalap saja tidak tahu.”

Mau tidak mau, setelah kematian Ikhsan saya mulai memercayai keberadaan Kalap. Dan saya hanya berpesan pada anda harap berhati-hati bila melintasi ketiga tempat itu. Kedung Lengkon, Kali Wonokoyo dan bantaran Kali Sepanjang Sidoarjo. Saya pun tidak memaksa anda percaya, tetapi hati-hati saja jangan sampai anda seperti Ikhsan dan si pencari pasir itu.
***

November 2010

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita