25/12/10

Izroil dan Bunda Malin (klarifikasi dongeng Malin Kundang)

Muhammad Zuriat Fadil
http://sastra-indonesia.com/

And I have to be sure
When I walk out the door
O ,How I wont to break free…
(I Want to Break Free, Queen)

Hari itu Izroil sedang mendapat tugas berat, yakni mencabut nyawa seorang ibu yang dulu pernah mengutuk anaknya menjadi batu. Setelah menyelesaikan tugasnya di beberapa tempat dan waktu yang berbeda, Izroil pun kembali melesat dengan kecepatan cahaya membelah ruang menembus zaman, menuju kediaman Bunda Malin. Ibu itu rupanya sedang termenung dalam lamunan ketika Izroil sampai di depan pintu kamarnya.

Lima tahun telah berlalu sejak peristiwa itu terjadi. Peristiwa yang menggemparkan para malaikat ruhaniyyun di atas sana dan para manusia setempat. Seorang ibu yang mengutuk anaknya menjadi batu, tentulah sorang ibu mulia yang diberi karomah oleh sang pemilik segala kesaktian. Inilah yang membuat Izroil sedikit nervous menjalankan perintah itu. Kalau hanya sekedar jendral, presiden, raja, kiai, ulama, pendeta, para pejabat, pengusaha, rektor, preman pasar, dekan, dukun dan lain-lain sih bukan masalah bagi Izroil, toh mereka cuma terhormat di kalangan para manusia. Tapi ibu ini….tentulah dia berlimpah kasih dari Sang Maha Kasih. Huff… tapi bagaimanapun beratnya Izroil mesti menjalankan amanah ini, sebab inilah tugasnya. Mencabut nyawa. Dan dengan inilah kehidupan seseorang akan lengkap, kematian. Lalu pada gilirannya, keseimbangan dan keselarasan kehidupan akan berjalan harmonis.

”Selamat malam ibu yang mulia,” Izroil mulai menyapa.
”Apakah kau malaikat pencabut nyawa itu, hai orang asing yang sedari tadi berdiri di depan kamarku?”. Di luar dugaan rupanya Bunda Malin sudah mengetahui kehadiran Izroil sebelumnya. “Ya, ini hamba, hendak menjalankan tugas membimbing nyawa ibu mulia menuju kehidupan nyata.”

“ Halah! Kau mau mencabut nyawaku. Bilang saja begitu, tak usah bertele-tele!”. Mata Bunda Malin masih menerawang jauh, tampak tak fokus. Heran juga Izroil dibuatnya sebab biasanya para kekasih Tuhan selalu berwajah tenang dan tanpa beban, terutama saat menjelang ajal. Tapi memandang wajah Bunda Malin, Izroil seolah sedang menangkap adanya beban berat dalam diri sang Ibu.

Apakah Ibu mulia takut menghadapi ajal?
“Tenang saja Ibu mulia, hamba akan melakukan tugas ini dengan perlahan dan sehalus mungkin. Dirimu adalah orang yang dikasihi, tentu tidak akan….”

“APA KATAMU??!!!! DIKASIHI??!!!!” suara Bunda Malin menggelegar bahana memotong kalimat Izroil. Memecah keheningan alam malam, merobek kesunyian, disertai tatapan mata tajam menatap Izroil seakan menembus makhluk nur itu. Kalaulah Izroil punya jantung, tentulah sudah melompat dari tempatnya semula. Bagaimana tidak? Melihat prestasi Bunda Malin dalam hal laknat-melaknat, bukan tidak mungkin Izroil berpikir akan dilaknat juga. Seorang anak manusia dikutuk menjadi batu oleh ibunya karena durhaka, bolehlah bisa diterima oleh catatan sejarah panjang umat manusia. Tapi sesosok malaikat pencabut nyawa dikutuk menjadi batu? Wah….bisa- bisa malah jadi bahan tertawaan ummat akhir zaman nanti.

”Oh, rupanya malaikat sepertimu pun tidak mengerti perasaanku yang sebenarnya?”
Jelas sekali Ibu Mulia, hamba tidak dibekali pengertian tentang perasaan Bani Adam agar bisa melaksanakan tugas ini seefekitif dan seefisien mungkin.

”Semua orang menganggapku sebagai ibu yang mulia sampai bisa melaknat anaknya menjadi batu. Apa yang bisa kulakukan dengan anggapan konyol itu? Tidakkah mereka melihat penderitaan ku setelah kejadian itu? Hari-hari yang kulalui dengan beban berat derita. Setiap kali aku ke pantai, aku melihat patung anakku dengan wajah memohon ampun. Penderitaan apa yang bisa lebih berat dari seorang ibu yang mesti melihat anaknya menderita tiap kali? Sesungguhnya, saat itu bukanlah Malin yang dikutuk. Akulah yang sejatinya dilaknat Sang Maha Pemaaf.”

Izroil tak mengerti, memang bukan tugasnya untuk mengerti segala sesuatu, tapi rasa penasaan itu nakal juga hinggap begitu saja. “Ibu Mulia, bukankah doamu yang mustajab itu adalah bukti bahwa dirimu adalah manusia pilihan? Bukankah itu adalah karomah yang diberikan oleh Sang Maha Mulia sebagai balasan atas kesabaranmu?”

”Sabar? Yaa… semestinya aku bersabar. Sebab kesabaran tidak mengenal batas, wahai malaikat. Kemarahanlah yang sesungguhnya berbatas. Bagai tebing jurang curam, sekali kau terperosok maka tak ada jalan keluar darinya…. Uhuk…Uhuk…!” Bunda Malin sudah kembali tenang, mungkin juga karena paru-parunya yang sudah sedemikian lemah. Perasaan bersalah yang sedemikian berkecamuk dalam dirinya membuatnya susah tidur beberapa tahun belakangan. Udara dingin malam beserta angin dari pantai rupanya ampuh mengerjai paru-parunya. Tapi sebenarnya penyakit paru-paru itu hanya salah satu agen bawahan Izroil, untuk merasionalisasikan kematian sang Ibu.

”Maafkan, tapi hamba yang berasal dari alam malakut ini belum mengerti Ibu Mulia. Kau sudah menunggu anakmu yang merantau bertahun-tahun lamanya. Sekembalinya dia dari perantauan, dia malah tidak mau mengakuimu sebagai ibunya. Jelas sekali bahwa Malin adalah anak durhaka dan patut dihukum atas kesombongan dan kedurhakaannya. Apa yang membuatmua berpikir bahwa engkaulah yang dilaknat dalam perkara ini?”

Terbatuk beberapa kali. Sambil meminum air dari gelas yang memang dipersiapkannya, Bunda Malin melanjutkan penjelasan. ”Bahwa malin berdosa atas diriku tentu saja ya, tapi menganggap akulah pihak paling benar tanpa satu kesalahan dalam permasalahan ini, tentu tak bisa dibenarkan juga. Aku bersabar menunggunya, tiap hari aku menantinya, jelaslah saat itu kesabaranku diuji oleng Sang Maha Penyabar dan Maha Pemaaf. Ketika kedatangan Malin, aku sungguh bersuka cita. Apa yang kunantikan, kupikir akhirnya tiba juga. Tapi aku melupakan satu hal wahai malaikat, bahwa ujian dari-Nya sebenarnya berlapis, tak berkesudahan. Saat itulah puncak dari ujian kesabaranku. Apa yang kau sebut sebagai karomah atau kelebihan yang diberikan kepadaku, tidak lain sekedar buah dari kemarahan sesaat yang sedang bersimaharaja di hatiku. Dan itu adalah kesalahaan fatal. Sisa hidupku harus dihabiskan dengan menerima penderitaan ini serta rasa bersalah tak berujung. Maka betapa aku menantikan hari ini wahai malaikat, hari ketika semua penderitaan ini berakhir. Jadi cepatlah, cabut nyawaku, akhiri semua penderitaan ini, biarlah manusia-manusia sesudahku belajar dari kesalahan yang kubuat.”

Belajar?
”Oh ya, sepertinya memang seperti itu Ibu mulia. Hamba baru saja dari masa depan untuk mencabut nyawa beberapa manusia di sana. Di masa depan nanti kisahmu menjadi dongeng pelajaran untuk anak yang durhaka.”

Di luar dugaan, ketika mendengar kabar dari masa depan itu, batuk Bunda Malin makin keras dan parah, bahkan sudah sampai mengeluarkan darah. Tubuh rentanya bergetar akibat menahan kemarahan. Matanya memerah menatap Izroil dengan tatapan setajam Golok Pembunuh Naga milik Tiau Bu Ki dalam serial To Liong To.

Aduh Gusit diri sejati, aku salah apa lagi….kumohon….jangan kutuk aku jadi batu. Ibu Mulia…..
”Oh tidak mungkin, sesederhana itukah tafsir mereka atas kisah ku?”
”Seperti yang kau tahu Ibu Mulia, kemampuan intelektual manusia semakin menurun dari zaman ke zaman. Tapi di mana letak salahnya pengartian itu? Bukankah benar kisah ini adalah tentang anak durhaka?”

“Ya, ini adalah kisah tentang anak durhaka… Uhuk…” batuk lagi, kemudian melanjutkan, “tapi manusia tidak boleh lupa bahwa selain itu, ini juga adalah kisah tentang ibu yang durhaka.”
”Ibu durhaka?”

”Ya, durhaka terhadap kesabarannya. Kemarahan seorang ibu adalah kemarahan Penciptanya, laknat Ibu adalah laknat-Nya. Inilah yang mesti mereka pelajari. Hal ini bukan fasilitas, tapi ujian bagi setiap ibu untuk menjadi sesabar yang Maha Sabar. Mereka mesti menyiapkan dirinya untuk terserap pada sifat-sifat Ilahi itu, sebab kasih ibu adalah penggambaran sempurna kasih Tuhan yang kudus di atas dunia dan semesta.”

Ibu Mulia, andainya kau tahu bahwa pemikiran semacam itu nantinya akan mengguncang dunia lewat karya-karya Hegel dan Ibn Arabi. Sayang bukan dalam wilayah dan kuasaku untuk memberi informasi tentang tabir misteri zaman

”Apa yang mereka anggap benar belum tentu benar, manusia masa depan mesti belajar melihat dari sudut pandang yang lebih luas… Uhuk… Uhuk…”

Sedang para pewarta di masa depan nanti akan mempelajari itu sebagai hal yang wajib mereka lakukan, mereka menyebutnya dengan istilah cover both side, tapi ibu mulia ternyata telah lama menyadari pentingnya melihat dengan sudut pandang yang lebih universal.

”Kesalahan terbesarku adalah mengharap timbal balik dari kasih sayang yang telah kuberikan selama ini. Kesalahanku jua adalah mengharapkan anakku Malin tumbuh seperti yang kuinginkan, aku terlalu menginginkan dia tumbuh persis seperti harapanku,” sembari terbatuk ia melanjutkan kalimatnya, ”sedangkan seorang pujangga pernah berkata, anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah putera-puteri kehidupan”

Pada suatu masa yang pernah kukunjungi syair ini begitu populer……..
“Mereka datang melalui kalian tapi bukan berasal dari dirimu dan walaupun mereka bersamamu tapi mereka bukan milikmu”
Ya ya….tidak salah lagi aku pernah dengar syair ini di suatu tempat…..hmmmm……
Sedang Bunda Malin masih melanjutkan berpujangga ria, Izroil masih sibuk mengingat-ingat dimana mendengar syair ini dahuluuu….di masa depan.

“Kau boleh memberi mereka cintamu, tapi bukan pikiranmu karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri, kau boleh merumahkan tubuh mereka tapi bukan jiwa mereka uhhuukkk……”
Batuk Bunda Malin semakin keras dan berdarah-darah…….

Astaga! Ini kan karya Kahlil Gibran! Pujangga yang dijuluki Sang Nabi dari Lebanon…. syair ini disuarakan melalui tokoh rekaannya Al Musthafa. Ibu Mulia, mungkin tabir fisikmu sudah terbuka sedemikian lebar sehingga memorimu sudah rancu bercampur dengan memori semesta, kau bahkan membaca syair yang penulisnya saja belum lahir.

Konon bila seluruh air laut ditumpahkan ke wajah Izroil, maka seluruh air itu bahkan tidak akan sampai menetes dari wajahnya saking besarnya dia, namun saat ini rasa Iba tumpah juga dari mimik wajahnya.
“Uhukk….karena jiwa mereka berkelana dalam rumah esok hari, yang tidak dapat kau kunjungi sekalipun dalam mimpi”

Sayang sekali Ibu Mulia, pada masa datang, syair-syair Gibran dicetak hanya untuk kepentingan pasar untuk mereka yang mereguk keuntungan dari penjualan buku-buku nya, dan mereka sengaja membuat kesan bahwa orang yang membaca Gibran itu romantis atau spiritualis, oh! Manusia masa depan yang kering cahaya…Ibu Mulia, sudah sejauh manakah tabir itu terbuka untukmu?
Namun demi melihat tubuh Bunda Malin yang semakin melemah akhirnya berkata jugalah Izroil memotong pembicaraannya.

”Ibu Mulia, hamba rasa tenggang waktu telahpun tiba. Kalau mengulur waktu lagi kasihan tubuh rentamu itu sudah tidak sanggup menampung keliaran sukmamu yang semakin kangen pada asalnya. Maka izinkanlah hamba melaksanakan tugas ini.”

Izroil pun mulai menyiapkan prosesinya dan menunjukkan surat tugas dari Sang Maha Raja di atas Raja pada Bunda Malin. Bunda Malin toh sudah tidak peduli, dia sudah rindu betul pada kampung halamannya. Kampung halaman Malin juga, kampung halaman semua makhluk, kampung halaman semua semesta tempat segala berpulang.

Sembari sedikit demi sedikit nyawanya dicerabut dari fisik rentanya samar-samar terdengar suara Bunda Malin lirih melanjutkan syair…..
“Kau boleh berusaha seperti mereka tapi jangan membuat mereka menjadi sepertimu, karena hidup tidak berjalan mundur atau berkaitan dengan hari kemarin”
“Semoga Freud tak perlu mendengar bait yang terakhir kau bacakan itu Ibu Mulia, sebab dia sangat menghargai peran masa lalu dalam hidup manusia.”

Bunda Malin hanya tersenyum, dia toh tidak tahu siapa itu Sigmun Freud sebab mungkin dan sedang membicarakan seseorang yang belum lahir pada zaman itu, tapi tak apalah sebentar lagi dia juga akan melewati batas ruang waktu yang njelimet ini.
”Dan katakanlah padaku malaikat, seperti apakah tempat yang kutuju setelah aku tanggalkan semua bentuk wadag padat ini?”

”Ibu Mulia, yang kuhormati dan kusegani….terus terang hamba sendiri tidak bisa menjelaskannya, sebab ketika hamba berinteraksi denganmu hamba masih mesti terikat dengan bahasa sedangkan engkau memintaku menjelaskan suatu tempat yang tidak ber ruang, ketika hukum waktu runtuh, dan segala kata bahasa tak mampu menjelaskannya”
”Ya…..baiklah-baiklah, sebentar lagi juga aku akan mengerti”

Sedangkan Izroil sambil melaksanakan tugas rutinnya itu masih tersenyum geli membayangkan jalannya legenda Malin Kundang ini, sembari membatin, “Gusti, Dikau kekasih yang bersaksi melalui diri hamba, bahkan aku yang tercipta dari cahaya pun tiada sanggup mengetahui misteri-misteri penciptaanMu, seberapa besarkah sebenarnya pengetahuanmu itu? Adakah kau tertawa mengetahui ketidak tahuan kami, makhlukMu?”

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita