19/08/10

INDONESIA, ITU SAJA!

Liza Wahyuninto
http://celaledinwahyu.blogspot.com/

Sejarah adalah kumpulan banyak hal yang bisa kita hindari (Konrad Adenauer)

Membincang keindonesiaan adalah seperti bercerita tentang diri kita kepada seorang teman. Keindonesiaan adalah kehidupan kita sehari-hari dalam memaknai diri sebagai warga Negara Indonesia. Tentu saja, keindonesiaan kemudian menjadi harga mati bagi setiap warga Negara yang dilahirkan di negeri surgawi ini. Cara memaknainya juga beragam, dan tidak harus diseragamkan.

Kita dilahirkan dan dibesarkan di negeri ini dengan suku, agama, ras, dan etnis yang berbeda. Budaya sampai bahasa kita juga berbeda. Profesi, status social, tingkat pendidikan juga tidak sama. Ini merupakan kekayaan terbesar yang dimiliki Indonesia, dan belum tentu dimiliki pula oleh bangsa lain. Dalam perbedaan dan keanekaragaman tersebut, kita disatukan di bawah sayap burung Garuda. Yang kemduian kita kenal dengan sebutan pancasila.

Di dalam lima (5) sila inilah, Indonesia dirangkum. Keindonesiaan disusun berdasarkan visi, misi dan cita-cita terbesarnya. Pancasila dengan dilengkapi butir-butirnya sudah parpipurna disebut sebagai sumber hukum Negara. Tidak ada pemimpin Negara, mulai dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), presiden, sampai pada pemerintahan terkecil yaitu Rukun Tetangga (RT) yang boleh menyalahi aturan hokum yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945.

Selama kurun waktu 65 tahun sejak 1945, Indonesia sudah mengalami pergantian Presiden sebanyak 6 kali. Mulai dari Ir. Soekarno, Soeharto, B. J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan saat ini Soesilo Bambang Yudhoyono. Enam presiden yang telah mengepalai Negara Indonesia ini juga berusaha untuk memaknai pancasila. Tentu saja dengan tafsir mereka masing-masing. Sehingga, kita tidak perlu kaget atau terperanjat dengan pola kepemimpinan dari salah satu presiden yang terkadang membuat rakyatnya bingung atau bertanya-tanya.

Ir. Soekarno misalnya, menafsirkan pancasila dengan menjalankan sila yang ketiga dan kelima, yaitu persatuan Indonesia dan keadilan social bagi masyarakat Indonesia. Sehingga ketika ia berada di tampuk kepemimpinan, focus kinerjanya diarahkan pada dua sila ini. Abdurrahman Wahid yang lebih kental dengan panggilan Gus Dur, lebih menekankan pada sila kedua; yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Sehingga perjuangannya adalah perjuangan mengangkat hak dan martabat manusia Indonesia. Siapapun dia, bila ia adalah orang Indonesia maka harus diakui dan dinaikkan derajatnya. Salah satu contoh perjuangannya yaitu mengakui Konghucu sebagai agama dan mengganti mengangkat derajat etnis Tionghoa.

Apa salah menafsirkan pancasila seperti itu? Tentu saja tidak. Karena, kitapun harus maklum bahwa tidak semua dari pancasila dapat dilaksakan, jadi dipilihlah yang sesuai dengan standar kemampuan dan juga melihat kondisi social yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

Republik Malas

Pada zaman sebelum dan di awal kemerdekaan, Indonesia begitu banyak memiliki pemuda-pemuda yang pandai dan tekun dalam belajar serta bekerja. Kita masih mengenal Tan Malaka, Bung Hatta, Habibie, Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara dan lain sebagainya. Mereka adalah beberapa gelintir saja di antara yang lain sebagai tonggak the founding father di negeri ini. Semuanya mengakui bahwa yang harus dilakukan adalah berusaha, belajar, bekerja, untuk kemajuan bangsa.

Berbeda dengan zaman saat ini. Di mana pemuda negeri lebih mengedepankan menjadi konsumen daripada produsen. Kita lebih dikenal sebagai bangsa pemakai bukan pembuat. Lebih senang dengan hal-hal yang sifatnya instan, langsung dapat digunakan tanpa harus susah payah untuk memikirkan bagaimana cara untuk membuatnya atau malah menghasilakan yang lebih bagus dari itu. Tidak salah, jika kemudian bangsa kita disebut sebagai republik malas.

Tapi, tidak bijak juga hanya menyalahkan pemuda. Pemuda adalah tiang Negara, sang pelanjut masa depan arah Negara ini. Pemerintah, yang dalam hal ini kebijakannya terhadap pendidikan terutama, sangat mempengaruhi akan bagaimana dan menjadi apa pemuda bangsa ini nantinya. Banyaknya pengangguran terutama di kalangan pemuda bukan murni kesalahan pemuda, tapi tidak efektif dan berhasilnya pemerintah di negeri ini dalam memberikan lapangan pekerjaan.

Wajib belajar (WAJAR) 9 tahun yang diterapkan pemerintah tentu tidak cukup untuk membekali seseorang untuk fighting di zaman yang serba susah ini. Butuh inovasi baru untuk memikirkan bagaimana masalah tingginya angka pengangguran dan setiap tahunnya terus menanjak sebagai bencana besar yang harus menjadi focus utama untuk ditanggulangi. Pemerintah tidak harus mendatangkan atau terus-terusan mengundang investor asing untuk menanam modal di Indonesia, tapi mengutamakan bagaimana menjadikan setiap lahan yang masih dapat untuk dibuat lapangan kerja, sebagai tempat dan mimpi baru bagi pemuda Indonesia.

Melahirkan Kembali Gus Dur

Kita harus mampu untuk menanamkan sikap seperti sikapnya Gus Dur. Keterbatasan yang kita miliki bukanlah penghalang untuk menuju kesuksesan di masa depan. Kita harus yakin, di balik keterbatasan pada diri kita ada potensi besar yang kita miliki. Percaya atau tidak, biang keladi dari kemalasan dan semua penyakit yang menimpa pemuda di negeri ini berasal dari tidak memiliki rasa percaya diri terhadap diri sendiri. Kita bangsa yang minder, dan selalu tunduk di hadapan orang asing.

Kita harus melahirkan Gus Dur dalam diri kita. Sosok pejuang yang tidak pernah mengenal kata menyerah, putus asa, dan mengeluh sampai apa yang diperjuangkan dapat terwujud. Gus dur tidak dikenal karena ayah atau kakeknya, tapi memang murni dari apa yang ia perjuangkan dan ia lakukan untuk masyarakat Indonesia yang ia temui. Perjuangannya mempertahankan pluralisme sebagai harga mati dalam kerukunan beragama di Indonesia merupakan perjuangan ang harus terus dilanjutkan dikawal oleh kita para penerusnya.

Memaknai keindonesiaan adalah memaknai mimpi-mimpi Indonesia di tahun-tahun mendatang. Mengisi kemerdekaan dengan apa yang dapat kita lakukan saat ini adalah kunci utama. Momen kebangkitan nasional pada 20 mei lalu, seharusnya menjadi cambuk untuk melecut kembali semangat kita yang tertidur. Kita butuh lagi rasa kebersamaan dalam membangun bangsa. Tanpa membedakan suku, agama, ras, dan adat istiadat yang kita miliki. Perbedaan adalah kekayaan bukan pemicu pertikaian.

Ke depan, Indonesia yang memiliki Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indoneisa, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta keadilan social bagi rakyat Indonesia, akan terwujud dan tidak menjadi mimpi-mimpi belaka. Sudah saatnya kekayaan yang kita miliki kita sendiri yang menikmati, bukan dieksploitasi oleh bangsa asing.

Jas Merah, begitu kata Bung Karno. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Tapi, bukan berarti kita harus terus berbangga dengan sejarah emas yang kita miliki. Masih banyak masa keemasan yang akan kita raih. Hingga usia Indonesia 1 abad nanti, Indonesia harus tetap ada di muka bumi. Caranya, bagaimana dan kemana kita akan melangkahkan kaki pagi ini. Indonesiaku, memang bukan Indonesia-indonesiaan. Indonesiaku adalah Indonesia, itu saja!

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita