Ganug Nugroho Adi
http://entertainmen.suaramerdeka.com/
begitulah dewabrata
kelak seorang penunggang kuda akan menghampirimu
aku titipkan cemas yang dulu
lalu ia rentangkan busur dengan ribuan anak panah
yang kuraut sendiri
tersenyumlah, aku datang menjemputmu
(1)
BAGINDA sendiri yang menuntun saya menuju kereta. Membukakan pintu dan berkata; "Amba, kau telah menjadi putri boyongan. Pergilah bersama calon suamimu dan jaga adik-adikmu. Bagaimanapun, lak-laki itu telah memenangkan sayembara. Aku tak lagi berkuasa atasmu. Jangan mencoba membuat malu dengan ulah kekanak-kanakanmu. Lupakan Salwa. Sebagai perempuan, kau tak punya pilihan."
Pagi menjadi sangat kelam. Bunga tanjung jatuh satu-satu.
"Pergilah. Jagalah martabat dan kehormatan negerimu."
Saya menahan marah yang menggumpal. Tapi saya tak ingin menangis. Mereka yang sedang tak jatuh cinta memang selalu menganggap remeh arti sebuah percintaan. Sebagai anak raja, apalagi perempuan, kau tak boleh membangkang apa yang menjadi keinginan raja.
Sebenarnya semua tak akan menjadi serumit ini kalau saja saya belum memiliki kekasih. Tapi baginda sendiri telah merestui saya, putrinya, menjalin cinta dengan Kangmas Salwa. Bukankah pesta pertunangan pada purnama lalu telah menjadi pertanda bahwa kebersamaan kami akan segera menjadi kenyataan?
"Bimbing adik-adikmu, Ambika dan Ambalika, menjadi istri yang baik. Jangan kau kotori kehormatan tanah leluhurmu dengan ketidakmengertianmu," baginda berkata lagi, lalu membalikkan badan meninggalkan kereta wangi berhias bunga-bunga, tanpa menoleh lagi.
Ambika dan Ambalika sudah menunggu saya di dalam kereta. Saya melangkahkan kaki dengan wajah menunduk. Inilah awal segala dendam berdenyut mengaliri seluruh urat nadi saya.
Kereta bergerak, membawa saya dan adik-adik saya menuju Astina.
Brengsek! Semua ini gara-gara Bisma sialan itu. Saya tahu Bisma tak terkalahkan. Tapi tidak semestinya dia membawa saya dalam rombongan kereta ini. Sebab bukankah hanya Ambika dan Ambalika yang belum berjodoh? Sebab bukankah saya sudah memilik tautan hati dengan Kangmas Salwa, raja Saubala? Kenapa Bisma tetap memboyong saya dan Baginda malah membiarkan saja?
Kemarahan menghantam seluruh urat nadi saya. Saya sungguh tak bisa menerima semua kekeliruan ini.
Saya merasakan roda kereta seperti menggerus dada, memerih hingga ke tulang, mencabik-cabik hati saya, menjadi layaknya debu yang berhamburan di sisi kanan-kiri kereta yang melaju kencang.
Menyadari saya adalah seorang perempuan yang tak memiliki kuasa apa-apa bahkan atas tubuh dan keinginan saya sendiri membuat hati saya perih. Padahal saya anak raja. Padahal saya bukan perempuan kebanyakan. Apakah akan selalu demikian nasib para perempuan?
Tapi baiklah, untuk sementara saya menurut saja. Tapi kelak saya akan membuat perhitungan dengan Bisma.
(2)
PADA malam sesampai di Astina saya langsung menemui Bisma. Saya menyampaikan protes secara baik-baik. Di taman itu, saya berkata padanya; "Seharusnya kau tahu, saya tak sepantasnya diboyong ke Astina. Hati saya sudah terpaut dengan Salwa. Kau memang telah mengalahkannya. Tapi saya mohon jiwa ksatriamu terketuk untuk mengembalikan saya padanya."
Bisma berkata tanpa memandang wajah saya, "Ayahmu sendiri yang menyerahkan dirimu dan adik-adikmu setelah sayembara itu. Seorang anak raja tidak seharusnya membantah perintah rajanya. Apalagi kau hanya seorang perempuan."
Bisma menyalin ulang aturan yang telah menjadi semacam dogma itu. Saya ingin menamparnya, menyobek-nyobek mulutnya dan mengatakan bahwa perempuan, anak raja atau bukan, berhak untuk menetukan keinginannya sendiri.
Tapi saya mencoba menenangkan diri dan menerangkan situasi rumit yang saya hadapi dengan pelan-pelan. Saya katakan tidak mungkin saya meninggalkan Salwa. Apalagi ternyata bukan dia sendiri, Bisma maksud saya, yang akan mengawini saya dan adik-adik saya, tapi Wicitrawirya, adik tirinya. Sebab saya mendengar dia telah bersumpah tak akan menikah seumur hidupnya.
Saya bertanya, jika dia telah bersumpah wadat, lalu untuk apa mengikuti sayembara?
"Setelah kemenangan itu, akulah yang paling berhak atas diri kalian. Bahkan Darmahumbara, ayahmu, pun tak punya kuasa untuk mengatur-atur kalian lagi."
Saya katakan lagi bahwa sekarang dia memang berkuasa atas kami, saya dan adik-adik saya. Oleh karena itu, dia pun sebenarnya berkuasa untuk mengembalikan saya ke Salwa. Saya katakan padanya agar mengambil Ambika dan Ambalika saja. Sebab saya mencintai Salwa.
"Percayalah, adikmu tak akan bahagia menikahi saya karena hati saya sudah saya berikan untuk Salwa. Saya pasti juga tidak akan bahagia menjadi istri adikmu itu. Jadi kembalikan saya ke Saubala negeri Salwa."
Saya bersyukur karena Bisma mau menerima penjelasan saya. Dia mengatakan salah dan meminta maaf. Bisma kemudian berjanji akan mengantarkan saya kepada Salwa pagi-pagi buta.
Sungguh, malam itu saya merasa amat bahagia. Saya mengucapkan terima kasih pada Bisma dan kembali ke keputren dengan hati berbunga-bunga. Ah, di balik kesombongannya, Bisma ternyata masih bisa menghargai keinginan seorang perempuan.
Malam itu saya memang pantas berbahagia. Bagi saya, ini bukan semata-mata pergi dari Astina, tapi juga berarti kebebasan saya untuk menjadi perempuan yang bisa menentukan apa yang saya mau. Sebab itulah hakikat hidup. Jika kita tak bisa melakukan apa yang kita mau lakukan, untuk apa hidup?
Semalaman itu saya malah tak bisa memejamkan mata. Rasa kangen pada Kangmas Salwa mengalir deras ke seluruh nadi saya. Saya tak sabar menungu pagi tiba. Kangmas Salwa pasti tak menyangka saya akan datang. Semuanya memang serba tak terduga. Tapi Bisma akan menjelaskan semua kesalahpahaman ini.
(3)
SIANG itu saya bertemu Kangmas Salwa di pendapa Saubala. Hati saya sangat bergelora menyampaikan bahwa saya telah bebas dari Bisma dan ingin segera menikah dengannya. Tapi semuanya sungguh tak seperti yang saya sangka. Kangmas Salwa bukannya berbahagia dengan kabar yang saya bawa, tapi malah marah besar dan berkata sambil membelakangi saya.
"Aku seorang raja, tak pantas menerima barang yang telah dibuang. Saat ini juga aku bisa mendapatkan seribu perempuan yang lebih baik darimu. Pergilah dan jangan pernah lagi datang ke tempat ini."
Tak terbayangkan rasa terhina saya. Kemarahan saya menjalar ke seluruh tubuh. Ketika saya sampaikan kabar ini pada Bisma, laki-laki yang mulai beranjak tua itu hanya menasihati saya untuk menerima nasib dan bersabar.
Dia berkata, "Wicitrawirya tak mungkin menjadikanmu permaisuri karena hatimu telah mendua. Aku merasa kasihan kepadamu. Tapi aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Aku telah bersumpah tak akan menikah. Tak akan kujilat kehormatanku dengan menikahimu."
Saya seperti bunga tanjung yang jatuh. Tidak ada yang bisa menolong saya. Saya katakan pada Bisma; "Kaulah pangkal dari semua malapetaka ini. Demi segala dewa, aku bersumpah kelak akan membunuhmu."
Malam itu saya berlari ke hutan dan terus menerus mengutuki Bisma. Malam itu, saya putuskan untuk menjadi pertapa. Saya ingin menjadi sakti dan membunuh Bisma. Saya tahu, ini sangat berat. Tapi inilah pilihan terbaik dari pada bunuh diri. Saya tak ingin mati sia-sia atas nama kehormatan. Bagi saya, semua urusan harus diselesaikan sebelum kematian datang.
(4)
SISA debu pertempuran masih beterbangan pada hari terakhir perang besar Baratayuda itu. Menjelang senja, para Kurawa dan Pandawa menepi. Di depan mereka, di bawah pohon besar Kurusetra, Bisma baru saja ambruk. Semua membisu. Semua tertunduk. Semua diam dengan dada tetap bergemuruh.
Di atas tubuh Bisma yang sekarat, seorang perempuan berkelebat mendekat. Amba. Tak ada yang bisa melihat perempuan yang tetap jelita ini kecuali Bisma. Para kurawa dan Pandawa seperti tak terusik dengan kedatangan Amba, dan terus meratapi Bisma.
Di ambang petang itu, Amba menatap wajah Bisma yang mulai berat. Ia seperti sedang berkata-kata dengan laki-laki yang tak tergeletak tak berdaya itu.
Inilah akhir dari kesombonganmu, Bisma. Kau sendiri yang telah menculikku, tapi kau pula yang campakkan aku demi sesuatu yang kau sebut kehormatan. Aku terpedaya olehmu. Tertipu.
Di tengah hutan setelah kau siakan aku beberapa tahun lalu itu, hatiku memang benar-benar lumat. Menyedihkan memang, cintaku terkatung-katung dalam kisah yang berakhir tak membahagiakan. Aku menjadi perempuan boyongan, dianggap rongsokan oleh kekasihku sendiri, dan ditolak Wicitrawirya, laki-laki untuk siapa sebenarnya aku disayembarakan. Dan kau sendiri melepas tanggung jawab.
Mengapa Bisma, mengapa harus seseorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya dan sebagainya? 1)
Kau tahu, Bisma, betapa aku ingin menjelma srigala yang tega mencabik-cabik tubuhmu. Ingin aku beralih rupa menjadi ribuan anak panah yang meluncur deras dan menembus tubuhmu, membuat daging dan kulitmu serupa serpihan-serpihan hingga tak sedebu pun darimu tersisa. Aku ingin membunuhmu!
Di hutan itu, aku memohon kepada para dewa untuk menjadikanku sakti mandraguna. Apa pun akan kuberikan, bahkan nyawaku, asal para dewa memberi jalan agar aku bisa membunuhmu.
Beruntung dewa-dewa itu bermuka dua. Mereka kabulkan permohonanku. Enam tahun aku menunggu saat seperti ini tiba, Bisma. Aku bertemu Srikandi, putri Drupada yang banci itu. Aku ajari dia ilmu kanuragan, memanah dan menunggang kuda, pemberian dewa-dewa. Aku memang meniru apa yang dilakukan oleh Bargawa yang karena dendamnya kepada para satria, menurunkan semua ilmunya kepada para brahmana termasuk kau. Aku memilih Srikandi bukannya tanpa alasan. Sebab, bagiku, kau memang hanya pantas bertarung dengan Srikandi yang banci itu.
Bisma, di usiamu yang senja ini, kau pasti mulai kesepian. Tapi aku tahu, saat-saat seperti ini, kematian bagimu adalah cita-cita. Tenangkan hatimu, Bisma, karena saat itu akan segera tiba. Panah Hrusangkali yang menembus lehermu dari busur Srikandi tak akan menyembuhkanmu. Sebab aku telah menjadikannya sebagai jalan kematianmu.
Tak perlu ada yang disesali. Telah sama kita tetapkan hari kematianmu pada hari terakhir perang besar ini. Semua telah terlanjur. Tak ada lagi yang bisa ditahan. Meski aku tahu, sampai saat ini, aku hanyalah seorang perempuan yang ingin membunuhmu. Tak apa. Kau mati di tangan siapa, bagiku, sama saja. Setelah semua ini, aku pun tak akan pernah lagi mengalirkan air kepedihan dari mataku.
Hening melumat. Di tengah napasnya yang makin memberat, Bisma tersenyum. Hari itu, senja begitu sangat kekalnya di Padang Kurusetra.
Colomadu, Juli 2007
1) Petikan sajak "Dongeng Sebelum Tidur", Sajak-sajak Lengkap 1961-2001 Goenawan Mohammad.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar