08/03/09

Perempuan yang Ingin Membunuh Bisma

Ganug Nugroho Adi
http://entertainmen.suaramerdeka.com/

begitulah dewabrata
kelak seorang penunggang kuda akan menghampirimu
aku titipkan cemas yang dulu
lalu ia rentangkan busur dengan ribuan anak panah
yang kuraut sendiri
tersenyumlah, aku datang menjemputmu

(1)

BAGINDA sendiri yang menuntun saya menuju kereta. Membukakan pintu dan berkata; "Amba, kau telah menjadi putri boyongan. Pergilah bersama calon suamimu dan jaga adik-adikmu. Bagaimanapun, lak-laki itu telah memenangkan sayembara. Aku tak lagi berkuasa atasmu. Jangan mencoba membuat malu dengan ulah kekanak-kanakanmu. Lupakan Salwa. Sebagai perempuan, kau tak punya pilihan."

Pagi menjadi sangat kelam. Bunga tanjung jatuh satu-satu.

"Pergilah. Jagalah martabat dan kehormatan negerimu."

Saya menahan marah yang menggumpal. Tapi saya tak ingin menangis. Mereka yang sedang tak jatuh cinta memang selalu menganggap remeh arti sebuah percintaan. Sebagai anak raja, apalagi perempuan, kau tak boleh membangkang apa yang menjadi keinginan raja.

Sebenarnya semua tak akan menjadi serumit ini kalau saja saya belum memiliki kekasih. Tapi baginda sendiri telah merestui saya, putrinya, menjalin cinta dengan Kangmas Salwa. Bukankah pesta pertunangan pada purnama lalu telah menjadi pertanda bahwa kebersamaan kami akan segera menjadi kenyataan?

"Bimbing adik-adikmu, Ambika dan Ambalika, menjadi istri yang baik. Jangan kau kotori kehormatan tanah leluhurmu dengan ketidakmengertianmu," baginda berkata lagi, lalu membalikkan badan meninggalkan kereta wangi berhias bunga-bunga, tanpa menoleh lagi.

Ambika dan Ambalika sudah menunggu saya di dalam kereta. Saya melangkahkan kaki dengan wajah menunduk. Inilah awal segala dendam berdenyut mengaliri seluruh urat nadi saya.

Kereta bergerak, membawa saya dan adik-adik saya menuju Astina.

Brengsek! Semua ini gara-gara Bisma sialan itu. Saya tahu Bisma tak terkalahkan. Tapi tidak semestinya dia membawa saya dalam rombongan kereta ini. Sebab bukankah hanya Ambika dan Ambalika yang belum berjodoh? Sebab bukankah saya sudah memilik tautan hati dengan Kangmas Salwa, raja Saubala? Kenapa Bisma tetap memboyong saya dan Baginda malah membiarkan saja?

Kemarahan menghantam seluruh urat nadi saya. Saya sungguh tak bisa menerima semua kekeliruan ini.

Saya merasakan roda kereta seperti menggerus dada, memerih hingga ke tulang, mencabik-cabik hati saya, menjadi layaknya debu yang berhamburan di sisi kanan-kiri kereta yang melaju kencang.

Menyadari saya adalah seorang perempuan yang tak memiliki kuasa apa-apa bahkan atas tubuh dan keinginan saya sendiri membuat hati saya perih. Padahal saya anak raja. Padahal saya bukan perempuan kebanyakan. Apakah akan selalu demikian nasib para perempuan?

Tapi baiklah, untuk sementara saya menurut saja. Tapi kelak saya akan membuat perhitungan dengan Bisma.

(2)

PADA malam sesampai di Astina saya langsung menemui Bisma. Saya menyampaikan protes secara baik-baik. Di taman itu, saya berkata padanya; "Seharusnya kau tahu, saya tak sepantasnya diboyong ke Astina. Hati saya sudah terpaut dengan Salwa. Kau memang telah mengalahkannya. Tapi saya mohon jiwa ksatriamu terketuk untuk mengembalikan saya padanya."

Bisma berkata tanpa memandang wajah saya, "Ayahmu sendiri yang menyerahkan dirimu dan adik-adikmu setelah sayembara itu. Seorang anak raja tidak seharusnya membantah perintah rajanya. Apalagi kau hanya seorang perempuan."

Bisma menyalin ulang aturan yang telah menjadi semacam dogma itu. Saya ingin menamparnya, menyobek-nyobek mulutnya dan mengatakan bahwa perempuan, anak raja atau bukan, berhak untuk menetukan keinginannya sendiri.

Tapi saya mencoba menenangkan diri dan menerangkan situasi rumit yang saya hadapi dengan pelan-pelan. Saya katakan tidak mungkin saya meninggalkan Salwa. Apalagi ternyata bukan dia sendiri, Bisma maksud saya, yang akan mengawini saya dan adik-adik saya, tapi Wicitrawirya, adik tirinya. Sebab saya mendengar dia telah bersumpah tak akan menikah seumur hidupnya.

Saya bertanya, jika dia telah bersumpah wadat, lalu untuk apa mengikuti sayembara?

"Setelah kemenangan itu, akulah yang paling berhak atas diri kalian. Bahkan Darmahumbara, ayahmu, pun tak punya kuasa untuk mengatur-atur kalian lagi."

Saya katakan lagi bahwa sekarang dia memang berkuasa atas kami, saya dan adik-adik saya. Oleh karena itu, dia pun sebenarnya berkuasa untuk mengembalikan saya ke Salwa. Saya katakan padanya agar mengambil Ambika dan Ambalika saja. Sebab saya mencintai Salwa.

"Percayalah, adikmu tak akan bahagia menikahi saya karena hati saya sudah saya berikan untuk Salwa. Saya pasti juga tidak akan bahagia menjadi istri adikmu itu. Jadi kembalikan saya ke Saubala negeri Salwa."

Saya bersyukur karena Bisma mau menerima penjelasan saya. Dia mengatakan salah dan meminta maaf. Bisma kemudian berjanji akan mengantarkan saya kepada Salwa pagi-pagi buta.

Sungguh, malam itu saya merasa amat bahagia. Saya mengucapkan terima kasih pada Bisma dan kembali ke keputren dengan hati berbunga-bunga. Ah, di balik kesombongannya, Bisma ternyata masih bisa menghargai keinginan seorang perempuan.

Malam itu saya memang pantas berbahagia. Bagi saya, ini bukan semata-mata pergi dari Astina, tapi juga berarti kebebasan saya untuk menjadi perempuan yang bisa menentukan apa yang saya mau. Sebab itulah hakikat hidup. Jika kita tak bisa melakukan apa yang kita mau lakukan, untuk apa hidup?

Semalaman itu saya malah tak bisa memejamkan mata. Rasa kangen pada Kangmas Salwa mengalir deras ke seluruh nadi saya. Saya tak sabar menungu pagi tiba. Kangmas Salwa pasti tak menyangka saya akan datang. Semuanya memang serba tak terduga. Tapi Bisma akan menjelaskan semua kesalahpahaman ini.

(3)

SIANG itu saya bertemu Kangmas Salwa di pendapa Saubala. Hati saya sangat bergelora menyampaikan bahwa saya telah bebas dari Bisma dan ingin segera menikah dengannya. Tapi semuanya sungguh tak seperti yang saya sangka. Kangmas Salwa bukannya berbahagia dengan kabar yang saya bawa, tapi malah marah besar dan berkata sambil membelakangi saya.

"Aku seorang raja, tak pantas menerima barang yang telah dibuang. Saat ini juga aku bisa mendapatkan seribu perempuan yang lebih baik darimu. Pergilah dan jangan pernah lagi datang ke tempat ini."

Tak terbayangkan rasa terhina saya. Kemarahan saya menjalar ke seluruh tubuh. Ketika saya sampaikan kabar ini pada Bisma, laki-laki yang mulai beranjak tua itu hanya menasihati saya untuk menerima nasib dan bersabar.

Dia berkata, "Wicitrawirya tak mungkin menjadikanmu permaisuri karena hatimu telah mendua. Aku merasa kasihan kepadamu. Tapi aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Aku telah bersumpah tak akan menikah. Tak akan kujilat kehormatanku dengan menikahimu."

Saya seperti bunga tanjung yang jatuh. Tidak ada yang bisa menolong saya. Saya katakan pada Bisma; "Kaulah pangkal dari semua malapetaka ini. Demi segala dewa, aku bersumpah kelak akan membunuhmu."

Malam itu saya berlari ke hutan dan terus menerus mengutuki Bisma. Malam itu, saya putuskan untuk menjadi pertapa. Saya ingin menjadi sakti dan membunuh Bisma. Saya tahu, ini sangat berat. Tapi inilah pilihan terbaik dari pada bunuh diri. Saya tak ingin mati sia-sia atas nama kehormatan. Bagi saya, semua urusan harus diselesaikan sebelum kematian datang.

(4)

SISA debu pertempuran masih beterbangan pada hari terakhir perang besar Baratayuda itu. Menjelang senja, para Kurawa dan Pandawa menepi. Di depan mereka, di bawah pohon besar Kurusetra, Bisma baru saja ambruk. Semua membisu. Semua tertunduk. Semua diam dengan dada tetap bergemuruh.

Di atas tubuh Bisma yang sekarat, seorang perempuan berkelebat mendekat. Amba. Tak ada yang bisa melihat perempuan yang tetap jelita ini kecuali Bisma. Para kurawa dan Pandawa seperti tak terusik dengan kedatangan Amba, dan terus meratapi Bisma.

Di ambang petang itu, Amba menatap wajah Bisma yang mulai berat. Ia seperti sedang berkata-kata dengan laki-laki yang tak tergeletak tak berdaya itu.

Inilah akhir dari kesombonganmu, Bisma. Kau sendiri yang telah menculikku, tapi kau pula yang campakkan aku demi sesuatu yang kau sebut kehormatan. Aku terpedaya olehmu. Tertipu.

Di tengah hutan setelah kau siakan aku beberapa tahun lalu itu, hatiku memang benar-benar lumat. Menyedihkan memang, cintaku terkatung-katung dalam kisah yang berakhir tak membahagiakan. Aku menjadi perempuan boyongan, dianggap rongsokan oleh kekasihku sendiri, dan ditolak Wicitrawirya, laki-laki untuk siapa sebenarnya aku disayembarakan. Dan kau sendiri melepas tanggung jawab.

Mengapa Bisma, mengapa harus seseorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya dan sebagainya? 1)

Kau tahu, Bisma, betapa aku ingin menjelma srigala yang tega mencabik-cabik tubuhmu. Ingin aku beralih rupa menjadi ribuan anak panah yang meluncur deras dan menembus tubuhmu, membuat daging dan kulitmu serupa serpihan-serpihan hingga tak sedebu pun darimu tersisa. Aku ingin membunuhmu!

Di hutan itu, aku memohon kepada para dewa untuk menjadikanku sakti mandraguna. Apa pun akan kuberikan, bahkan nyawaku, asal para dewa memberi jalan agar aku bisa membunuhmu.

Beruntung dewa-dewa itu bermuka dua. Mereka kabulkan permohonanku. Enam tahun aku menunggu saat seperti ini tiba, Bisma. Aku bertemu Srikandi, putri Drupada yang banci itu. Aku ajari dia ilmu kanuragan, memanah dan menunggang kuda, pemberian dewa-dewa. Aku memang meniru apa yang dilakukan oleh Bargawa yang karena dendamnya kepada para satria, menurunkan semua ilmunya kepada para brahmana termasuk kau. Aku memilih Srikandi bukannya tanpa alasan. Sebab, bagiku, kau memang hanya pantas bertarung dengan Srikandi yang banci itu.

Bisma, di usiamu yang senja ini, kau pasti mulai kesepian. Tapi aku tahu, saat-saat seperti ini, kematian bagimu adalah cita-cita. Tenangkan hatimu, Bisma, karena saat itu akan segera tiba. Panah Hrusangkali yang menembus lehermu dari busur Srikandi tak akan menyembuhkanmu. Sebab aku telah menjadikannya sebagai jalan kematianmu.

Tak perlu ada yang disesali. Telah sama kita tetapkan hari kematianmu pada hari terakhir perang besar ini. Semua telah terlanjur. Tak ada lagi yang bisa ditahan. Meski aku tahu, sampai saat ini, aku hanyalah seorang perempuan yang ingin membunuhmu. Tak apa. Kau mati di tangan siapa, bagiku, sama saja. Setelah semua ini, aku pun tak akan pernah lagi mengalirkan air kepedihan dari mataku.

Hening melumat. Di tengah napasnya yang makin memberat, Bisma tersenyum. Hari itu, senja begitu sangat kekalnya di Padang Kurusetra.

Colomadu, Juli 2007

1) Petikan sajak "Dongeng Sebelum Tidur", Sajak-sajak Lengkap 1961-2001 Goenawan Mohammad.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita