11/03/09

Meneguhkan Kembali Karya Sastra

Imam Muhtarom
http://indopos.co.id/

Pernyataan novelis Budi Darma pada Kamis (31/7/2008) dalam rangkaian Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara) XII di Bogor, 28 Juli -2 Agustus 2008, layak menjadi renungan dalam perkembangan sastra sekarang ini. Sastra hari ini, menurut Budi Darma, mendapat tantangan yang cukup berat. Tantangan itu bukan karena tidak adanya infrastruktur untuk menopang kelangsungan sastra itu sendiri, melainkan justru ketika infrastruktur tersebut dalam keadaan cukup memadai. Buktinya, sekian penerbit telah muncul dengan segala kelengkapannya agar karya sastra sebanyak mungkin diserap pasar. Pada saat inilah sastra yang sebelumnya serasa diabaikan masyarakat, kini memperoleh kesempatan untuk masuk ke ruang-ruang baca masyarakat. Namun, saat itulah sastra menemui masalah yang justru menurunkan kualitasnya. Sebab, sudah jelas, karya sastra dalam penglihatan penerbit tak lain sebagai produk. Tak ayal karya sastra diperdagangkan di segenap penjuru agar diserap para pembeli, yang dalam hal ini pembaca.

Penerbit tentu memiliki perhitungan ekonomis agar perusahaannya bisa tetap berjalan dan bertahan. Pertimbangan utama penerbit dalam menilai sebuah naskah novel atau kumpulan cerpen, tentu tak bisa menghindarkan dari sejauh mana naskah tersebut laku di pasar (marketable). Laku, sebagai kata kunci penerbit, menjadi dasar operasional penerbit. Di sinilah timbul masalah. Karya sastra yang diterbitkan akhirnya mengikuti selera yang berkembang di pasar (masyarakat). Novel maupun kumpulan cerpen yang beredar tak lain karya sastra yang digemari masyarakat. Penerbit menjaring sebanyak-banyaknya penulis yang bisa memenuhi hasrat pembaca tersebut.

Sementara itu, karya sastra yang benar-benar ''karya sastra'' sulit mendapat tempat di hadapan pembaca. Karya sastra tetap terbit namun selalu dijauhi pembaca. Karena dijauhi pembaca, maka dijauhi pula oleh penerbit. Apa yang ironis dalam perkembangan sastra hari ini, justru dalam kondisi infrastruktur penerbitan buku semakin baik, perkembangan karya sastra yang benar-benar ''karya sastra'' justru mengkhawatirkan. Titik puncaknya, penulis-penulis karya sastra didera kegamangan.

Namun, Budi Darma membesarkan hati para peserta Mastera XII. Dia mengatakan, keadaan demikian tidak perlu disikapi dengan gamang. Sebab, dalam sejarah karya sastra yang benar-benar ''karya sastra'' ditulis sebagai panggilan hidup penulisnya. Penulis karya sastra terdorong untuk menulis, bukan sebab iming-iming material dengan berapa ribu novel dan kumpulan cerpennya terserap pasar. Penulis berkarya dengan tujuan agar karya sastra bermanfaat bagi orang lain.

Pendapat ''menulis sebagai panggilan hidup'' bisa terdengar klise dan kuno. Namun, pendapat itu justru bermakna sangat mendalam di zaman yang segalanya diukur oleh laba dan rugi seperti sekarang ini. Zaman yang telah menyingkirkan segala aspek kedalaman dan makna. Zaman yang penuh intrik politik dan ekonomi. Pada titik inilah spirit sastra dikembalikan pada arti sesungguhnya mengapa karya sastra sebagai ''karya sastra'' harus ditulis dan tetap relevan dibaca. Sebab, karya sastra demikian merefleksikan manusia beserta nasibnya yang tak tentu. Seperti ketidakmenentuan tokoh tua di tengah laut dalam The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway. Pembaca akan tahu manusia tampak mengharukan bukan mereka berhasil mengatasi masalah tapi justru di dalam kegagalannya.

Spirit yang diteguhkan Budi Darma kepada para peserta Mastera kali ini memberi arah dari diskusi sebelumnya yang banyak mempersoalkan masalah teknis penulisan. Para penulis cerpen yang dipilih dari empat negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam), bisa keluar dari kebuntuan teknis yang menghambat. Dari 20 penulis, 10 dari Indonesia, Malaysia (4), Singapura (2), dan Brunei (4), masing-masing menyerahkan cerpennya untuk dibahas bersama-sama. Kendala teknis ini meliputi bahasa dan terbatasnya waktu untuk mempelajari cerpen-cerpen tersebut. Penulis cerpen dari Indonesia sekalipun paham cerpen penulis Malaysia, Singapura, maupun Brunei, tetap ada kendala dalam menghayati karya-karya lantaran kekhasan yang berlaku dalam bahasa masing-masing. Begitu pula para penulis cerpen dari ketiga negara ketika menghadapi cerpen-cerpen karya peserta dari Indonesia.

Namun, ceramah tentang penulisan yang filosofis dari Danarto dan Putu Wijaya yang dibawakan dalam bentuk monolog mengenai penulisan cerpen cukup memberi inspirasi tentang gagasan penulisan cerpen bukan sekadar kemasyuran atau material. Menulis adalah sebuah panggilan hidup. Bukan yang lain.

Perkembangan Cerpen 4 negara

Hal lain yang menarik dari Mastera XII adalah pemaparan para pemandu mengenai perkembangan penulisan cerpen dari negaranya masing-masing. Joni Ariadinata mengatakan bahwa banyak cerpen di Indonesia hari ini belum menunjukkan kualitas yang diinginkan. Cerpen-cerpen tersebut kebanyakan masih mengalami masalah teknis penulisan dan gagasan. Walaupun di Indonesia cerpen yang ditulis mencapai 181.440 per tahun, menurut Joni, tetap sulit mencari cerpen-cerpen yang bagus. Dengan kalimat lain, kesuburan dalam hal produktivitas cerpen tidak paralel dengan kualitasnya. Menurut dia, ini disebabkan kompromi yang diambil penulis untuk menyesuaikan keinginan penerbit atau media massa yang ingin mendapatkan pembaca yang luas. Ini pula yang dialami Joni yang saat ini menjadi redaktur majalah sastra Horison.

Masalah berbeda diungkapkan Mohammad Ghazali Abdul Rashid dari Malaysia. Sastrawan senior dan dosen di berbagai universitas di Malyasia itu menyatakan adanya perkembangan menarik dengan adanya gaya dan teknik dalam penulisan cerpen di negaranya. Perubahan itu banyak mendapat akomodasi dari majalah-majalah sastra yang tumbuh oleh dukungan pemerintah.

Perubahan dalam bentuk penulisan cerpen juga terjadi di Brunei. Menurut paparan Awang Moh. Zefri Ariff bin Md Zain Ariff, seorang praktisi maupun teoritisi seni di sana, perubahan itu dipengaruhi kondisi sosial sesudah perang. Juga, peran universitas yang aktif dalam mendorong perubahan tersebut. Selain itu, pergeseran nilai lokal oleh pengaruh teknologi dan pengetahuan. Meski demikian, perubahan tersebut tetap dalam koridor tanggung jawab moral sepanjang hayat oleh instruksi kerajaan.

Sementara di Singapura perubahan itu terjadi pada arah orientasi dan tentu ini pula yang menjadi penyebab pergeseran penulisan cerpen. Setelah perpisahan dengan Malaysia, maka penulisan cerpen terbawa ke arah pembentukan nilai-nilai nasionalisme.

Menjadi relevan untuk mencanangkan kembali Mastera dengan agenda yang lebih spesifik dalam program-programnya. Pertama, terdapat kecenderungan yang sama-sama menarik, terutama dari segi jumlah (kuantitas) sekalipun belum begitu menggembirakan dalam kualitas. Justru di sini Mastera bisa mengambil peran agar cerpen-cerpen yang ditulis semakin berkualitas. Tentu ini bukan masalah teknis, tetapi memperhitungkan berbagai aspek dari pergeseran sosial di wilayah setempat, budaya, politik, sosial, sehingga pembicaraan menjadi meluas sekalipun tetap berlandaskan pada teks karya sastra. Sebab, pembicaraan teks tanpa diiringi pembicaraan konteks, tidak terbentuk pemahaman yang komprehensif mengenai teks itu sendiri.

Kedua, cara semacam ini akan mempererat jalinan antarpeserta untuk semakin memahami budaya masing-masing, yang mana akhir-akhir ini muncul peristiwa yang CUKUP mengganggu bagi kelangsungan hubungan di antara tiga negara ini. Tentu, peristiwa di luar sastra. ***

*) Peserta Mastera XII - 2008.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita