Teguh Presetyo
http://www.lampungpost.com/
Karya sastra Indonesia, terutama puisi, meski pertumbuhannya pesat, dinilai miskin diksi. Bahkan bisa dikatakan tidak ada perkembangan diksi-diksi terbaru yang mampu dihasilkan para penyair.
Penyair Binhad Nurohmat mengemukakan hal tersebut dalam kegiatan Bilik Sastra Membedah Buku 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008 yang dikeluarkan Anugerah Sastra Pena Kencana, di PKM Unila, Rabu (30-4) malam. Padahal menurut dia, sekitar 10 tahun terakhir ini, karya sastra yang ada dan berhasil diciptakan para penyair sudah sangat banyak.
Apalagi berkaitan dengan sastra yang ada di Indonesia saat ini yang tidak bisa dimungkiri merupakan "sastra koran", di mana kuantitas penerbitan karya sastra terutama puisi dan cerpen menjadi semakin intens. Sebab, jumlahnya yang diperkirakan mencapai ribuan judul puisi dan cerpen yang telah di keluarkan. Tentu saja ini merupakan angka yang tidak sedikit.
"Namun, ternyata pertumbuhan karya sastra yang tinggi tersebut tidak dibarengi dengan inovasi baik berkaitan dengan ekstetika maupun tema. Begitu juga dengan pertumbuhan diksi yang nyaris dikatakan tak ada yang baru," kata Binhad. Sehingga penyair asal Lampung Timur ini berani mengatakan dalam waktu 20 tahun, hanya ada beberapa saja kalimat yang bisa ditebarkan.
Dia menyebutkan bahwa pada era tahun 70-an, paling tidak terdapat tiga penyair yang bisa dikatakan memiliki waktu starter yang sama, tapi bisa dikenal dengan memiliki ciri khasnya tersendiri yakni Goenawan Muhammad, Sapardi Djoko Damono, dan Sutardji Calzoum Bachri. Sedangkan yang ada kini penyair banyak yang tidak memiliki temuan inovasi terutama persoalan diksi seperti dahulu. "Inovasinya semakin miskin. Dunia semakin maju tapi dunia kepenyairan mundur."
Meskipun memang diksi yang dimaksudkan bukanlah suatu yang masih mentah. Namun, diksi tersebut yang mampu diberikan makna lain oleh penyairnya. "Kini penyair banyak yang miskin dalam menyikapi kata."
Binhad menyatakan berdasarkan sejarah perkembangan dunia sastra Indonesia yang diawali penyair yang tergabung dalam Pujangga Baru bisa dikatakan mampu menjawab kekosongan akan diksi yang sarat akan optimisme. Lalu era revolusioner, Chairil Anwar muncul dengan diksi yang berbeda dengan yang digulirkan Pujangga Baru. Kemudian era tahun 1970-an, muncul Sutardji Calzoum Bachri dengan Mantra yang merupakan kegelisahannya memunculkan identitas kelokalannya di tengah dunia yang menjelang era globalisasi.
Kemudian tahun 80-an muncul W.S. Rendra dengan diksi yang penuh protes akan kondisi yang ada. Dan kemudian muncul Afrizal Malna yang kemudian membawa diksi-diksi yng memperlihatkan kondisi masyarakat perkotaan. "Dalam puisinya muncul kata-kata yang dulu tidak dikenal pada karya sastra seperti botol Coca Cola, odol, opelet, kulkas, dan sebagainya," kata Binhad lagi.
Makanya, dia menyatakan bahwa ketika 100 karya sastra yang ada sudah dilabelkan menjadi karya terbaik, takutnya nanti akan dijadikan satu rujukan oleh masyarakat. "Dan inilah yang kemudian menjadi beban sosial bagi dewan juri yang ada."
Sedangkan Joko Pinurbo, penyair yang juga merupakan wakil dari dewan juri dari Anugerah Sastra Pena Kencana, mengatakan kalau dirinya lebih tertarik melihat karya sastra terutama puisi dari detail. "Saya akan tercengang ketika membaca karya puisi yang kalimatnya sederhana tapi bisa membuat sebuah metafora yang sangat indah. Contohnya karya Ari Pahala Hutabarat yang berjudul Kado Ulang Tahun."
Sebab, menurut Joko, puisi bisa berkata lebih sederhana, lebih jernih, dan lebih jelas terhadap suatu yang rumit ataupun kata biasa yang kerap diucapkan. "Salah satu yang menghambat penyair dalam mengembangkan diksi adalah banyaknya penyair yang hanya belajar dari penayir-penyair terdahulu, belum mencoba menginjakkan ke dunia lain." Sementara itu, penyair Ari Pahala Hutabarat mengaku sangat tidak setuju dengan pernyataan Binhad. Dia mengaku cukup mengerti niatan baik dari Binhad agar para penyair bisa lebih memperkaya diksi yang dimilikinya. Namun, menurut dia, diksi bukanlah satu persoalan krusial yang dialami para penyair kini.
"Apakah betul diksi yang menjadi persoalan saat ini. Sebab sebenarnya menurut saya, persoalan utama dari dunia sastra terutama puisi adalah sedikitnya tema. Sehingga terlampau jemu dengan tema-tema itu saja seperti sepi, senja, dan pelabuhan," kata penggiat KoBER ini.
Sebab itu, menurut dia, tema-tema yang ada sekarang merupakan satu pengulangan dari tema yang sudah ada, bahkan bisa dikatakan semakin menyempit. Kalaupun ada tema yang baru, tapi ini tidak disertai dengan pendalaman tema. Sehingga belum bisa secara jernih untuk memasukinya. "Tugas penyair inilah mendalami tema yang ada. Karena karya yang berbeda hanyalah sebatas antitetis dari karya yang sudah ada. Untuk itu, Ari sangat tidak sepakat dengan pendapat Binhad yang lebih mempersoalkan masalah kelemahan diksi.
Anugerah Sastra Pena Kencana
Mengapa sastra Indonesia hingga kini belum pernah mendapatkan Nobel? Bahkan cerpen dan puisi yang merupakan genre terpopuler yang banyak diciptakan oleh sastrawan, memang tidak dididik atau dikondisikan untuk mendapatkan penghargaan yang memadai.
Sebuah pertanyaan menggelitik tapi cukup menyentak tersebut dikemukakan Triyanto Triwikromo yang merupakan Direktur Program Anugrah Sastra Pena Kencana, dalam kata pengantar buku 100 Puisi Terbaik Indonesia. Triyanto mengatakan hingga kini apresiasi yang diberikan atas karya sastra puisi ataupun cerpen masih sangat kecil sekali. Honorarium yang diterima penulis untuk karya puisi tertinggi hanya mencapai Rp250 ribu dan cerpen berkisar Rp1 juta--Rp1,5 juta.
Meskipun sudah ada pemberian penghargaan yang diberikan beberapa institusi pada karya puisi dan cerpen terbaik. Misalnya dari Harian Kompas dan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. Pun dengan Khatulistiwa Literary Award yang memberikan penghargaan kepada penyair yang berhasil melahirkan buku kumpulan puisi ataupun cerpen terbaik. "Makanya Anugerah Sastra Pena Kencana ini hadir memangkas jalur yang terlalu lama dan ingin memartabatkan sastrawan."
Eka Kurnia dari Anugerah Sastra Pena Kencana yang hadir dalam kegiatan bilik sastra menyatakan bahwa 100 puisi terbaik yang ada tersebut, diambil dari karya-karya puisi yang diterbitkan 12 media massa yakni Lampung Post, Kompas, Suara Pembaharuan, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Jawa Pos, Bali Post, Pontianak Post, Fajar, dan Pikiran Rakyat. "Namun, pemilihan media massa ini akan terus berubah dilihat dari apakah media tersebut masih peduli dengan dunia sastra."
Kemudian karya-karya yang ada di media massa tersebut dinilai oleh tujuh dewan juri yang ditunjuk PT Kharisma Pena Kencana, yakni Prof.Dr.Sapardi Djoko Damono, Prof.Dr.Budi Darma, Prof.Dr.Apsanti Djokosujatno, Ahmad Tohari, Sitok Srengenge, Joko Pinurbo, dan Jamal D. Rahman. Karya yang dinilai mulai 1 November 2006 sampai 31 Oktober 2007.
"Pembaca bisa menentukan karya terbaik yang dipilihnya dengan mengirimkannya via SMS. Nantinya akan dipilih tiga pemenang dengan total hadiah Rp50 juta, yakni juara pertama Rp25 juta, juara kedua Rp15 juta, dan juara ketiga Rp10 juta. Pemilihan dapat dilakukan hingga 15 Agustus yang akan datang dan akan diumumkan pada bulan September 2008," ujar Eka.
Dan dari 100 karya puisi terbaik yang ada tersebut, penyair asal Lampung mendominasi jumlahnya. Sebut saja Ari Pahala Hutabarat, Dahta Gautama, Dina Oktaviani, Inggit Putria Marga, Iswadi Pratama, Jimmy Maruli Alfian, Laela Awalia, Lupita Lukman, dan Oyos Saroso H.N. Semoga saja gelar puisi terbaik tersebut mampu diraih oleh penyair asal Lampung. Sehingga nama Lampung sebagai negeri penyair akan semakin berkibar.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
2 komentar:
good news....
kunjungi blogku juga ya ......
kita berpuisi bukan untuk mencari uang tapi untuk mencari kebahagiaan,semoga saja itu benar.Lu,main ke blog gue dong.gantian lah,oke.
Posting Komentar