04/02/09

Puisi Indonesia Miskin Diksi

Teguh Presetyo
http://www.lampungpost.com/

Karya sastra Indonesia, terutama puisi, meski pertumbuhannya pesat, dinilai miskin diksi. Bahkan bisa dikatakan tidak ada perkembangan diksi-diksi terbaru yang mampu dihasilkan para penyair.

Penyair Binhad Nurohmat mengemukakan hal tersebut dalam kegiatan Bilik Sastra Membedah Buku 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008 yang dikeluarkan Anugerah Sastra Pena Kencana, di PKM Unila, Rabu (30-4) malam. Padahal menurut dia, sekitar 10 tahun terakhir ini, karya sastra yang ada dan berhasil diciptakan para penyair sudah sangat banyak.

Apalagi berkaitan dengan sastra yang ada di Indonesia saat ini yang tidak bisa dimungkiri merupakan "sastra koran", di mana kuantitas penerbitan karya sastra terutama puisi dan cerpen menjadi semakin intens. Sebab, jumlahnya yang diperkirakan mencapai ribuan judul puisi dan cerpen yang telah di keluarkan. Tentu saja ini merupakan angka yang tidak sedikit.

"Namun, ternyata pertumbuhan karya sastra yang tinggi tersebut tidak dibarengi dengan inovasi baik berkaitan dengan ekstetika maupun tema. Begitu juga dengan pertumbuhan diksi yang nyaris dikatakan tak ada yang baru," kata Binhad. Sehingga penyair asal Lampung Timur ini berani mengatakan dalam waktu 20 tahun, hanya ada beberapa saja kalimat yang bisa ditebarkan.

Dia menyebutkan bahwa pada era tahun 70-an, paling tidak terdapat tiga penyair yang bisa dikatakan memiliki waktu starter yang sama, tapi bisa dikenal dengan memiliki ciri khasnya tersendiri yakni Goenawan Muhammad, Sapardi Djoko Damono, dan Sutardji Calzoum Bachri. Sedangkan yang ada kini penyair banyak yang tidak memiliki temuan inovasi terutama persoalan diksi seperti dahulu. "Inovasinya semakin miskin. Dunia semakin maju tapi dunia kepenyairan mundur."

Meskipun memang diksi yang dimaksudkan bukanlah suatu yang masih mentah. Namun, diksi tersebut yang mampu diberikan makna lain oleh penyairnya. "Kini penyair banyak yang miskin dalam menyikapi kata."

Binhad menyatakan berdasarkan sejarah perkembangan dunia sastra Indonesia yang diawali penyair yang tergabung dalam Pujangga Baru bisa dikatakan mampu menjawab kekosongan akan diksi yang sarat akan optimisme. Lalu era revolusioner, Chairil Anwar muncul dengan diksi yang berbeda dengan yang digulirkan Pujangga Baru. Kemudian era tahun 1970-an, muncul Sutardji Calzoum Bachri dengan Mantra yang merupakan kegelisahannya memunculkan identitas kelokalannya di tengah dunia yang menjelang era globalisasi.

Kemudian tahun 80-an muncul W.S. Rendra dengan diksi yang penuh protes akan kondisi yang ada. Dan kemudian muncul Afrizal Malna yang kemudian membawa diksi-diksi yng memperlihatkan kondisi masyarakat perkotaan. "Dalam puisinya muncul kata-kata yang dulu tidak dikenal pada karya sastra seperti botol Coca Cola, odol, opelet, kulkas, dan sebagainya," kata Binhad lagi.

Makanya, dia menyatakan bahwa ketika 100 karya sastra yang ada sudah dilabelkan menjadi karya terbaik, takutnya nanti akan dijadikan satu rujukan oleh masyarakat. "Dan inilah yang kemudian menjadi beban sosial bagi dewan juri yang ada."

Sedangkan Joko Pinurbo, penyair yang juga merupakan wakil dari dewan juri dari Anugerah Sastra Pena Kencana, mengatakan kalau dirinya lebih tertarik melihat karya sastra terutama puisi dari detail. "Saya akan tercengang ketika membaca karya puisi yang kalimatnya sederhana tapi bisa membuat sebuah metafora yang sangat indah. Contohnya karya Ari Pahala Hutabarat yang berjudul Kado Ulang Tahun."

Sebab, menurut Joko, puisi bisa berkata lebih sederhana, lebih jernih, dan lebih jelas terhadap suatu yang rumit ataupun kata biasa yang kerap diucapkan. "Salah satu yang menghambat penyair dalam mengembangkan diksi adalah banyaknya penyair yang hanya belajar dari penayir-penyair terdahulu, belum mencoba menginjakkan ke dunia lain." Sementara itu, penyair Ari Pahala Hutabarat mengaku sangat tidak setuju dengan pernyataan Binhad. Dia mengaku cukup mengerti niatan baik dari Binhad agar para penyair bisa lebih memperkaya diksi yang dimilikinya. Namun, menurut dia, diksi bukanlah satu persoalan krusial yang dialami para penyair kini.

"Apakah betul diksi yang menjadi persoalan saat ini. Sebab sebenarnya menurut saya, persoalan utama dari dunia sastra terutama puisi adalah sedikitnya tema. Sehingga terlampau jemu dengan tema-tema itu saja seperti sepi, senja, dan pelabuhan," kata penggiat KoBER ini.

Sebab itu, menurut dia, tema-tema yang ada sekarang merupakan satu pengulangan dari tema yang sudah ada, bahkan bisa dikatakan semakin menyempit. Kalaupun ada tema yang baru, tapi ini tidak disertai dengan pendalaman tema. Sehingga belum bisa secara jernih untuk memasukinya. "Tugas penyair inilah mendalami tema yang ada. Karena karya yang berbeda hanyalah sebatas antitetis dari karya yang sudah ada. Untuk itu, Ari sangat tidak sepakat dengan pendapat Binhad yang lebih mempersoalkan masalah kelemahan diksi.

Anugerah Sastra Pena Kencana

Mengapa sastra Indonesia hingga kini belum pernah mendapatkan Nobel? Bahkan cerpen dan puisi yang merupakan genre terpopuler yang banyak diciptakan oleh sastrawan, memang tidak dididik atau dikondisikan untuk mendapatkan penghargaan yang memadai.

Sebuah pertanyaan menggelitik tapi cukup menyentak tersebut dikemukakan Triyanto Triwikromo yang merupakan Direktur Program Anugrah Sastra Pena Kencana, dalam kata pengantar buku 100 Puisi Terbaik Indonesia. Triyanto mengatakan hingga kini apresiasi yang diberikan atas karya sastra puisi ataupun cerpen masih sangat kecil sekali. Honorarium yang diterima penulis untuk karya puisi tertinggi hanya mencapai Rp250 ribu dan cerpen berkisar Rp1 juta--Rp1,5 juta.

Meskipun sudah ada pemberian penghargaan yang diberikan beberapa institusi pada karya puisi dan cerpen terbaik. Misalnya dari Harian Kompas dan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. Pun dengan Khatulistiwa Literary Award yang memberikan penghargaan kepada penyair yang berhasil melahirkan buku kumpulan puisi ataupun cerpen terbaik. "Makanya Anugerah Sastra Pena Kencana ini hadir memangkas jalur yang terlalu lama dan ingin memartabatkan sastrawan."

Eka Kurnia dari Anugerah Sastra Pena Kencana yang hadir dalam kegiatan bilik sastra menyatakan bahwa 100 puisi terbaik yang ada tersebut, diambil dari karya-karya puisi yang diterbitkan 12 media massa yakni Lampung Post, Kompas, Suara Pembaharuan, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Jawa Pos, Bali Post, Pontianak Post, Fajar, dan Pikiran Rakyat. "Namun, pemilihan media massa ini akan terus berubah dilihat dari apakah media tersebut masih peduli dengan dunia sastra."

Kemudian karya-karya yang ada di media massa tersebut dinilai oleh tujuh dewan juri yang ditunjuk PT Kharisma Pena Kencana, yakni Prof.Dr.Sapardi Djoko Damono, Prof.Dr.Budi Darma, Prof.Dr.Apsanti Djokosujatno, Ahmad Tohari, Sitok Srengenge, Joko Pinurbo, dan Jamal D. Rahman. Karya yang dinilai mulai 1 November 2006 sampai 31 Oktober 2007.

"Pembaca bisa menentukan karya terbaik yang dipilihnya dengan mengirimkannya via SMS. Nantinya akan dipilih tiga pemenang dengan total hadiah Rp50 juta, yakni juara pertama Rp25 juta, juara kedua Rp15 juta, dan juara ketiga Rp10 juta. Pemilihan dapat dilakukan hingga 15 Agustus yang akan datang dan akan diumumkan pada bulan September 2008," ujar Eka.

Dan dari 100 karya puisi terbaik yang ada tersebut, penyair asal Lampung mendominasi jumlahnya. Sebut saja Ari Pahala Hutabarat, Dahta Gautama, Dina Oktaviani, Inggit Putria Marga, Iswadi Pratama, Jimmy Maruli Alfian, Laela Awalia, Lupita Lukman, dan Oyos Saroso H.N. Semoga saja gelar puisi terbaik tersebut mampu diraih oleh penyair asal Lampung. Sehingga nama Lampung sebagai negeri penyair akan semakin berkibar.

2 komentar:

Agung kurniawan mengatakan...

good news....
kunjungi blogku juga ya ......

pemberontak puisi mengatakan...

kita berpuisi bukan untuk mencari uang tapi untuk mencari kebahagiaan,semoga saja itu benar.Lu,main ke blog gue dong.gantian lah,oke.

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita