Matroni El-Moezany
http://www.sinarharapan.co.id/
Cinta tak lain adalah sebuah reaksi kimia tubuh yang segalanya bisa diterangkan sebagai persoalan senyawa kimia. Belakangan ini para ilmuwan semakin tertarik menerangkan perasaan manusia sebagai gejala kimia biologi.
Bukan lagi gejala jiwa atau psike. Sesungguhnya ini sangat kontroversial. Tren penemuan-penemuan belakangan ini menunjukkan bahwa yang selama ini dianggap sebagai jiwa dalam bentuk sifat, perasaan, perilaku ini dapat dikendalikan bahkan diubah melalui manipulasi hormon dan senyawa kimia otak.
Jadi, implikasi secara ekstrem adalah tak ada jiwa, tak ada badan, tak ada psikis, yang ada biologi. Tak ada ruh, yang ada organisme, kalau tak ada ruh, ya tak ada yang namanya hari kiamat.
Bukanlah aku sangat paham akan cinta dan bila kusingkap dan kutumpahkan cinta kekasihpun telah menyingkapkan dan menampakkan dirinya sungguh aku hanyalah mencintai cinta (Puisi Amen Wangsitalaja).
Demi pemahaman akan cinta kita semua butuh pengetahuan, serta cinta adalah konsekuensi eksistensi manusia di muka bumi. Dunia bukan hanya untuk kepuasan atau kebutuhan praktisi melainkan gairah untuk mengetahui. Cinta adalah sikap, sesuatu orientasi watak yang menentukan pribadi dengan dunia keseluruhan bukan menuju objek cinta yang mempunyai suatu tindakan yang aktif, bukan perasaan yang pasif. Itu pun harus berdiri dalam cinta, tidak jatuh ke dalamnya (Erich Fromm).
Dalam bukunya Enduring Love, Ian McEwan, seorang novelis yang amat terpukau pada spekulasi senyawa kimia, mengatakan bahwa lewat tokoh utama novel itu: tidaklah cinta hanyalah tipuan tubuh agar kita berkembang?
Bukankah drugs peningkat kadar dopamin dan serotonim telah beredar kerap kali dipakai di pesta-pesta? Dopamin dan serotonim senyawa yang membuat orang berbunga-bunga dan merasa kuat, yang diproduksi dengan kadar tinggi dalam tubuh orang sedang mabuk asmara.
Itu sama menariknya asmara hubungan antara orang tua dan anak, terutama ibu dan anak yang dianggap sebagai naluri. Tentunya cinta mempunyai kesejukan, ini terlihat keakraban dengan alam dan lingkungan yang kian bermakna saat ketenteraman dan kedamaian berpadu dalam hati masyarakat walau lambat laun teknologi dan imformasi akan merangsek tatanan tradisi budaya itu sendiri.
Cinta tidak terlepas dari masalah yang berkaitan mengenai sastra romantis dan sastra itu sendiri, dan kita tak lepas dari kaitan antara karya, sastrawan, masyarakat, maupun negara, serta kebijakan ideologi yang dianut. Hubungan keempat unsur tersebut memang sudah diperdebatkan sejak zaman Plato dan kerap kali menimbulkan peristiwa yang tidak mengenakkan.
Peristiwa itu bisa berupa pengusiran atau pencekalan sastrawan dan karyanya. Dan itu pun terdapat bukti yang tertera dalam daftar yang sangat panjang dari peristiwa itu: Boris Pasternak, Solzhenitsyn, Anna Akhmatova di Rusia, Celine, Victor Hugo di Prancis, Pramoedya Ananta Toer, Rendra, Muchtar Lubis, Emha Ainun Najib di Indonesia dan masih banyak lagi yang lainnya.
Namun, hubungan sastra dengan kita juga tak jarang menimbulkan bisnis antara para sastrawan yang mau menjadi pendukung dan alat penyebar kebijakan pemerintah.
Cerpen, seperti tugas-tugas bentuk lain sebagaimana dinyatakan Budi Darma adalah membentuk jiwa humanitat yakni membentuk manusia yang halus, manusiawi, dan berbudaya. Hal ini akan terjadi apabila dicapai pencanggihan estetika bentuk dan isi. Inilah yang membedakan antara sastra dari berbagai jenis tulisan lainnya.
Mayoritas yang dicari pembaca dari sastra ialah penuangan yang berbeda dari jenis-jenis tulisan yang lain. Jika hanya mencari isi dan aspirasi bisa dicari dalam bentuk tulisan di luar sastra, ini berarti sastra tidak membatasi aspirasi. Pada kodratnya sastra memiliki peran dalam istilah Mathew Arnold sebagai criticsm of life (kritik kehidupan).
Dalam hal ini kita harus setuju pada sesuatu yang pernah diungkapkan Budi Darma bahwa pengarang mampu menjaga jarak antara sastra dan emosi serta aspirasi baik sebagai individu maupun sebagai wakil dari kesadaran yang kolektif agar terbatas dari pencemaran emosi.
Dengan demikian, estetiknya sastra tetap terjaga. Pada dasarnya sastra—meminjam istilah Goenawan Mohamad—mengandung pengabdian atau peran yang tak cuma untuk dirinya sendiri di dunia yang penuh dengan masalah sastra. Ia tak bisa mengabaikan realitas dengan hanya mengotak-atik hal-hal dan formal dan hanya mementingkan estetika bentuk seperti yang dikehendaki paham seni untuk seni.
Dan masih ada sastrawan pencari nafkah, sastrawan pelampias nafsu, sastrawan iseng, macam-macam. Ada juga yang semoga diizinkan saya sebut sastrawan hati nurani (YB Mangunwijaya).
Melihat hal seperti itu kita harus sadar dan menyadari bahwa jadi penulis (sastrawan) sangat banyak godaannya. Baik itu godaan harta, kekuasaan, nafsu rendah. Namun ibarat emas di dalam debu (pinjam kata Rumi) ada juga sastrawan hati nurani (YB Mangunwijaya). Dalam sejarah kehidupan kita sehari-hari kita dapat dengan mudah menemukan fenomena seperti itu.
Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini seperti di era kini lebih banyak memilukan bagaimana banyak para sastrawan yang hanya menjual kekerasan dan mimpi kosong pada khalayak dan para sastrawan yang bersedia bekerja keras, jauh dari sikap kemaruk harta. Problemnya yang paling menurun pembentukan estetika moral dalam kebudayaan Indonesia yang disebabkan tidak berkembangnya sistem imbalan dan sanksi, bukan hanya karena ketidakadaan model di antara para budayawan.
Tetapi apakah seorang pemuda yang babak-belur karena membela seorang gadis yang hendak diperkosa, mendapat insentif sosial dan perhatian para budayawan dan pemerintah. Padahal, sastrawan yang diharapkan dan sesuai dengan Alquran adalah sastrawan yang memiliki hati nurani yang bersih dan halus.
Jadi pada akhirnya, jika melihat fenomena di atas yang menentukan apakah karya sastra dapat mencerahkan atau tidak, itu bukan terletak pada bahan ceritanya yang baik atau buruk, tetapi lebih bagaimana sikap estetika seorang sastrawan ketika merespons persoalan tersebut. Sikap estetika ini tentunya dipengaruhi oleh ideologi dari sang sastrawan. Ideologi yang tidak berarti sastrawan harus berafiliasi terhadap orientasi ideologi pilitik tertentu dan ideologi itu lebih mengarah pada world view, yaitu bagaimana sastrawan melihat alam semesta.
Terlihat dengan masalah pandangan dunia sastra, itu tidak terlepas dari filsafat pemaknaan-pemaknaan terhadap gejala-gejala alam. Baik yang datang dari oksidentalisme maupun dari bangsa Timur. Sadar atau tidak sejarah juga melihat dan mencatat bahwa sastra Barat tidak sepenuhnya bersih, tetapi penuh dengan genangan darah. Hal ini karena sejarah sastra Barat merupakan bagian integral dari sejarah panjang kolonialisme dan imprealisme yang sangat menyengsarakan bangsa-bangsa Timur.
Memang dalam era saat ini banyak mainstream yang mengalami pergeseran paradigma (sheftim paradigm) jika sudut problematika tersebut dipertajam, maka lewat merebaknya cinta yang tidak saja mengubah keberadaan dunia, tapi juga mentalitas dan cara berpikir, yang dirasakan paling mendesak saat ini adalah perubahan mentalitas seseorang dalam menghadapi persoalan, baik itu persoalan fisik maupun mentalitas yang berhubungan dengan tingkah laku.
Oleh karena itu, tolok ukur untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat apresiasi sastra di suatu masyarakat selalu tidak jelas. Oleh sebab itu, Taufiq Ismail menyatakan bahwa tingkat apresiasi sastra masyarakat kita masih payah tentu saja benar atau sebaliknya.
Persoalan ketidakjelasan ini sudah barang tentu bermuara pada parameter yang digunakan sinyalemen itu, di samping pemahaman yang tepat untuk membumikan sastra itu sendiri. Masalah dalam pengembangan sastra Indonesia adalah sistem pendidikan. Bertahun-tahun peran pendidikan di negara ini adalah sebagai penyeragaman pendapat, dan bukan pemandaian masyarakat.
Tentu saja sastra hanya sepetak ladang kata, tidak lebih dari itu. Dan jika kekuasaan korup maka sastralah yang membersihkannya.
*) Penulis adalah Staf Devisi Sastra dan Budaya Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta & Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI).
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
1 komentar:
Sebuah esei yang membicarakan dengan jelas tentang situasi sastera pada masa kini.Di Malaysia,estetika sastera sudah semakin menurun dan subjek-subjek cinta sudah turun darjatnya kerana ia dilihat sebagai permainan anak-anak muda dan penulis yang belum matang pemikirannya.
Saya baru sahaja membaca novel Clezio berjudul Terra Amata.Pengaruh James Joyce dan Camus itu sangat ketara.Namun,permainan bahasanya masih segar dan mampu memukau.
Posting Komentar