22/01/09

Cinta, Sastra, dan Kita

Matroni El-Moezany
http://www.sinarharapan.co.id/

Cinta tak lain adalah sebuah reaksi kimia tubuh yang segalanya bisa diterangkan sebagai persoalan senyawa kimia. Belakangan ini para ilmuwan semakin tertarik menerangkan perasaan manusia sebagai gejala kimia biologi.

Bukan lagi gejala jiwa atau psike. Sesungguhnya ini sangat kontroversial. Tren penemuan-penemuan belakangan ini menunjukkan bahwa yang selama ini dianggap sebagai jiwa dalam bentuk sifat, perasaan, perilaku ini dapat dikendalikan bahkan diubah melalui manipulasi hormon dan senyawa kimia otak.

Jadi, implikasi secara ekstrem adalah tak ada jiwa, tak ada badan, tak ada psikis, yang ada biologi. Tak ada ruh, yang ada organisme, kalau tak ada ruh, ya tak ada yang namanya hari kiamat.

Bukanlah aku sangat paham akan cinta dan bila kusingkap dan kutumpahkan cinta kekasihpun telah menyingkapkan dan menampakkan dirinya sungguh aku hanyalah mencintai cinta (Puisi Amen Wangsitalaja).

Demi pemahaman akan cinta kita semua butuh pengetahuan, serta cinta adalah konsekuensi eksistensi manusia di muka bumi. Dunia bukan hanya untuk kepuasan atau kebutuhan praktisi melainkan gairah untuk mengetahui. Cinta adalah sikap, sesuatu orientasi watak yang menentukan pribadi dengan dunia keseluruhan bukan menuju objek cinta yang mempunyai suatu tindakan yang aktif, bukan perasaan yang pasif. Itu pun harus berdiri dalam cinta, tidak jatuh ke dalamnya (Erich Fromm).

Dalam bukunya Enduring Love, Ian McEwan, seorang novelis yang amat terpukau pada spekulasi senyawa kimia, mengatakan bahwa lewat tokoh utama novel itu: tidaklah cinta hanyalah tipuan tubuh agar kita berkembang?

Bukankah drugs peningkat kadar dopamin dan serotonim telah beredar kerap kali dipakai di pesta-pesta? Dopamin dan serotonim senyawa yang membuat orang berbunga-bunga dan merasa kuat, yang diproduksi dengan kadar tinggi dalam tubuh orang sedang mabuk asmara.

Itu sama menariknya asmara hubungan antara orang tua dan anak, terutama ibu dan anak yang dianggap sebagai naluri. Tentunya cinta mempunyai kesejukan, ini terlihat keakraban dengan alam dan lingkungan yang kian bermakna saat ketenteraman dan kedamaian berpadu dalam hati masyarakat walau lambat laun teknologi dan imformasi akan merangsek tatanan tradisi budaya itu sendiri.

Cinta tidak terlepas dari masalah yang berkaitan mengenai sastra romantis dan sastra itu sendiri, dan kita tak lepas dari kaitan antara karya, sastrawan, masyarakat, maupun negara, serta kebijakan ideologi yang dianut. Hubungan keempat unsur tersebut memang sudah diperdebatkan sejak zaman Plato dan kerap kali menimbulkan peristiwa yang tidak mengenakkan.

Peristiwa itu bisa berupa pengusiran atau pencekalan sastrawan dan karyanya. Dan itu pun terdapat bukti yang tertera dalam daftar yang sangat panjang dari peristiwa itu: Boris Pasternak, Solzhenitsyn, Anna Akhmatova di Rusia, Celine, Victor Hugo di Prancis, Pramoedya Ananta Toer, Rendra, Muchtar Lubis, Emha Ainun Najib di Indonesia dan masih banyak lagi yang lainnya.

Namun, hubungan sastra dengan kita juga tak jarang menimbulkan bisnis antara para sastrawan yang mau menjadi pendukung dan alat penyebar kebijakan pemerintah.

Cerpen, seperti tugas-tugas bentuk lain sebagaimana dinyatakan Budi Darma adalah membentuk jiwa humanitat yakni membentuk manusia yang halus, manusiawi, dan berbudaya. Hal ini akan terjadi apabila dicapai pencanggihan estetika bentuk dan isi. Inilah yang membedakan antara sastra dari berbagai jenis tulisan lainnya.

Mayoritas yang dicari pembaca dari sastra ialah penuangan yang berbeda dari jenis-jenis tulisan yang lain. Jika hanya mencari isi dan aspirasi bisa dicari dalam bentuk tulisan di luar sastra, ini berarti sastra tidak membatasi aspirasi. Pada kodratnya sastra memiliki peran dalam istilah Mathew Arnold sebagai criticsm of life (kritik kehidupan).

Dalam hal ini kita harus setuju pada sesuatu yang pernah diungkapkan Budi Darma bahwa pengarang mampu menjaga jarak antara sastra dan emosi serta aspirasi baik sebagai individu maupun sebagai wakil dari kesadaran yang kolektif agar terbatas dari pencemaran emosi.

Dengan demikian, estetiknya sastra tetap terjaga. Pada dasarnya sastra—meminjam istilah Goenawan Mohamad—mengandung pengabdian atau peran yang tak cuma untuk dirinya sendiri di dunia yang penuh dengan masalah sastra. Ia tak bisa mengabaikan realitas dengan hanya mengotak-atik hal-hal dan formal dan hanya mementingkan estetika bentuk seperti yang dikehendaki paham seni untuk seni.

Dan masih ada sastrawan pencari nafkah, sastrawan pelampias nafsu, sastrawan iseng, macam-macam. Ada juga yang semoga diizinkan saya sebut sastrawan hati nurani (YB Mangunwijaya).

Melihat hal seperti itu kita harus sadar dan menyadari bahwa jadi penulis (sastrawan) sangat banyak godaannya. Baik itu godaan harta, kekuasaan, nafsu rendah. Namun ibarat emas di dalam debu (pinjam kata Rumi) ada juga sastrawan hati nurani (YB Mangunwijaya). Dalam sejarah kehidupan kita sehari-hari kita dapat dengan mudah menemukan fenomena seperti itu.

Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini seperti di era kini lebih banyak memilukan bagaimana banyak para sastrawan yang hanya menjual kekerasan dan mimpi kosong pada khalayak dan para sastrawan yang bersedia bekerja keras, jauh dari sikap kemaruk harta. Problemnya yang paling menurun pembentukan estetika moral dalam kebudayaan Indonesia yang disebabkan tidak berkembangnya sistem imbalan dan sanksi, bukan hanya karena ketidakadaan model di antara para budayawan.

Tetapi apakah seorang pemuda yang babak-belur karena membela seorang gadis yang hendak diperkosa, mendapat insentif sosial dan perhatian para budayawan dan pemerintah. Padahal, sastrawan yang diharapkan dan sesuai dengan Alquran adalah sastrawan yang memiliki hati nurani yang bersih dan halus.

Jadi pada akhirnya, jika melihat fenomena di atas yang menentukan apakah karya sastra dapat mencerahkan atau tidak, itu bukan terletak pada bahan ceritanya yang baik atau buruk, tetapi lebih bagaimana sikap estetika seorang sastrawan ketika merespons persoalan tersebut. Sikap estetika ini tentunya dipengaruhi oleh ideologi dari sang sastrawan. Ideologi yang tidak berarti sastrawan harus berafiliasi terhadap orientasi ideologi pilitik tertentu dan ideologi itu lebih mengarah pada world view, yaitu bagaimana sastrawan melihat alam semesta.

Terlihat dengan masalah pandangan dunia sastra, itu tidak terlepas dari filsafat pemaknaan-pemaknaan terhadap gejala-gejala alam. Baik yang datang dari oksidentalisme maupun dari bangsa Timur. Sadar atau tidak sejarah juga melihat dan mencatat bahwa sastra Barat tidak sepenuhnya bersih, tetapi penuh dengan genangan darah. Hal ini karena sejarah sastra Barat merupakan bagian integral dari sejarah panjang kolonialisme dan imprealisme yang sangat menyengsarakan bangsa-bangsa Timur.

Memang dalam era saat ini banyak mainstream yang mengalami pergeseran paradigma (sheftim paradigm) jika sudut problematika tersebut dipertajam, maka lewat merebaknya cinta yang tidak saja mengubah keberadaan dunia, tapi juga mentalitas dan cara berpikir, yang dirasakan paling mendesak saat ini adalah perubahan mentalitas seseorang dalam menghadapi persoalan, baik itu persoalan fisik maupun mentalitas yang berhubungan dengan tingkah laku.

Oleh karena itu, tolok ukur untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat apresiasi sastra di suatu masyarakat selalu tidak jelas. Oleh sebab itu, Taufiq Ismail menyatakan bahwa tingkat apresiasi sastra masyarakat kita masih payah tentu saja benar atau sebaliknya.

Persoalan ketidakjelasan ini sudah barang tentu bermuara pada parameter yang digunakan sinyalemen itu, di samping pemahaman yang tepat untuk membumikan sastra itu sendiri. Masalah dalam pengembangan sastra Indonesia adalah sistem pendidikan. Bertahun-tahun peran pendidikan di negara ini adalah sebagai penyeragaman pendapat, dan bukan pemandaian masyarakat.

Tentu saja sastra hanya sepetak ladang kata, tidak lebih dari itu. Dan jika kekuasaan korup maka sastralah yang membersihkannya.

*) Penulis adalah Staf Devisi Sastra dan Budaya Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta & Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI).

1 komentar:

Wan Nor Azriq mengatakan...

Sebuah esei yang membicarakan dengan jelas tentang situasi sastera pada masa kini.Di Malaysia,estetika sastera sudah semakin menurun dan subjek-subjek cinta sudah turun darjatnya kerana ia dilihat sebagai permainan anak-anak muda dan penulis yang belum matang pemikirannya.

Saya baru sahaja membaca novel Clezio berjudul Terra Amata.Pengaruh James Joyce dan Camus itu sangat ketara.Namun,permainan bahasanya masih segar dan mampu memukau.

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita