http://www.kompas.com/
belajar berjalan
/1/
ada sebagian diriku ingin berucap baik baiklah di kanak kanak itu
mengisi waktu dengan serangga dan unggas unggas
lepaskan relakan yang bertikaman akan gugur dilarutan waktu
dari kamar yang akan tumbuh resah resah selalu aku masuki
awal mulaku disana dan aku berkejaran gugup mengeja tanda
puring palem cemara dan rumput mengering
aku merindukan masa kanak kanakku yang kembali rantas
engkau baik baiklah sebagian dirimu menjelma kunang kunang
menuntun menyeberangkan resah resahku
/2/
bayangkanlah dirimu menjadi kanak kanak yang belajar menapak
kaki kaki kecil itu ada di benakmu mari menari
membayangkan suara suara yang memanggil
‘aku datang memenuhi panggilanmu aku datang’ raih panggilan itu pegang erat
kelilingi dirimu mengambang tanpa meninggalkan jejak
lari kan dirimu kecil kecil bagai engkau malaikat bersayap
bayangkanlah setan itu ada didirimu lalu tikamkan tanpa ragu
sisakan untuk dirimu sendiri seseorang berdiri tegak
/3/
aku masih menjadi kanak kanak yang tak berani menatapmu
membuka menutup pintu dengan puisi yang terus berdenyut
membayangkan surgamu telah retak dan koyak koyak
yogya september 2007
belajar menuju rumah
/1/
angin membawa kerinduan akan rumahmu dihirupnya aroma nya keras
berdiri menatap langit dengan gumam lirih
gugur daun daun adalah doa mu tentang maut berkelebatan antara dua hidup dan mati
siapakah dia yang terbaring di ranjang penyakitnya
pengendara pengendara yang kemalaman yang menantang angin serta gugur daun daun
atau hanya kanak kanak yang berlarian mengejar dewasa
atau siapakah aku yang menunggu dikamar dengan pengharapan
mengulang ulang doa doa yang tak sampai sampai
atau siapakah mereka yang pura pura merasakan sakitnya
bila maut kemudian menjemput berapa tahun lagi kita kuburkan cita citanya
/2/
baringkanlah kau selagi aku memalingkan tubuh
sentuhan pasang pasang mata jadikanku orang asing mendiami muka yang asing
akan selalu gagap maka sembuhkan segala rayuan di diri mu
atau perlihatkan rutemu di rangka daun daun yang tengkurap
akan terlihat jelas akan menuju mana jalanmu
/3/
dikelokan ini kau tak harus berhenti
pesan dari moyang mu tak masalah kalah atau menang rumah menanti kepulangan
menggumamkan kabar pada mereka yang berpapasan raih pundaknya
lantunkan lagu lagu tentang unggas yang bergegas pulang petang
yogya september 2007
belajar berkata kata
/1/
aku temukan kata katamu pada sore itu asing dan tersesat
merengek rengek untuk antarkanmu singgah ke penyair pujaan
tapi aku lagi sibuk dengan diri sendiri dengan kata kata yang lincah berlari
jahanamlah dia yang liar merubuh rubuhkan imaji
terkutuklah jalan jalannya yang membabat jalan jalanku
baik engkau kusapa dan pergilah dengan baik baik
pada kata kataku yang jinak biarkan ia memamah biak
mengembarakan dirinya di waktu waktu yang lalu
menyusun kata kata masa depan puisinya
/2/
ia tetap merayu melantunkan gumam kesepian
kutanya dia masaksih cuma aku yang kau rayu
lihat penyair itu mengetuk ketuk pintu mu mungkin ingin menyewa kata kata
sambutlah dengan genit senyuman
/3/
kali ini aku ingin kau perkasa dan manis seperti unggas unggas
persiapkan dirimu jangan merayu
atau pergilah sebelum aku membantai kelamin kelaminmu
yogya september 2007
belajar beternak
ia mengobral bermacam kata kata dilepasnya di udara di laut di darat
berharap seseorang yang culas menangkap dan memenjarakan
dalam kandang kandang besar keangkuhannya
ingin kutangkap unggas unggas yang beterbangan dari kilat masa lalumu
akan kurawat kuternakkan dengan senyum dan telaten
kau jangan terkejut bila aku datang dengan senyum lebar
kata katamu telah bertelur dalam diriku
sedang belajar menetas kemudian memamah biak
aku tahu ia bukan mahluk dari planet asing tapi tersesat di negerinya sendiri
ia yang bayi masih menyesap nyesap sepi
ingin terus bergelayut di payudara ketololanmu
akan ku culik ku sapih dengan tidak kejam aku rawat dengan tekun
ketika mereka besar ku ekspor ketempat asal para pengobral kata kata
kenegeri negeri para penyair palsu
yogya september 2007
belajar untuk tidur
ia bangkit dari ranjang yang sudah bosan dengan dirinya
ranjang itu membenci malam malam yang terengah engah
berdecitdecitnya juga membuat ngilu
ia tak mau dirinya dipakai untuk menternakkan kata kata lagi
yang ketika dewasa beterbangan melupakan muasalnya
ia ingin menyepi kali ini diselonjorkannya impian impian
ia jadi terkekeh geli membaca baca file file tentang rahasia rahasia tidur mu
aneh kata semua orang kau ingin belajar tidur di hari sabtu
lalu siapa yang mengorok sepanjang malam malam
membuatku menjagai malam minggu
ranjang itu bangkit dan menguap pelan ditubuh penyair palsu
ia agak tertekan menjajal tubuh barunya
tapi segerombolan kata kata terus menyerbu kepalanya
ia pun cepat bosan dan memutuskan untuk tidur seharian
yogya september 2007
belajar mencetak kata kata
segerombolan kata kata yang kerap menyambangimu malam malam
yang dilepaskan oleh penyair pujaanmu
yang coba kau tangkap kau ternakkan dalam kandang kecilmu
yang coba kau pahat kau matematika kan
yang coba kau cetak dengan cetakan puisinya
kini menjadi vampire dimalam malammu menyergap otakmu mengkramkan otakmu
mengalakazamkan dirimu menjadi dirinya
seperti katak hup kata kata itu kau tangkap
dan menyeretnya dibawah langit yang berlapis lapis
meramukannya dalam geremis cuaca kata kata
kau ucap mantra sihir itu yang mencetak dirimu sendiri dari kegaiban kegaiban
seorang yang tolol yang menangkap kata kata dan tergelincir
dalam malam malam puisi
mengecipakkan diri sendiri dideras aliran kata kata
yogya september 2007
belajar menjadi tua
pada malam yang kering imajinasi
penyair palsu itu mengatakkan sesuatu kepada umur yang kerap membuntutinya
seharian kau telah berdansa dengan kata kata istirahatlah dengan tenang
kau ingin kukecup sebelah mana lalu kupakaikan selimut yang lugu
kasihan ia sangat letih menanggung keinginan keinginan membuka topengnya
tapi itu bukan masalahku aku ambil jaket pakai sepatu
pamit dalam lelapnya yang lagi berlagak membaca sajak sajak
kau ingin oleh oleh apa aku akan berburu kata kata
yang belum pernah kujumpai disisa hidupku
yogya september 2007
belajar dari kabut
syahdan kabut menjelma dalam derai derai keinginan asing
ia mulai memakai gincu dan bedak tebal tebal sepanjang jalanan
hei kau di sana tak lagikah mengenalku seseorang yang biasa mengecup pipi dalam kesendirian
berkabar tentang luas angkasa berceloteh tentang cinta yang diobral dari derit sebuah ranjang
mula mula ia hanyalah suara suara asing yang dilarikan oleh kesepian kesepian
lalu takluk oleh tawa yang kembali asing
seorang malaikat terus membuntuti membisikkan lakon lakon tragis para pendahulu
hari ini ia tak ingin jadi nabi yang mengkotbahkan masa depan sunyi
ketika dirinya sendiri adalah kesunyian
kabut itu menebal lagi sebentar dendam seseorang akan pudar
kelak hanya kisahnya yang terbawa dan kau dengar lamat lamat
pada angin yang menjamah dan membugilkan pohon pohon
pada hujan hujan yang cerewet membuat basah
ingin ia ucap kunjungi aku dan selimuti gigilku
september 2007
ziarah bapak
menatap kau dalam doa doa sendiri dan tolol
membayangkan moyangmu berkuda mengembara di bukit bukit
derap larinya masih kau dengar ketika sunyi malam malam
ringkik kuda juga gemerincing kereta yang lewat
di dirimu kupandang sisa prajurit itu layu
gagah terkikis jaman yang tak lagi menyimpan gaung
bukan bagian ku lagi
di jalan jalan yang semakin panjang dan pudar
atas sisa sisa masa lalu bertanggalan dalam kecamuk pikiran yang tak diucap
retak dibongkah bongkah nisan
bapak diam dengan tatapan mata yang tunduk
desember 2007
ziarah kata kata
ia akan menggumam lirih tentang kata kata mengeluh tentang masa depan
seseorang yang letih dan banyak berharap pada masa lalu
membanggakan sesuatu yang tanggal
ayolah minum obat mu lekas sembuh ya ini baca buku penyair pujanmu
kau berharap lebih lebih membuat nyaman
menguntit kata kata lincah dan riang seperti seorang paparazi
memotret murung dan kesepiannya yang tertangkap sekilas
ayolah kau lebih cerdas dari itu
telah lebih ¼ abad kau taklukan waktu atau jangan jangan kau tergelincir didalamnya
menggapai gapai dalam deras jaman
engkau kah
terbentur dinding dinding chairil berdarah darah didalamnya
terperosok terpincang pincang karena sutardji
terlamun di awan abadi bersama sapardi
ya kau boleh memaki kata kata telah dicuri habis para pendahulu
bila haus memburumu
kau tinggal selangkangan saja di televisi sepanjang malam di bulan desember
dalam petuah nabi nabi baru
desember 2007
ziarah ibu puisi
ibu hendak kemanakah kulesakkan puisiku yang datang berduyun duyun ketika petang
ketika awan bergegas ketika pengendara pengendara menatap langit dengan cemas
atau biarkan ia menjadi ranjang untukmu menemani hari hari dengan gumam dengan mimpi mimpi untuk berlari menuju kabah
ibu maghrib hampir tiba kan kukunci semua jendela duduklah ditepi ranjang yang pengap
dari puisi puisi yang kubiarkan merana dan mati maaf kubersihkan nanti
aku sendiri terluka bu menatap jaman menatap diri sendiri dan kesepian
terbabat waktu dan membiakkan hari hari dalam keberuntungan dan ketakberuntungan nasib
puisi puisi yang tak kukenali lagi menyapa pelan tetapi menggelisahkan ku
adakala kutemukan dirinya dalam unggas unggas dalam pengendara pengendara yang melaju
yang mengkepak kepakkan waktu diredup cahaya
ya tadi malam aku impikan kursi rodamu ia melesat cepat pergi
kulihat kau berlari lari kecil mengejarnya ku bayangkan itu ditanah suci
impian impian tentangmu adalah mimpi mimpiku sendiri bu
dan kau adalah aku yang mengakrabi ranjang demi ranjang puisi yang jenuh tapi tak beranjak
beranjaklah puisiku seperti ibuku dulu dari kanak menjadi dewasa kawin dan berbiak
jangan sakit jangan berdiam saja diranjang seperti ibuku dia memang sakit
belajarlah menjadi luka chairil yang kan berlari membawa hilang pedih perihnya
beranjaklah puisiku jadikan aku pengendara kata yang bergegas seperti unggas unggas disore hari
ada kepastian untuk pulang dan membaringkan tubuh di ranjang kumel dengan puisi
seharian terasing dalam rutinitas dan aku tenggelam didalamnya tak keluar keluar
sebagai burung yang pulang senja aku terkapar lagi
dengus kereta yang melaju dan aroma para pengembara antar kota kota masih merayap pelan di mimpi mimpi pagiku mengantarkan puisi puisi tentang perjalanan di akhir malam
aku terkapar dalam ranjang dan membangun puisi dari batuk dan rewelnya ibu
yang sering memanggilku malam malam ketika puisi tak lagi disampingku
ia menderit dikursi roda yang kudorong pelan sementara bapak para sajak lelap tidurnya
ia lelah dan mulai menua
maaf ibu ini hanya ziarah ku padamu pada puisi puisiku
yogyakarta, februari 2008
ziarah tuan penyair
aku ingin merekam gerak angin dari perjalananmu tuan dari desir dari cemas mungkin mual
membaca gelegak persinggahan persinggahan kata yang berbiak liar dan binal
ia yang kikuk bermain kata ia yang canggung menggiring kata
membuka menutup folder menanggung kesepian sepanjang hidup
semua telah tertata rapi tuan dalam file file masa depan puisi puisi palsu
yang seolah berlari cepat ditempat semula jangan bertanya tentang apa apa
kau yang mulai mengutil gaya dan kata kata penyair terdahulu dalam gerak senantiasa terbaca
ya mari bergaya tuan dalam suasana pop dan banal peragakan posemu dalam gaya itu
ketika kata kata mengkelabu dalam denyut denyut pasar pasar
urat nadi penyairmu tak lagi berpancaran lesu berhadapan dengan teriak anak anak sekolah
mampus berhadapan dengan chairil sutarji sapardi gunawan dan para bangsat pendahulu
(aku ziarahi kau berulang ulang tuan atas segala berulangnya kematian
dari rahim kata kata yang belum selesai mengamukkan sepi aku tuntas sendiri
malam nanti mungkin kau tikam dirimu mungkin kau akan amis sajak sajak
ayo tergelaklah bersamuku dalam tak tik keyboardmu
sebelum virus menghapus huruf huruf ditimbunan segala sajak copy paste ini )
tuan tidakkah kau lelah membaca tanda tanda dan tak tahu tersesat didalamnya
dari deru perjalanan tak usai usai mengkibas kibaskan nasib dideras kata mengalir
gerbang demi gerbong telah langsir kau sadari kau wayang sekaligus dalang dan penontonnya
kau mayat penyair yang akan mengubur dirimu sendiri
mari tuan telanjang dan bergaya dalam suasana melodrama menjelmakan diri sebagai darwis sang penari
mari bersuka mari berlupa menyakiti diri sendiri dalam lamun kanak kanak abadi
jangan kau menanyakan sesuatu yang menyelinap dalam serpih waktu tentang kesetiaan
bercerminlah mengagumi diri sendiri dan mengenang gairah gairah konyol di perjalanan puisi
membisik lirih dari rusuh dadamu apa lagi yang harus kubeli selain mimpi mimpi
dalam gerak lambat dibangunkan oleh kuyu dirinya ia ucap: banyak yang belum rampung tuhan
yogyakarta, februari 2008
bapak menanam jagung
‘menanam jagung tidak usah mencangkul dalam dalam’ kata bapak ia akan serampangan saja menabur benih di halaman dalam beberapa hari benih benih itu tumbuh makin tinggi
bapak rajin menengoknya kadang dia berbisik seperti bercakap cakap dengan kekasih
ibu menggerutu dan kumat rewelnya merasa diduakan
‘menanam kedelai saja sekarang mahal harganya’ ibu berteriak dari kursi roda dengan bersungut
tapi bapak seorang yang berpendirian keras dan teguh dulu ia mengganyang komunis tanpa ampun
pikirnya telah mempunyai beberapa keledai dirumah untuk apa memelihara banyak banyak
‘merepotkan lebih murah beli dari luar negeri’ jawabnya tapi ia sangat mencintai indonesia
karena tiap bulan masih menerima gaji dari sana
benih jagung itu tumbuh membesar dan bapak makin sering menyanyikan lagu menanam jagung
pada bagian ‘cangkul cangkul cangkul yang dalam...’ diulang ulangnya dengan nada nada tinggi
entah mengapa aku merasa ia seperti puisi yang sukar dibaca karena kelelahan menggapai makna
kusahut dengan lagu burung kakak tua kesukaanku ‘ kakek sudah tua giginya di jendela..’
ia akan muram dan membenamkan diri dalam tanaman jagung tak mau bicara sampai sore
kudengar kikik ibuku seperti trilili lili lili nya burung kutilang
agar tak merepotkan nanti kubantu bapak mencabuti rumput rumput yang selalu tumbuh
sambil bercerita sekenanya tentang naiknya harga harga bahan pokok matinya mantan presiden
dan banjir dimana mana ia tertawa dan aku senang untuk tak membujuk bujuknya makan malam
ibu sangat suka kupu kupu tapi bapak membenci ulat ulat yang menggerogoti daun daun jagung
pinta ibuku biarkan ulat memakan daun daun jagung biarkan mereka menjadi kupu kupu
ibu merasa gembira pada terbang kupu kupu naik turunnya dan mengembara kemana mana
ia akan merasa tidak di kursi roda terlebih kupu kupu akan memberi pilihan banyak warna
bapak merasa letihnya hilang bila pohon jagungnya tak ada ulat yang merobek daun daun
membuatnya kesetanan membantai ulat ulat
menghitung situasi yang menyebabkan mereka bisa perang ku usulkan agar bapak menanam jagung di tanah tetangga sebarlah benih jagung disana saranku biarkan pohon pohon jagung disini untuk ulat ulat dan kalau mau perang dengan tetangga saja pikirku sambil tergelak
bibit itu mulai tumbuh bapak gembira dan menenggelamkan dirinya seharian disana
‘cangkul cangkul cangkul yang dalam...’kusemangati bapak dengan lagu itu
yogyakarta februari 2008
belajar mencangkul
karena terkenang akan lagu dimasa kecilnya yang riang dan guru sd nya yang kemayu
diusianya yang kepala enam itu ia ingin belajar mencangkul
mengisi waktu waktu luang dari masa pensiun dan membunuh rasa frustasi akan sepi
ia ke pasar dan pulang membawa cangkul
‘tanamlah gandum’ pinta istrinya karena harga gandum makin tinggi saja
‘tanam kedelai saja pak' kedelai kini hilang dan menjadi buronan di telivisi’ kata sang anak
‘tanam pohon jati saja supaya kampung kita bebas banjir’ sahut tetangganya ikut ikutan
tapi ia tak bergeming ia hanya ingin mencangkul saja tanpa menanam apa apa
ia punya harapan pada suatu waktu ia akan menanam dirinya menanam mimpi mimpi utopianya
dikenang akan penguburan mantan presiden di televisi
dipersiapkannnya calon kuburannya itu dengan cermat
tapi semak semak di halaman makin gagah meninggi membuatnya capai dan gerah
dengan tekun dan telaten dicangkulnya halaman itu inci demi inci seperti sepasang pengantin muda
tapi halaman yang ia cangkul minggu lalu kini tumbuh rumput lagi dan itu mengecoh
karena lelah ia tertidur disela sela mencangkul dan bermimpi cangkul itu mengejarnya
ia tergagap bangun dan cangkul itu masih meringis disampingnya diayunkanlah cangkul itu ketanah dengan keras ia masih dendam karena dalam mimpi cangkul tadi mengejar ngejar
hendak menumpahkan darahnya tanpa ampun
diayunkankan cangkul itu ketanah seperti kesetanan
menerjang batu batu menerjang tembok tembok bisu tanpa sadar kakinya berdarah darah
dimalam ketika tidur cangkul itu datang lagi mengejar ngejarnya dalam mimpi
ia lari sekencangkencangnya tetapi terjungkal karena kelelahan ia terkapar dan pasrah
cangkul itu berdiri didepannya hanya diam mengenangkan sesuatu lalu menangis
aku sangat lelah katanya jangan gunakan aku lagi ia meminta dan memohon mohon untuk memensiunkan dini dirinya dan berkeluh aku tak punya teman petani lagi
ia tergagap bangun dari mimpinya dan belum sempat mengatakan sesuatu
dengan terpincang ia menuju dapur menengok cangkul itu yang kelihatan sendu dan basah
dielusnya gagang cangkul seperti mengelus kepala bocah yang merajuk
‘ya ya baiklah besok akan ku cangkul sawah sawah itu’ gumamnya seperti berkata pada seorang cucu
yogyakarta februari 2008
pergi kepasar burung
pak tua merasa sunyi dihari tuanya suara suara yang dulu kerap mendatangi ketika masih berkuasa kini hening seperti malam malam hanya bolak balik cemas ketika ia bercermin selalu bertambah kerut kerut diwajahnya ‘kenapa ya tidak seganteng dulu’ jerit lirihnya pilu
dipandangnya sepeda tua yang dulu dipakai ayahnya mengantar sekolah kini kusam tak terawat
kenangan kenangan itu menyergapnya ketika letih bercermin menyesali tubuh yang digerogoti waktu baru seperti kemarin ia melintas gagah tanpa sempoyongan
‘besuk antar aku ke pasar burung ya’ kata pak tua kepada sepeda itu sambil membersihkan luka luka
diberinya pelumas pada ruas ruas usia dipompanya roda roda waktu yang menggelindingkannya
dalam akhir usia dalam keterlantaran hidup diusapnya rangka rangka itu pelan pelan tak ada senandung lagi dalam karatnya
pagi pagi ia bangun mengeluarkan sepeda menggenjot sekuat tenanga ke pasar burung
ngosngosan langsung menyergap ditikungan pertama dan ia mengutuk masa produktifnya
tapi sampai juga ia disana ditengah hari dalam sedu sedan binatang yang terbuang
digelontorkan sepeda itu dan menabrak tembok di parkiran dan tersungkur ia sendiri berdiri nampak tak bertenaga gagah 45 di lamunannya byar pet berkunang kunang
berkeliling juga akhirnya menyusur los los menyusuri masa lalunya
ia nampak tertarik dengan burung yang digantung di los pasar paling depan
burung hitam gagah dengan pandangan galak dan lincah mengingatkan akan masa muda penuh gairah
kubeli ini kata pak tua kepada penjualnya diulungkannya uang tanpa menawar
meskipun kesulitan membawanya pak tua memancal pedal sepeda pelan pelan
tangan kirinya menjinjing kurungan burung yang besar dan gagah
di gang masuk desanya ia disalip raungan motor seorang pemuda membuatnya tergagap dan oleng kurungun itu terpental dan jatuh juga suara gelepar burung yang menjauh
digantungya kurungan sunyi itu diteras sambil diingat ingatnya akan burung hitamnya
besar hitam gagah dan lincah ‘seperti masa laluku’ katanya pelan pada diri sendiri
karena tak ada burung yang di pandangi sambil membaca kenangan ia pun lekas bosan
ingin ia tunjukkan burungnya dibukanya sarung dilihatnya isinya kurus layu dan berkerut kerut
ah
yogyakarta februari 2008
sajak orang laut (1)
pernah aku minta izin ibuku untuk menjadi orang laut bermain main ombak seharian
memancing dengan senar senar yang melambai menjaring kecipak ikan dengan riang
menggosongkan tubuh menjadikannya liat dan legam di bawah terik matahari dan amis ikan ikan
‘nenek moyangku orang pelaut’ senandungku kelu mencari celah agar ibu tak membenci laut
ibu membenci pantai dan kapal kapal nelayan dengan bendera kecil yang berkibar kibar
ibu membenci ombak, penyu, lumba lumba, ganggang ganggang dan udang udang
bapak pergi ketika paceklik ikan ikan dan laut bergelombang dengan angin bergemuruh
dalam sajak sajak cengeng tentang cuaca ’bapak ditelan ombak’ begitu kata ibu ketika kecilku merajuk di tempat tidur merindukan bapak
‘semua kotoran akan berujung disana’ tegas kata katanya melarangku
tapi tubuhku liat legam amis ikan ikan dan aku tak inginkan ibu dalam sajak sajak sendu
(bagaimana kulit ibu bersih tak tersentuh angin laut?
bagaimana ia dapat hidup di tempat yang di bencinya?
adalah sajak sajak pengembara dari jauh dengan sawah sawah, gunung gunung, pepohonan , ungas ungas, tangis terusir dan kalah)
aku menginginkan gemuruh laut dengan gelombang gelombang yang menerjang karang
keras menghempas di wajah wajah para nelayan di wajahku perahu yang membelah ombak
melempar jaring dan kail di laut yang dalam
aku tak mau kecut memandang gelombang ketika kapal kapal raksasa membongkar jangkar
mengangkut segala hasil laut
tapi cuaca makin mengamuk dan gelombang menghempaskan perahu perahu remuk
orang orang laut terlempar bagai buih buih terpinggir dan jatuh
memandang tiang tinggi berbendera merah putih compang camping mencoba tegar berkibar kibar
yogyakarta februari 2008
sajak orang laut (2)
perompak malaka itu telah merebut pulau demi pulau
merampas para pemuda untuk dijadikan tentara
menjadikan budak para perempuan kami
jadi kau hanya kecipak dari lamunan ombak menggigil tak sampai sampai
menghembus hembuskan kejayaan silam dengan bendera di perahu yang berkibar kibar
melebarkan daratan dari semenanjung ke semenanjung dengan teriak lantang
dari denting pedang para pendahulu
dan aku letih menanti
darataan demi daratan di tengah samudra bukan milikmu lagi
pasir laut diangkut juga penyu, lumba lumba, ganggang ganggang dan udang udang
nenek moyangku orang pelaut dan kau perahu nelayan yang gamang berlayar
miris pada gelepar angin kecut memandang gelombang datang
kau terlempar di sebuah pulau asing yang tak bernama dari nama para pahlawan
menjadikannmu pengecut memakan amis mentah ikan ikan meminum air hujan hujan
melayari daratan dengan punggung tertekuk
dihembus cerita cerita tentang moyangku yang menjadi amis ikan ikan
perahu perahu yang didorong menepi dari ganas gelombang tak mampu bangkit lagi
yogyakarta februari 2008
sajak orang laut (3)
mari mendewasakan diri dalam amuk gelombang
masuki pasang laut bagai ikan ikan masuki mulut induknya
laut adalah mulut bagi induk ikan ikan dan para nelayan
gelombang laut adalah mulut tempat perahu membesarkan dirinya
terserpih di daratan atau hancur di dasar lautan
nelayan itu merasa sebagai anak anak ikan yang dierami induk dalam mulutnya
dimasukinya amuk gelombang laut perahu meluncur terbanting dan karam
selamat tidur nak istirahatlah dengan tenang kukibaskan aroma laut dan kecipak amis ikan ikan
yogyakarta februari 2008
hujan di waktu senja dalam sajak sajaknya
ia ingin berhujan hujan di suatu senja di dalam sajak sajak tentang hujan
ia akan mencoba menangkap titik titik air yang jatuh menyelinapi sinar yang makin pudar
dari sebuah sore yang layu sebelum gelap memerangkap dalam cerita cerita tentang hantu
yang akan keluyuran dalam sajak sajak
ia menduga hujan telah terperangkap dalam sihir sajak sajak
menjadi sendu diwaktu gerimis
menjadi tawa riang ketika panas datang
menjadi ayat ayat dan mantra para peziarah cinta yang selalu disenandungkan
ia mencintai sajak hujan diwaktu senja gemuruhnya membawa banyak cerita
dalam derap derap gerombolan kuda dan ia memimpin di sana memberi perintah
mendatangi padang padang membunuh gersangnya
mendatangi panas hatimu dan memadamkannya
kecipak hujanlah yang mengajari berdansa diwaktu kanak
pada tak tik tak tiknya yang mengajak tamasya kenegeri negeri jauh
yang akan dikunjungi kelak ketika dewasa
tapi hujan menginginkannya menjadi kanak kanak abadi dibawakannya banyak cerita
dan ia terjerumus di sana dalam lengkung pelangi dalam ruji ruji deras air di waktu senja
yogyakarta februari 2008
suatu hari ia ingin menjadi penyair
suatu hari ia ingin menjadi penyair ketika habis dibaca sebuah puisi tentang perahu nelayan
semua kata kata itu rontok dan menjadi ombak yang mengamuk dikepalanya ganas
dicarinya jalan untuk menjadi penyair dibukanya buku buku yang mengulas tentang puisi
pada kekasih kesunyiannya pada cuaca pada unggas unggas di mintanya untuk menuntun ke jalan puisi sebagai pengendara sunyi
susah payah ia membangun membabat rimbun dan belukar kata kata tak cerdas
ditemukannlah jalan itu dari kegelisahan pengendara pengendara yang bergegas
yang menengok mencari arah yang terus berguman ‘kemana kemana sunyiku pergi ?’
sambil membuang senyap senyapnya yang dingin
hanya ungas unggas yang berkelepakan di udara begitu bila ia berpaling dan terkecoh
didengarnya gaung dari gumamnya ‘perjelas jalan mu dengan waktu’
membuatnya semakin tolol menyusur dipengembaraan amis kata kata
dalam semua jalan yang kini menjadi persinggahan yang tak kekal
menjadikan kanak kanak yang rewel menangis merindukan ibu yang merindukannya
memimpikan ibu yang memimpikannya menjelmakan kata kata yang menjelmakan dirinya
pada hari itu ia ingin sekali menjadi penyair
membacakan sajak dengan kalem seperti gerimis yang ragu ragu dibulan april
berpose tolol dan serampangan dalam diri selebritis ngepop dan banal
berteriak dalam rusuh angin dan menyesap nyesap sepinya
(tuan, konon penyair itu terbuang dari kawanannya dan melangkah terseok sendiri sedang mencari cari jalan maukah kau memperlakukan sebagai kanak kanak yang periang?
lihatlah jalan yang kerap dilewatnya rumput tak tumbuh tanahnya licin dan sehangat pelukan
lihatlah sampah sampah yang menumpuk buram disitu penuh igauan igauannya
tuan, orang itu kini ada dalam diriku menimbun sepi sepi mencurangi takdir mengakali segala cuaca
memanipulasi tanda tanda mengangkangi jalan dan menjelmakan diriku menjadi hantu atas segala nasib
tuan, aku akan mendatangimu malam malam dan mencekikmu dari mimpi mimpi)
yogyakarta februari 2008
apa yang kau pikirkan ketika membuka halaman peta
apa yang kau pikirkan ketika membuka halaman peta dunia
betapa kau bisu untuk berkata membayangkan ragam bahasa yang tak kau mengerti
dapat juga kau tanyakan apa arti sebuah buku puisi disini
ketika kau adalah sebuah koordinat titik yang tak beranjak dari semesta
tak mengerti arti lautan hindia bagi nenek moyang
kau dapat mengira kemana arah angin, luas laut, kedalaman laut, waktu yang tepat untuk mengarung samudra menaklukan badai menguras isi laut atau menjelajah pulau pulau di nusantara
tapi kau angkuh meninggalkan bayang bayang masa lalu melangkah murung di daratan mabuk laut
mengoceh seperti radio dan televisi duapuluh empat jam tanpa jeda dan henti
bercerita tentang puisi jenius yang tak datang datang pada setiap kenalan yang berpapasan
apa yang kau pikirkan ketika membuka halaman peta negaramu
tentang hasil bumi dan laut: padi jagung sagu kopi karet kelapa ikan udang mutiara
tentang pertambangan: emas perak minyak gas intan
tentang flora fauna: anggrek bunga bangkai tapir orang hutan
apakah itu dusta ketika kita saksikan itu bukan milik kita lagi
yogjakarta mei 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar