04/10/08

KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I - LXXXVII

Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=221


Deburan tinta hitam dihabiskan demi gairah kobaran,
langit bergemintang di dalam tungku kegelapan (VII: I).

Bebijian api memercik menerangkan malam,
berbara sebelum dijemput abu usia (VII: II).

Seyogyanya kau siap membaca,
walau pikun menguliti peristiwa (VII: III)

Didengarnya bayu pengajaran bimbang,
sedalam perasaanmu menguliti kemanusiaan (VII: IV).

Resapilah kedamaian ganjil di saat kekhusyukanmu,
esok takkan gusar pecahkan beling hening tumpahkan niatan,
dunia kecilmu telah sanggup berbuat adil (VII: V).

Seumpama gandul kalung, ini ketidaktenangan berharga,
beratnya murni sekencang was-was merestui pernikahan cinta,
dan dapat pula berprasangka serupa kawanan kabut purba (VII: VI).

Kau dengar para malaikat pada berbisik setelah mengintip dirimu
tiada risau lagi bekerja, kala nyawamu dalam timbangan kasihnya (VII: VII).

Menjalani kodrat yang terpanggil segera hadir,
pena tenggelam ke dasar kalbumu, mencipta garam di kebekuan waktu
yang berasal dari kesadaran nurani walau tanpa sesosok wajah (VII: VIII).

Hantu-hantu di barisan awal terlewati, muka penuh luka rasa malu,
selalu dikenang lukisan belaian memicu nyala cinta tersembunyi (VII: IX).

Biar lecutan badai menumbangkan pepohon, ranting menghujam
menghalangi mencapai ketinggian, kau takkan mengubah arah terbang,
cahaya kata-kata menembusi lapisan langit kebiruan pujangga (VII: X).

Kau masih membisu sepenantian lumut berkabut, ruh hayat menemanimu
di hamparan masa-masa membatu, di sini telinga menyimak kekhusyukan telaga,
rindu akan perbincangan reranting berfatwa kesegaran daun kalbu (VII: XI).

Tinta terus melaju, ujungnya segoresan tekad bertempur,
perhelatan niatan tumpah saling menindih menikam (VII: XII).

Tancapan pena menandai garis depan, arwah para sahabat berbicara
kehendak tak terikat, keyakinan mengalir dari tingginya kesadaran (VII: XIII).

Para pembawa beban berjalan setebal kertas menderita kehujanan,
kepekaan ini mendukung bulan hadir di ingatan,
jelaslah pandangan merekam percik yang lalu (VII: XIV).

Berhenti takkan puas walau mabuk persembahan,
maka kawinkan ruang-waktu dalam tempaan pelaku
sejauh kepakan sayap menjangkau hasrat dari ujung ke ujung (VII: XV).

Cahaya kata-kata, nafas kebiruan langit pada lembaran usia,
membuka tirai siang-malam diimpi, tiada terbakar kecuali manunggal (VII: XVI).

Buih membutuhkan deras air hujan, kau melayarkan tinta hitam,
lelangkah kaki seirama terbentuk nasib terbentur lapar dalam perjalanan (VII: XVII).

Dirimu menemukan bimbang membosan, menyakiti percaya utuh
menerima keremajaan fajar atas kematangan meninggalkan mainan (VII: XVIII).

Sehabis gerimis mengikuti, awan berarak sesuai aturan
sebentangan gelombang samudra masih terpenjara keraguan angin,
terhukum sulur pepucuk daun-daun pelepah pohon kelapa (VII: XIX).

Menanti mekar harum bunga dijatuhkan kecupan, kesabaran buah
terpelanting di telatah pendapa, kau ditunggu dalam gerbang pengampunan,
disambut senyum penerang jalan (VII: XX).

Tiada cukup hadir sepenggal, pertanyaan gentayangan mencari jawaban,
dan sampailah salam hujan di malam terang selepas bayu menjilat kabut (VII: XXI).

Itu syair membisikkan kelanggengan,
mengisi kekosongan jiwa melewati belahan sunyi (VII: XXII).

Jika tidak selesai diayun terus,
memburu hakekat putus di tangan pelena (VII: XXIII).

Takkan menulis sesuatu bagimu bila tak menyentuh keganjilan,
separuh tersendat, dan mengalir menuruni kesadaran ombak ke muara busa,
sedangkan kau bermata keyakinan pelayar paling pertama (VII: XXIV).

Gagang pena tercerabut dari botol tinta,
warna bencah tanah tumpah darah jiwanya (VII: XXV).

Semenjak awan-hujan berserak beradu tampar,
pecah lampu-lampu kota demi kegenapan gelap pemuda (VII: XXVI).

Barisan kelelawar memburu buah, bak gemintang rontok di telaga,
disebar dari ketinggian malam, datang musim baru melewati tirai-tirai cemara (VII: XXVII).

Angin selatan mengikuti lelangkah gairahmu perdengarkan sabda waktu,
tercurah dari cakrawala ke sumsum kalbumu, dan bumi berserah (VII: XXVIII).

Saat mengaduk relung terdalam, mengeluarkan isi jiwa
mengangkat gema suara kesendirian sukma (VII: XXIX).

Aduhai kalbu merana tak lagi bergolak, panaskan kristal kau simpan,
memberi penanti debaran serupa langkah malu-malu menghadap tersayang (VII: XXX).

Pada semenanjung jauh terdengarlah debar-deburan kalimahmu
memindahkan ruh jaman melarut, menuju keheningan mempesona (VII: XXXI).

Intiplah pesolek tengah malam menjatuhkan embun dedaun,
mengobati gelisa, sesegar jiwamu memulihkan keyakinan terdalam
sedari lorong keremangan, tangguh menuju cahaya ketabahan (VII: XXXII).

Sampailah bahasa angin yang mereka kira membisu,
alunan derai kesadaran menjemput kepastian (VII: XXXIII)

; suaranya berkumandang menyisir rambut penari,
ketika lambaian ritme berubah, meronalah bola matamu,
kaulah saksi kesungguhan tidak terukur (VII: XXXIV).

Nyamankan tempat dudukmu biar menyentuh kedamaian, nyanyian pelangi
senada sapuan kuas terpadu, komposisinya di kanvas langit perasaan (VII: XXXV).

Burung-burung berkicau di selat lepas memperdengarkan lagu merdu,
yang menggenang di kediamanmu (VII: XXXVI).

Serupa kincir angin bersemangat menggaramkan pantai (VII: XXXVII).

Kau mulai menyetujui lintasan lain di hati
dan ada keinginan ke sana (VII: XXXVIII).

Masukilah walau bersusah payah, dan bukalah kepribadianmu paling gaib,
singkirkan ilalang pengganggu, agar tak meragu ke padang bulan (VII: XXXIX).

Dinding langit berawan menghadirkan mentari, anak bayu mengipasi
keringat tiada kecemasan menghentikanmu, kau berpengharapan (VII: XL).

Berdiam diri dan hembusan selalu menyapamu,
tarian jemarinya berdaya lembut, penuh santun mengembalikan cinta (VII: XLI).

Perhatianmu, bibir bergerak tersenyum takkan jauh
lalu angin para sahabat bernafaskan engkau (VII: XLII).

Perhatikan kehendak tinggi, usah berpaling penggalan hati,
utuh menerima ketulusan, mencatat di lempengan tersirat (VII: XLIII).

Mengadulah selagi kangen, lantas baca kulit ke dalamnya,
kau menemui kemuliaan, membuka diri dalam sel pertaubatan (VII: XLIV).

Sebagian berucap, ini tungku durung mematangkan air periuk,
daun-daun belum mendapati manfaat pasti, dan pebukitan meragu
menyaksikan gelisah semalammu bernalar dangkal (VII: XLV).

Berkali menempa jiwa dipanasi bara diisi baja, ini prosesi percikan cahaya
kepemudaan penuh, kesabaran menguak sabda bertameng waspada (VII: XLVI).

Adalah keris gandring merebut wanita dari genggaman,
simbul ditakar menyelamatkan penikam, sebelum-sesudahnya
ternyata alam menghukum nilainya sendiri (VII: XLVII).

Tampak hasrat semesta laksana titah pujangga
terbuhul dalam sabda pandita kecewa (VII: XLVIII).

Api membakar kayu berbara, berteriak jikalau dicelupkan ke bejana,
hutan gosong melegamkan kulit malam, membutakan burung menembus pekat,
sayap hangus tubuhnya matang, atas mendenguskan nyawa percintaan (VII: XLIX).

Ribuan kelelawar memadati mata siang, doa menyelinap dalam tubuh keris (VII: L).

Pamornya mengalirkan daya penciptaan, memasuki lembah darah
tersedak ke jurang pertapaan (VII: LI).

Kuda tanggung menggagalkan kesabaran, kepulkan debu melempar kerikil
melepaskan ikatan nasib, menjalankan gerak takdir besar pemberontakan (VII: LII).

Pada empu mengoyak prahara muda, keduanya berebut keris tanggung
yang belum dilambari mantra pengikat keadilan semesta (VII: LIII).

Inilah jiwa-jiwa kesumat mencederaikan anak-anaknya,
tertikam milik sendiri sebagai awal sejarah tragedi (VII: LIV).

Yang menyesal meninggalkan gelanggang,
dalam dadanya bersimpan nyala juang (VII: LV).

Demi merontakkan kembang mayang atas sentakan bayu kemenjadian,
sekelepakan kelelawar menebarkan hawa malam sebelum berpapasan (VII: LVI).

Berebutan ditarik magnit itu wajah pergerakan, jikalau buah asam muda
rontok berjatuhan ke jalan-jalan diderai hujan deras, angin lembut menderap lekat
dan debu-debu beterbangan menutupi kegundahan (VII: LVII).

Kalau buah jambu menyusuri sungai dari derasnya arus,
mata pencarian terhempas waktu menuju penentu (VII: LVIII).

Kilatan petir menabrak dada mega menyeret luka,
wewarna senjakala menumpahkan darah ke lautan jingga,
lintang berkedip duka, bukan murka lain tapi malam pencerah (VII: LIX).

Dahan patah mengeringkan buah hampir masak, sungguh topan bopeng
menampar tak berbulu-pandang, menjadikan putik ranum runtuh sia-sia (VII: LX).

Telah terjadikah? Dan sudah bertibakan menciptakan buah lebih murni
atas goyangan dedahan, kemontokan pada pepohon musim perindu (VII: LXI).

Malam siapa lengang? Pembunuhan terencana kepada tubuh alam terlelap,
darah mengalir tak terhindari, dibius bayu kerucut setajam belati waktu (VII: LXII).

Setinggi tanjakan membebas, sayap elang kaku tiap paginya direntangkan,
kepakannya yang lembut itu bakal menguasai medan peperangan (VII: LXIII)

; menjelajahi padang gemawan mengarungi kabut padat menggumpal,
memperbaharui selat-selat lepas lelangitan (VII: LXIV).

Sayup-sayup terdengar suara menghampiri telingamu;
rajaku rajawali, daunku daun jati, embunku di pohon trembesi (VII: LXV).

Nafas-nafas memenggal kekuncup, tinggi gelisah lengkingan menjauh
kepada hasrat batas waktu, tempat tinggal melesat (VII: LXVI).

Pusaran berhawa bangun tambah meninggi, bayu berbondong
memberi ketenangan pada kepalanya penuh santun bersahaja (VII: LXVII).

Datang lagi suara; rajekku rajekwesi, jiwaku dibawa turangga sembrani,
suaraku takkan lenyap, walau pohon bakau tidak lagi di pantai (VII: LXVIII).

Ladang gersang retak kemarau, bebijian jatuh ke dalamnya,
ini kematian pendapat tanpa kabut membayu bersalaman (VII: LXIX).

Ia membangkit di waktu tepat, diguyur kesungguhan tirakat
sesenggol daun tegas melebar yang basah menghidupi (VII: LXX).

Hujan lelehan awan, pecah ke selangkang bumi setengah mati,
dihidupkannya rerumputan, bunga nan pepohon yang lalu (VII: LXXI).

Kemarau lama dikembalikan bugar bagi putaran waktu memasa,
menuju panen menunggu perkawinannya burung-burung (VII: LXXII).

Waktu petang hari melipat-lipat mega, matahari bersiap-siap
menyelami samudra, mendatangi puncak usia pagi (VII: LXXIII).

Yang tertelan di lembah padang, redup ke ladang ilalang,
ini memasuki alam temaram ketidaksadaran kalian (VII: LXXIV).

Bumi menggelinding melewati uap dan bulan bercincin awan,
grafitasi membebani tulang punggung para pejuang gerilya (VII: LXXV).

Lapisan langit menggerakkan nasib bumi demi dunia kalbu terbuka,
jantung berdegup, warna melenturkan kuasa rasa bertujuan cinta (VII: LXXVI).

Mata tersedu, tubuh berdetak, sesal bercampur bergetar menggejala,
ia bagai Pronocitro-mu, lekat membayang dalam tatapanmu (VII: LXXVII).

Kilatan mata batinmu ke alam sadar kerahasiaan rimbamu
dan Ni Roro Mendut sangat cukup tergolek (VII: LXXVIII).

Pronocitro berkata; ”orang tuaku terhanyut digulung ombak samudra,
akankah aku bertenggelam di dasar lautan asmara? (VII: LXXIX).

Gelombang di tanah pertiwi mulai menghempas, mengganas,
lalu apakah diriku bernasib sama seperti ayahanda?” (VII: LXXX).

Dengan apa insan menghentikan perasaannya yang kian berat?
Lelangkahnya tertatih gemetaran, merangkak kepada kasih sejatinya,
sungguh dirinya bergumam dalam-dalam bertekad (VII: LXXXI).

Milik siapa pun juga darah bergolak, menggelegak,
walau bagaimana kebertemuan rasa semakin menambah (VII: LXXXII).

Gejolak hati mengisi makna kisah-kisah
melahirkan kata sedari lautan jiwa sesungguhnya (VII: LXXXIII).

Kegemarannya yang lalu menyabung, ayam jantan nasibnya (VII: LXXXIV).

Dan ia mulai mengenali madu pembalut keris itu,
sedang kau terpikat ayam aduannya (VII: LXXXV).

Namun ketetapan tetap ia serahkan bagimu,
demi alam juga waktu, dan teruntuk kabut serta batu (VII: LXXXVI).

Sebab tulusnya lidah tinta merindu Sang Perindu (VII: LXXXVII).

-----
*) Pengelana asal Lamongan, JaTim.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita