Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=221
Deburan tinta hitam dihabiskan demi gairah kobaran,
langit bergemintang di dalam tungku kegelapan (VII: I).
Bebijian api memercik menerangkan malam,
berbara sebelum dijemput abu usia (VII: II).
Seyogyanya kau siap membaca,
walau pikun menguliti peristiwa (VII: III)
Didengarnya bayu pengajaran bimbang,
sedalam perasaanmu menguliti kemanusiaan (VII: IV).
Resapilah kedamaian ganjil di saat kekhusyukanmu,
esok takkan gusar pecahkan beling hening tumpahkan niatan,
dunia kecilmu telah sanggup berbuat adil (VII: V).
Seumpama gandul kalung, ini ketidaktenangan berharga,
beratnya murni sekencang was-was merestui pernikahan cinta,
dan dapat pula berprasangka serupa kawanan kabut purba (VII: VI).
Kau dengar para malaikat pada berbisik setelah mengintip dirimu
tiada risau lagi bekerja, kala nyawamu dalam timbangan kasihnya (VII: VII).
Menjalani kodrat yang terpanggil segera hadir,
pena tenggelam ke dasar kalbumu, mencipta garam di kebekuan waktu
yang berasal dari kesadaran nurani walau tanpa sesosok wajah (VII: VIII).
Hantu-hantu di barisan awal terlewati, muka penuh luka rasa malu,
selalu dikenang lukisan belaian memicu nyala cinta tersembunyi (VII: IX).
Biar lecutan badai menumbangkan pepohon, ranting menghujam
menghalangi mencapai ketinggian, kau takkan mengubah arah terbang,
cahaya kata-kata menembusi lapisan langit kebiruan pujangga (VII: X).
Kau masih membisu sepenantian lumut berkabut, ruh hayat menemanimu
di hamparan masa-masa membatu, di sini telinga menyimak kekhusyukan telaga,
rindu akan perbincangan reranting berfatwa kesegaran daun kalbu (VII: XI).
Tinta terus melaju, ujungnya segoresan tekad bertempur,
perhelatan niatan tumpah saling menindih menikam (VII: XII).
Tancapan pena menandai garis depan, arwah para sahabat berbicara
kehendak tak terikat, keyakinan mengalir dari tingginya kesadaran (VII: XIII).
Para pembawa beban berjalan setebal kertas menderita kehujanan,
kepekaan ini mendukung bulan hadir di ingatan,
jelaslah pandangan merekam percik yang lalu (VII: XIV).
Berhenti takkan puas walau mabuk persembahan,
maka kawinkan ruang-waktu dalam tempaan pelaku
sejauh kepakan sayap menjangkau hasrat dari ujung ke ujung (VII: XV).
Cahaya kata-kata, nafas kebiruan langit pada lembaran usia,
membuka tirai siang-malam diimpi, tiada terbakar kecuali manunggal (VII: XVI).
Buih membutuhkan deras air hujan, kau melayarkan tinta hitam,
lelangkah kaki seirama terbentuk nasib terbentur lapar dalam perjalanan (VII: XVII).
Dirimu menemukan bimbang membosan, menyakiti percaya utuh
menerima keremajaan fajar atas kematangan meninggalkan mainan (VII: XVIII).
Sehabis gerimis mengikuti, awan berarak sesuai aturan
sebentangan gelombang samudra masih terpenjara keraguan angin,
terhukum sulur pepucuk daun-daun pelepah pohon kelapa (VII: XIX).
Menanti mekar harum bunga dijatuhkan kecupan, kesabaran buah
terpelanting di telatah pendapa, kau ditunggu dalam gerbang pengampunan,
disambut senyum penerang jalan (VII: XX).
Tiada cukup hadir sepenggal, pertanyaan gentayangan mencari jawaban,
dan sampailah salam hujan di malam terang selepas bayu menjilat kabut (VII: XXI).
Itu syair membisikkan kelanggengan,
mengisi kekosongan jiwa melewati belahan sunyi (VII: XXII).
Jika tidak selesai diayun terus,
memburu hakekat putus di tangan pelena (VII: XXIII).
Takkan menulis sesuatu bagimu bila tak menyentuh keganjilan,
separuh tersendat, dan mengalir menuruni kesadaran ombak ke muara busa,
sedangkan kau bermata keyakinan pelayar paling pertama (VII: XXIV).
Gagang pena tercerabut dari botol tinta,
warna bencah tanah tumpah darah jiwanya (VII: XXV).
Semenjak awan-hujan berserak beradu tampar,
pecah lampu-lampu kota demi kegenapan gelap pemuda (VII: XXVI).
Barisan kelelawar memburu buah, bak gemintang rontok di telaga,
disebar dari ketinggian malam, datang musim baru melewati tirai-tirai cemara (VII: XXVII).
Angin selatan mengikuti lelangkah gairahmu perdengarkan sabda waktu,
tercurah dari cakrawala ke sumsum kalbumu, dan bumi berserah (VII: XXVIII).
Saat mengaduk relung terdalam, mengeluarkan isi jiwa
mengangkat gema suara kesendirian sukma (VII: XXIX).
Aduhai kalbu merana tak lagi bergolak, panaskan kristal kau simpan,
memberi penanti debaran serupa langkah malu-malu menghadap tersayang (VII: XXX).
Pada semenanjung jauh terdengarlah debar-deburan kalimahmu
memindahkan ruh jaman melarut, menuju keheningan mempesona (VII: XXXI).
Intiplah pesolek tengah malam menjatuhkan embun dedaun,
mengobati gelisa, sesegar jiwamu memulihkan keyakinan terdalam
sedari lorong keremangan, tangguh menuju cahaya ketabahan (VII: XXXII).
Sampailah bahasa angin yang mereka kira membisu,
alunan derai kesadaran menjemput kepastian (VII: XXXIII)
; suaranya berkumandang menyisir rambut penari,
ketika lambaian ritme berubah, meronalah bola matamu,
kaulah saksi kesungguhan tidak terukur (VII: XXXIV).
Nyamankan tempat dudukmu biar menyentuh kedamaian, nyanyian pelangi
senada sapuan kuas terpadu, komposisinya di kanvas langit perasaan (VII: XXXV).
Burung-burung berkicau di selat lepas memperdengarkan lagu merdu,
yang menggenang di kediamanmu (VII: XXXVI).
Serupa kincir angin bersemangat menggaramkan pantai (VII: XXXVII).
Kau mulai menyetujui lintasan lain di hati
dan ada keinginan ke sana (VII: XXXVIII).
Masukilah walau bersusah payah, dan bukalah kepribadianmu paling gaib,
singkirkan ilalang pengganggu, agar tak meragu ke padang bulan (VII: XXXIX).
Dinding langit berawan menghadirkan mentari, anak bayu mengipasi
keringat tiada kecemasan menghentikanmu, kau berpengharapan (VII: XL).
Berdiam diri dan hembusan selalu menyapamu,
tarian jemarinya berdaya lembut, penuh santun mengembalikan cinta (VII: XLI).
Perhatianmu, bibir bergerak tersenyum takkan jauh
lalu angin para sahabat bernafaskan engkau (VII: XLII).
Perhatikan kehendak tinggi, usah berpaling penggalan hati,
utuh menerima ketulusan, mencatat di lempengan tersirat (VII: XLIII).
Mengadulah selagi kangen, lantas baca kulit ke dalamnya,
kau menemui kemuliaan, membuka diri dalam sel pertaubatan (VII: XLIV).
Sebagian berucap, ini tungku durung mematangkan air periuk,
daun-daun belum mendapati manfaat pasti, dan pebukitan meragu
menyaksikan gelisah semalammu bernalar dangkal (VII: XLV).
Berkali menempa jiwa dipanasi bara diisi baja, ini prosesi percikan cahaya
kepemudaan penuh, kesabaran menguak sabda bertameng waspada (VII: XLVI).
Adalah keris gandring merebut wanita dari genggaman,
simbul ditakar menyelamatkan penikam, sebelum-sesudahnya
ternyata alam menghukum nilainya sendiri (VII: XLVII).
Tampak hasrat semesta laksana titah pujangga
terbuhul dalam sabda pandita kecewa (VII: XLVIII).
Api membakar kayu berbara, berteriak jikalau dicelupkan ke bejana,
hutan gosong melegamkan kulit malam, membutakan burung menembus pekat,
sayap hangus tubuhnya matang, atas mendenguskan nyawa percintaan (VII: XLIX).
Ribuan kelelawar memadati mata siang, doa menyelinap dalam tubuh keris (VII: L).
Pamornya mengalirkan daya penciptaan, memasuki lembah darah
tersedak ke jurang pertapaan (VII: LI).
Kuda tanggung menggagalkan kesabaran, kepulkan debu melempar kerikil
melepaskan ikatan nasib, menjalankan gerak takdir besar pemberontakan (VII: LII).
Pada empu mengoyak prahara muda, keduanya berebut keris tanggung
yang belum dilambari mantra pengikat keadilan semesta (VII: LIII).
Inilah jiwa-jiwa kesumat mencederaikan anak-anaknya,
tertikam milik sendiri sebagai awal sejarah tragedi (VII: LIV).
Yang menyesal meninggalkan gelanggang,
dalam dadanya bersimpan nyala juang (VII: LV).
Demi merontakkan kembang mayang atas sentakan bayu kemenjadian,
sekelepakan kelelawar menebarkan hawa malam sebelum berpapasan (VII: LVI).
Berebutan ditarik magnit itu wajah pergerakan, jikalau buah asam muda
rontok berjatuhan ke jalan-jalan diderai hujan deras, angin lembut menderap lekat
dan debu-debu beterbangan menutupi kegundahan (VII: LVII).
Kalau buah jambu menyusuri sungai dari derasnya arus,
mata pencarian terhempas waktu menuju penentu (VII: LVIII).
Kilatan petir menabrak dada mega menyeret luka,
wewarna senjakala menumpahkan darah ke lautan jingga,
lintang berkedip duka, bukan murka lain tapi malam pencerah (VII: LIX).
Dahan patah mengeringkan buah hampir masak, sungguh topan bopeng
menampar tak berbulu-pandang, menjadikan putik ranum runtuh sia-sia (VII: LX).
Telah terjadikah? Dan sudah bertibakan menciptakan buah lebih murni
atas goyangan dedahan, kemontokan pada pepohon musim perindu (VII: LXI).
Malam siapa lengang? Pembunuhan terencana kepada tubuh alam terlelap,
darah mengalir tak terhindari, dibius bayu kerucut setajam belati waktu (VII: LXII).
Setinggi tanjakan membebas, sayap elang kaku tiap paginya direntangkan,
kepakannya yang lembut itu bakal menguasai medan peperangan (VII: LXIII)
; menjelajahi padang gemawan mengarungi kabut padat menggumpal,
memperbaharui selat-selat lepas lelangitan (VII: LXIV).
Sayup-sayup terdengar suara menghampiri telingamu;
rajaku rajawali, daunku daun jati, embunku di pohon trembesi (VII: LXV).
Nafas-nafas memenggal kekuncup, tinggi gelisah lengkingan menjauh
kepada hasrat batas waktu, tempat tinggal melesat (VII: LXVI).
Pusaran berhawa bangun tambah meninggi, bayu berbondong
memberi ketenangan pada kepalanya penuh santun bersahaja (VII: LXVII).
Datang lagi suara; rajekku rajekwesi, jiwaku dibawa turangga sembrani,
suaraku takkan lenyap, walau pohon bakau tidak lagi di pantai (VII: LXVIII).
Ladang gersang retak kemarau, bebijian jatuh ke dalamnya,
ini kematian pendapat tanpa kabut membayu bersalaman (VII: LXIX).
Ia membangkit di waktu tepat, diguyur kesungguhan tirakat
sesenggol daun tegas melebar yang basah menghidupi (VII: LXX).
Hujan lelehan awan, pecah ke selangkang bumi setengah mati,
dihidupkannya rerumputan, bunga nan pepohon yang lalu (VII: LXXI).
Kemarau lama dikembalikan bugar bagi putaran waktu memasa,
menuju panen menunggu perkawinannya burung-burung (VII: LXXII).
Waktu petang hari melipat-lipat mega, matahari bersiap-siap
menyelami samudra, mendatangi puncak usia pagi (VII: LXXIII).
Yang tertelan di lembah padang, redup ke ladang ilalang,
ini memasuki alam temaram ketidaksadaran kalian (VII: LXXIV).
Bumi menggelinding melewati uap dan bulan bercincin awan,
grafitasi membebani tulang punggung para pejuang gerilya (VII: LXXV).
Lapisan langit menggerakkan nasib bumi demi dunia kalbu terbuka,
jantung berdegup, warna melenturkan kuasa rasa bertujuan cinta (VII: LXXVI).
Mata tersedu, tubuh berdetak, sesal bercampur bergetar menggejala,
ia bagai Pronocitro-mu, lekat membayang dalam tatapanmu (VII: LXXVII).
Kilatan mata batinmu ke alam sadar kerahasiaan rimbamu
dan Ni Roro Mendut sangat cukup tergolek (VII: LXXVIII).
Pronocitro berkata; ”orang tuaku terhanyut digulung ombak samudra,
akankah aku bertenggelam di dasar lautan asmara? (VII: LXXIX).
Gelombang di tanah pertiwi mulai menghempas, mengganas,
lalu apakah diriku bernasib sama seperti ayahanda?” (VII: LXXX).
Dengan apa insan menghentikan perasaannya yang kian berat?
Lelangkahnya tertatih gemetaran, merangkak kepada kasih sejatinya,
sungguh dirinya bergumam dalam-dalam bertekad (VII: LXXXI).
Milik siapa pun juga darah bergolak, menggelegak,
walau bagaimana kebertemuan rasa semakin menambah (VII: LXXXII).
Gejolak hati mengisi makna kisah-kisah
melahirkan kata sedari lautan jiwa sesungguhnya (VII: LXXXIII).
Kegemarannya yang lalu menyabung, ayam jantan nasibnya (VII: LXXXIV).
Dan ia mulai mengenali madu pembalut keris itu,
sedang kau terpikat ayam aduannya (VII: LXXXV).
Namun ketetapan tetap ia serahkan bagimu,
demi alam juga waktu, dan teruntuk kabut serta batu (VII: LXXXVI).
Sebab tulusnya lidah tinta merindu Sang Perindu (VII: LXXXVII).
-----
*) Pengelana asal Lamongan, JaTim.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar