21/09/08

MENGADA BERSAMA JOSTEIN GAARDER

Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=72


“Untuk mengada, kita tidak hanya mendapat jatah tempat. Kita juga punya rentang waktu yang sudah ditetapkan.” (Jostein Gaarder).

Pun bagaimana, dunia diciptakan melewati pengadaan, semisal mengawali tulisan yang menggelora. Segala yang terbentang kemudian, ternyata bukan endapan dalam, juga tidak sedari rentetan panjang penalaran. Kadang keseluruan mendadak meloncat dari fikiran-perasaan yang sempat terbangun, yang tidak sanggup mengikuti gerakan peredarannya. Semua mengarus entah dinamai mengada, atau tidak masuk akal. Jelasnya, penambahan tiba-tiba itu tidak adanya suatu tingkat penurunan dalam. Tarian tidak pernah direncanakan, membumbung memusar bersama angin menaikkan daun-daun harapan, menuju jarak lebih tinggi tiada perhitungan. Kecuali kejadian yang sama, dapat menilai balik atas apa yang terbangun itu.

Andai diendapkan secara logis pemikiran awalnya, pun terketahui dapat dihitung melalui penalaran. Tidakkah seluruhnya berpijak di kaki realitas kerja, atau ternyata kebenaran umum seringkali tidak digunakan, dengan apa yang sebenarnya memberi harapan baik. Sisi lain, pengadaan tidak masuk akal sejenis ngelamun ke dataran logis. Kalau sampai waktunya tepat, ruang yang menebarkan bentangan mengada, menjelma gugusan kekinian. Atau suatu awalnya rahasia, tidak lagi tertutup jikalau sudah dituwangkan. Lebih jauh, kebohongan yang terus membangun sarana kenyamanan, suatu saat menjadi realitas penentu, meski tidak lagi dipercaya.

Pun kepercayaan muncul tidak semata-mata iman, kadang juga berangkat dari kebiasaan. Tepatnya dapat merealisasikan kebohongan menjadi yang bisa diterima atas tindakan pemaafan. Namun seharusnya meneruskan hal baik, menghapus kebohongan diganti realitas kebenaran. Menggagalkan perencanaan mengada-ada yang niscaya nanti terbuang. Ini sebuah kerja besar, mengembangkan misi pelestarian lebih jauh memberi manfaat, dari pemahaman umum yang kurang tepat sebelumnya.

Tidakkah berkarya itu usaha pengadaan dari sebelumnya? Meski kadangkala sama yang sudah ada, tetapi ukuran pengadaan tentu berbeda dari realitas berangkatnya. Daya mengada ialah membangun dunia lain yang sebelumnya durung tercipta, logika yang tergunakan sejenis ramalan sebagai saksi masa depan. Ia menempati diri selalu ada, dan sanggup ke tempat yang mengadakan adanya kebenaran, bukannya kerja pembenaran.

Pengadaan hadir, bermodalkan kekayaan jiwa atas agresif menelaah realitas menjadi nalar-nalar karya. Itu bertambah kuku diterima jikalau ungkapannya meleburkan ruang-waktu lampau-kekinian, serta yang sedang terkerjakan. Ini membutuhkan banyak pengalaman, mentransfer data logika kekinian, dimasukkan pada realitas masa depan tanpa adanya ketimpangan. Tentunya banyak kendala di dalam memperbaiki campuran warna realitas yang ada, dan yang sedang disuntuki.

Pengadaan dapat dinamakan kebohongan realitas ke depan, jika terlampau jauh membentangkan logika kekinian yang paling halus dan tak tertangkap. Tetapi bukan membohongi realitas kekinian dengan kerja menyamping, melepas ikatan data lain untuk dunia samping. Atau bukan kerja menutupi realitas kekinian dengan realitas masa depan yang tertandakan. Keterangan singkat di atas bisa dimengerti, tidak luput dari benang yang sedang ditarik, peganglah benang itu terus dari titik pertama menuju selanjutnya, jangan sampai luput melepaskan rasa.

Waktu-waktu yang sudah ditetapkan ini ruh kesemangatan alokasikan data pengadaan. Membangun bertempat waktu, seperti memberikan seorang yang berbakat suatu pekerjakan. Jika kita bersenyum tanggung terlampu kenes, akan mengakibatkan jalinan erat itu terlepas atas mimpi yang sedang terbangun. Maka laksanakan perjalanan, dan semua orang menyaksikanmu menjadi tuan rumah di kediaman mereka, masuk ke bilik keakraban bersama. Apa yang tergantung, ternyata telah matang untuk dipetik seusia harapan.

Keterangan ini lebih menggairahkan ketika pohon berusia tua, akar masa-masa gagasan yang tertanam semakin menancap di sela-sela tanah pemikiran insan. Kita hanya meminta sejumput cairan kesempatan, duduk sejenak mengalirkan dari yang mereka harapkan. Pengadaan telah meruang-waktu di setiap jengkal keberadaannya. Nafas nyawa membaur pada getar perasaan perindu kedatangan bertepat masa, kalau sekiranya membutuhkan tetembangan. Kita adakan perjamuan bathin, jiwa-jiwa mengisi waktu berperedaran seksama.

Nafas-nafas ingin mengada pun dapat dirasa, sejauh memburu menelusup ke jantung punya masa, generasi yang ditinggal telah lebur bersama udara semesta. Rasa syukur dirasa di segenap sendi persetubuhan ruang-waktu yang terus dijalankan kehendak realitas kerja. Pengadaan menjadi usia terus disebut kepada kurun masa dalam daerah yang dulunya tidak pernah terkira, sebab hasrat yang lalu itu pengembangan, mereka mendapati diri dalam kepenuhan memberi. Maka sebaiknya perlakukan jiwa dengan jarak dilebur pada kurun masa tak terkira, semisal senja yang tidak terbatas menenggelamnya matahari, mereka menikmati dalam kapasitas yang berbeda.

Harus terus melangkah, walau kalimat yang dipergunakan tidak lagi bermakna kentara, saat jalan-jalan dilalui, mereka tentu mendapati gerak memberi penambahan tidak sekadar banyak. Ada pelajaran menghentikan cerita ialah awal sebuah impian bersama disaat lelah, kita membaringkan kelelahan bersama mimpi-mimpi lama. Di sini tiada usaha hipnotis jika sekiranya jeli melangkah, pun dapat menerima sebagai kehendak yang harus diperturutkan. Ini hasrat menghidupi pengelana waktu, mengadakan yang benar ada dalam bingkai kepribadian. Perbaikan dilakukan bukan pembuangan maksud terselubung dari kekurangan ajaran, lebih tepatnya menumpuk persoalan, agar tambah akurat saat disantap.

Prosesi pengadaan seakan tidak tersangkakan datangnya, terus menerima sebagai kekayaan jiwa mengembangkan pengadaan. Bukan berarti menambal hal yang kurang manusiawi, tetapi berkelanjut kelenjar-kelenjar memproduksi diri, menjadi bagian semua orang bisa menikmati tanpa merasa kehilangan. Dan bernafaslah lebih dalam, agar mengetahui sejauh mana pengadaan melewati perjalanan, kini tengah menjadi realitas bersama, mengadakan diri yang telah hilang. Ini keberadan sejati, ketika tanpa sungkan menerima pengadaan yang meringankan, meski mengada di setiap waktu kedudukan yang tertanggung.

Perlu digaris bawahi, ini bukan tindakan ketidakikhlasan pamer, sebab pengadaan hadir bukan atas kehendak itu, ketulusannya tercermin pada kerja tanpa meminta. Dan kebetulan-kebetulan menghadirkan pengadaan menjadi kepemilikan lebih. Salam damai bagimu yang mengadakan ke pengadaan dunia, sebagai pengisian tak sia-sia. Pengembangan dari yang sudah ada, realitas sejarah tergenggam di tangan yang awalnya tidak siapa pun tahu kecuali yang suntuk mempelajarinya di hadapan diri mengada. Maka rayakan kesadaran terus mengada dari yang sejatinya ada. Itu jalan takdir yang terjawab, yang tampak di setiap hari terlewati. Kebiasaan hadir di depan kita, seringkali tidak diperhatikan sebagai hal yang ada. Ini usaha tidak terasa mengadakan hal lebih dari jalan realitas yang sering terlewati.

Membongkar diri mengetengahkan di depan cermin, usaha kritik menggagalkan pengadaan semu, jelas memperoleh banyak yang bukan sekadar masa depan, tetapi juga realitas kegagalan. Olehnya kudu membaca ulang atas kehadiran diri, agar kesadaran yang ada tidak selintas. Dari pembacaan ulang, menghadirkan diri di persidangan, penghakiman nampak bisa menghilangkah pengadaan. Di pihak lain, kegagalan ternyata membentuk suatu pengadaan lebih realistis dari sebuah kebenaran. Dari sini diketahui, pembentuk pengadaan kokoh dari bahan senyatanya atas pengadaan, saling topang memberi makna jalinan kerjasama, mengada realitas dari kehadiran tidak nyambung. Tiada bentuk sesalan mengada, yang tidak sambung serta abstaktif pun membentuk kesamaan ada, sedari tonjolan gagasan. Pengadaan memang ada dan senantiasa ada.

Tidak harus melepaskan waktu sedetik pun, meski kehadiran mengada tidak nyambung, dengan terus mengerjakan yang sedang diadakan, formulasi kehendak lewat diterjemahkan sebagai muatan kapal, pelestarian bentuk tanggung jawab. Daya pengadaan itu kerja kemerdekaan, membebaskan diri atas belenggu ruang-waktu kekinian, membeletat hal esok untuk dikerjakan kini. Akan menghadirkan dirinya pada rana kemenjadian, sadar membangun diri setingginya, serempak naik menjalankan pengadaan sebagai kepemilikian. Terusannya menjadi manfaat kekinian serta mendapat kedudukan esok tersebab hikmah pengadaan. Kekayaan proses menuai laba, saat diperturutkan pengadaan kesadaran merefleksi kenangan, dengan kepemilikan murni, nilai yang terbangun dengan kesungguhan.

Lebih lanjut Jostein Gaarder menuturkan (dalam novelnya The Orange Girl, bahwa): “Orang tua sering kelihatan punya waktu yang lebih banyak daripada anak kecil yang punya seluruh kehidupan di depannya.” Pengadaan sejak kanak, perumpamakan tingkah laku pengandaian mencapai dewasa. Semisal bocah-bocah bermain pasar-pasaran, atau jual beli berbahan pelepah pisang, perang-perangan, persandiwaraan dari mengambil watak-watak orang dewasa. Pengadaan bersama kegembiraan penuh dalam mengisi masa permainan, diajak suntuk melakonkan, hingga menemukan diri sebelum dikerjakan bersama usia sepantasnya. Bukan berarti pengadaan itu laku ketidakpantasan, bukan pula mengkotak-kotak dunia sebenarnya ke dalam karya. Tapi sebaliknya, pengkayaan yang sudah ada, yang belum tertemukan oleh keterbatasan nalar, akan sampai mendapati lebih jauh segar, membuka kemungkinan seluas-luasnya tanpa merasa serba salah, sebab dunia di depan menjadi penerjemah ketika langkah pengadaan.

Saat menterjemah suatu peristiwa dengan beberapa pemaknaan, di situ dunianya dikembangkan. Hasil dari jarak pandang tertempuh menjadi kepemilikan secara kejiwaan, dan kelapangan wawasan memperoleh fungsi atas pergulatan menghidupi, melengkapi realitas yang sudah ada. Melampaui tebing curam ketidakrelaan, sebab pengadaan menuntun keiklasan setiap langkah kerjanya, seperti burung mencipta sarang bagi anak-anaknya, sebagai mimpi harapan terlaksanakan. Ini kerja kegembiraan berkumandang, menari di setiap kucuran keringat berupa gagasan baru yang bertambah bening, kian masa membanjiri nalar-nalar penciptaan. Pengadaan itu dunia inti pengarang yang memegang realitas. Sebagaimana Jostein Gaarden berkata: “Meskipun aku selalu gampang dibawa hanyut imajinasiku, aku masilah seorang yang rasional.”

Pengadaan bukan menanggalkan kerja nalar, tetapi jauh menuntut kerjanya dengan sungguh-sungguh membentangi alur gagasan membumi, ini payung awan yang menurunkan hujan pencerahan. Kesuntukan nalar berkelanjutan seperti kereta api melewati relnya tidak berhenti kecuali di stasiun endapan, dilanjutkan meneruskan langkah, berfikir-merasai yang sedang diemban, mengisi masa penantian kepada akhir kematian. Pengadaan mengisi relung hidup, menggerakkan peradaban. Keseluruhan prosesi hayat sedari kecil ke pengakhiran, meniti beratkan mengunyah makna menebarkan benih hikmah.

Pengadaan mencukupkan modal yang ada, berbuat manfaat dengan merampingkan yang termiliki demi wahana memberi tanggul bertambah tangguh dari aliran yang terterima, tepatnya bukan keluar lantas muspro. Pengadaan mengencangkan ikat pinggang, membaca buku sekadarnya, jika tidak memaknai kecuali memberi warna. Pengadaan menuntut efektif-efisien kerja dalam kemanfaatan, dan roda perputaran hidup berfungsi tidak lepas rantai.

Pengadaan serupa merevisi analisa, sehingga yang terjadi nanti, masuk pada bahasan logika yang niscaya, mengikat sesuatu yang kendor sebagai acara perbaikan, sebab racun yang ditimbulkan mengada itu kadang muncul berlebihan. Olehnya harus menjembatani pengadaan dengan yang dibutuhkan. Dan pengadaan itu meramu materi-materi logis menjadi pengkayaan bathin, sehingga ketika telah digodok dalam kejiwaan, suatu saat lahir membuncak seperti hal yang tidak tersangkakan, menjelma istilah kekayaan tersembunyi.

*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim
16 Juni 2006.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita