01/01/21

Sastra Indonesia Terkini di Bali dalam Lanskap Nasional dan Global

Riki Dhamparan Putra *
 
Banyak pengamat mengatakan bahwa sastra Indonesia kontemporer di Bali terus mengalami kemajuan semenjak tahun 1980-an. Hal itu tak terlepas dari kerja keras para pejuang sastra yang ada di Bali, baik sebagai individu, komunitas maupun sebagai institusi formal seperti lembaga pendidikan dan lembaga bahasa. Perlu juga kita sebut di sini peran surat kabar lokal yang masih menyediakan halaman sastra.
 
Hingga akhir tahun 1990-an, peran komunitas sebagai motivator perkembangan sastra kontemporer di Bali masih merupakan yang terutama. Bagi sesiapa yang pernah secara langsung mengalami pergesekan kreatif di daerah ini tentu tahu kalau hampir di semua kota kabupaten di propinsi Bali ada terdapat banyak komunitas komunitas sastra yang tidak pernah lelah menghidupkan iklim kreatif di daerahnya. Mereka ini biasanya militan, hidup secara swadaya dan saling berhubungan satu sama lain melalui sebuah pola sosial alamiah yang populer disebut gradag grudug.
 
Gradag grudug adalah sebuah istilah yang spontan. Setengah artinya berasal dari spirit budaya komunitas lokal tradisional seperti semangat menyama braya, semangat ngumpul ngumpul, keikhlasan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan karena itu setiap kerja kebudayaan juga mengandung nilai spritual di dalamnya. Sementara setengah arti gradag grudug yang lain merupakan perwujudan dari kesadaran atas zaman nan terus berkembang yang pada gilirannya mengisi semangat lokal tradisional itu dengan nilai nilai budaya yang lebih progresif, kompetitif dan egaliter. Berdasarkan pengertian ini tahulah kita, sekalipun gradag grudug tersebut sering diucapkan secara spontan dan terimplementasi sebagai tindakan spontan, ia tidaklah datang tiba tiba tanpa rencana seperti hantu. Sebaliknya, ia adalah sebuah strategi kebudayaan. Ada visi dan cita di dalamnya
 
Itulah sebabnya sastrawan pinisepuh semacam Frans Nadjira, Ketut Suwidja alm, Nyoman Tusthi Edi maupun Umbu Landu Paranggi dan lainnnya selalu menekankan pentingnya untuk terus menjaga semangat gradag grudug ini dalam kesinambungan dinamika sastra kontemporer di Bali. Tak sekedar bicara, mereka juga telah memberi teladan kepada generasi penerus bagaimana menerapkan pola gradag grudug itu dalam pergaulan sastra.
 
Dan sebagaimana yang telah kita lihat, selama lebih dari 30 tahun melalui gradag grudug ini, kehidupan sastra di Bali tumbuh dengan pesat sebagai bagian dari pembangunan SDM yang berkualitas dan telah mampu tampil di panggung kesusastraan nasional bahkan internasional. Melalui gradag grudug ini pula sastra memberikan harapan kepada kehidupan yang lebih reflektif di tengah menggilanya kehidupan bendawi di Bali.
 
Namun orang kebanyakan jarang menyadarinya. Hal itu terlihat dari masih lemahnya dukungan lembaga resmi pemerintahan maupun kebijakan kebijakan institusional lainnya dalam meningkatkan kemajuan sastra kontemporer di Bali. Dengan kata lain, para pengambil kebijakan kebudayaan resmi di Bali itu masih kurang pengetahuannya terhadap pentingnya meningkatkan kemajuan sastra sebagai arsenal penting dalam pembangunan SDM di Bali. Mereka masih berpikir sastra itu hanyalah kerumunan remaja yang suka nulis puisi dan cerpen saja, tidak layak jual dan karena itu mungkin mereka tidak menganggap penting.
 
Jangankan kepada kantong kantong budaya informal semacam komunitas sastra, terhadap institusi resmi semacam fakultas sastra saja, tidak jelas kebijakan pemerintah daerah itu. Beda jauh kalau dibanding perhatian kepada fakultas fakultas ilmu yang lain seperti kedokteran atau tekhnik.
 
Untunglah sastra tidak pernah terpengaruh oleh ada tidaknya perhatian itu. Sastra tetap jalan tanpa didukung oleh kebijakan kebijakan daerah yang resmi. Di mana mana tetap ada lomba baca puisi, lomba menulis puisi, diskusi puisi dan kegiatan kegiatan serupanya yang dilakukan secara spontan. Sastra sama sekali tidak terpengaruh oleh naiknya turunnya jumlah turis yang mengunjungi Bali. Dengan kata lain, perkembangan pariwisata Bali sama sekali tidak berperan terhadap perkembangan sastra Indonesia kontemporer di Bali. Gak ada artinya.
 
Ke Era Proposal
 
Memasuki tahun 2000, keadaan mulai berbeda. Aktifitas sastra kontemporer Bali mulai beradaptasi dengan pola nasional dan pola global sebagai hasil pergaulan para sastrawan tertentu dengan pola Jakarta dan pola global internasional yang berciri industri serta bersifat budaya massa. Acara acara sastra memang masih berlangsung, namun sudah tidak dalam semangat gradag grudug lagi. Melainkan sebagai bagian dari agenda nasional atau agenda yang diklaim sebagai internasional dan memiliki tujuan – tujuan industri di dalamnya. Dalam pola ini, komunitas komunitas lokal lebih banyak muncul dalam kapasitas sebagai pengikut atau penyelenggara, bukan perencana dari kegiatan itu.
 
Demikianlah misalnya festival sastra internasional Utan Kayu diselenggarakan di Bali dengan bantuan orang Utan Kayu di Bali, melibatkan para sastrawan yang ada di Bali, namun harus disesuaikan dengan minat penyelenggara pusat. Festival penulis internasional diselenggarakan di Ubud, meminta bantuan para sastrawan yang tinggal di Bali namun di bawah pengawasan orang Utan Kayu juga. Dalam proses proses awalnya malah hanya sekedar melibatkan peserta lokal untuk sekedar mendapatkan legitimasi lokal dari event itu. Misal lainnya, sastrawan Horison jalan jalan buat ketemu para penggemar, para sastrawan di Bali ikut di dalamnya. Namun siapa yang ikut tergantung siapa yang di telepon oleh orang dari Horison. Demikianlah sekedar contoh.
 
Sejalan dengan fenomena tersebut, keahlian baru pun harus dipelajari. Yakni membuat proposal yang adaptif dengan program program kubu nasional penyelenggara itu. Dan biasanya lebih baik berbahasa Inggris. Undangan undangan ditentukan berdasarkan rapat juri dan diseleksi dengan ketat. Tidak cukup lagi sekedar di halo halo di halaman ApreBud Bali Post. Semua jadi serba tekhnokrasi.
 
Dari gradag – grudug ke era proposal, demikianlah alur singkat perubahan penyelenggaraan kegiatan sastra di Bali kalau dicermati. Mungkin tak ada yang salah dengan fenomena ini Namun itu terjadi di tengah melemahnya daya kreatif komunitas komunitas lokal dalam menyelenggarakan acara sesuai dengan karakter yang sudah tercipta selama ini. Hingga tahun 2009 ini kita tidak mendengar lagi ada sebuah hajatan besar sastra di Bali yang benar benar menjadi agenda komunitas komunitas yang ada di Bali. Semua kegiatan tampaknya tergantung pada ada tidaknya kegiatan dari jaringan nasional atau global.
 
Blog
 
Fenomena terbaru adalah blog. Sepinya aktivitas sastra di dunia nyata dan terbatasnya ruang publikasi media massa mendapat solusinya pada dunia cyber. Meskipun tergolong ketinggalan dari kota kota lain seperti Yogyakarta dan Bandung, para sastrawan di Bali akhirnya memasuki juga wilayah cyber ini untuk merayakan era komunikatif di dalam sastra. Setidaknya semenjak dua tahun lewat, sejumlah sastrawan di Jembrana dan Denpasar telah memilih Cyber sebagai ruang publikasi mereka.
 
Lebih dari sekedar ruang publikasi, blog pun telah menjadi sarana berhubungan antar para sastrawan dan pencinta sastra. Melalui blog mereka bahkan juga membuat perkumpulan di dunia maya, merencanakan kegiatan kegiatan sastra dan terlebih penting menurut hemat saya adalah rasa percaya diri yang tumbuh kembali melalui ruang cyber ini. Sebab hanya di ruang cyber saja setiap orang dapat membagi karyanya kepada pembaca tanpa melalui seleksi redaktur dan tanpa harus menunggu sebuah penerbit menerbitkan karya mereka.
 
Blog adalah terobosan tekhnologi komunikasi paling penting dalam abad ini di bidang jurnalisme individu. Tak terkecuali di dunia sastra. Ia menghancurkan kuasa media cetak dan dominasi generasi tertentu di panggung sastra. Sebab melalui blog seorang dapat mengunggah apa saja yang mau ia katakan tanpa harus melalui izin redaktur sebuah media cetak. Namun kebebasan semacam itu sekaligus menjadi kelemahan dunia blog. Kecenderungannya adalah kita jadi manusia yang tidak selektif dan bisa jadi tidak tahu mana karya yang bermutu dan mana yang tidak. Sebab pada saat sebuah karya dipublikasi secara massal, tanggapan orang bisa berbeda beda sesuai dengan tingkat kemampuan mereka membaca persoalan yang disuguhkan dalam karya tersebut. Bayangkan jika yang menanggap karya kita adalah orang orang yang sebenarnya tidak memahami persoalan yang dituju karya itu. Tentu kita ikut menyangka karya tersebutlah yang bagus.
 
Jadi diperlukan suatu disiplin pribadi yang sangat ketat untuk dapat menjadikan kebebasan cyber melalui blog ini sebagai ruang yang positif bagi pendewasaan pemikiran dan kreatifitas. Tanpa itu blog akan menjadi sekedar halaman bermain saja dan kita tidak memperoleh manfaat berarti dengannya. Malah akan semakin memperburuk mental generasi kita.
 
Denpasar, Januari 2009

*) Riki Dhamparan Putra, penyair musafir yang lahir di Padang, besar di Bali, sekarang di Jakarta. Buku puisinya “Percakapan Lilin” (2004) “Mencari Kubur Baridin” (2014), dan buku terbarunya, “Suaka-Suaka Kearifan, Esai Sastra, Budaya dan Politik” (2019). http://sastra-indonesia.com/2021/01/sastra-indonesia-terkini-di-bali-dalam-lanskap-nasional-dan-global/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita