Jawa Pos, 4 Oktober 2015
Aku Mencium Bau Bangkai dari Tubuhmu
aku mencium bau bangkai kenangan dari tubuhmu
orang-orang memasuki lubang hitam matamu
dan kau mencari di mana letak gelap.
aku menciptakan matahari dari utara
agar tercipta malam-malam baru.
aku menciptakan bulan dari matamu
“di mana letak gelap?” katamu lagi.
jalan memanjang ke belakang
udara kotor
seperti bau nafasmu.
kita berhenti di persimpangan
“di mana alamatmu?”
“kamulah alamatku,” kataku.
tapi kau tak dengar
sebab jalan teramat bingar.
macam knalpot kampanye partai
yang dibayar dari kantong pedagang.
sekarang kita berjalan sendiri
mengetuk rumah masing-masing
dan bertamu pada diri sendiri.
“Tuhan ada di mana-mana,” teriakmu kemudian,
sambil kau ciptakan tuhan di kepalamu.
Yogya, 2015
Jam-Jam yang Ditinggalkan Bunyi
1)
jam berdentang pukul 12 siang
hari mengapung di antara bau mesin
dan kendaraan yang terbatuk-batuk di jalan.
udara panas gelisah dalam nafasmu
tercium bau hangus jam
dari tubuhmu.
jalan mana yang sudah meninggalkanmu?
2)
jam berdentang pukul 12 malam
angka-angka kalender lepas
dipukul ronda malam
di sebuah kota yang tidur.
lalu kau ingat lubang
yang membuatmu terjatuh
ketika kau bicara tentang keinginan
yang ceroboh dan terburu-buru.
pernah juga kau ragu pada arah jalan,
terjerembab dalam lubang yang sama.
lalu kau menjadi lesu pada harapan
yang merayu seperti kucing hamil
dan kau jadi orang tolol yang pemurung.
3)
pagi seperti bunyi peluti kereta
kau brgerak macam mainan
mondar-mandri di jalur yang sama
setiap pagi, setiap malam, setiap jam,
dan berhenti pada umpama.
umpama adalah nama iblis yang diciptakan
dari awan kinton. yang setiap jaga membawamu
ke tempat yang membuatmu betah bertahan
dalam peluit kereta yang membangnkanmu setiap pagi.
Yogya, 2011
Kita Kembali pada Lapar
kita kembali pada lapar
orangbicara di pengajian sambil menghitung lapar
membaca lapar, menulis lapar
bersama orang-orang yang lahir dari lapar.
kita kembali pada lapar
doa-doa seperti bom yang meledak
di Syiria, Yaman, Palestina, Irak,
siapa yang mencuri minyak?
siapa yang berhak memiliki agama?
kita kembali pada lapar
Rohingya dicerai agama
adakah tanah tak bernama?
kita kembali pada lapar
“apakah hak asasi manusia?
mereka menyimpan telinga di dompet siapa.
tak adakah kartu nama di dompetmu di mana kamu tinggal?
kita kembali pada lapar
pada resep makanan yang ditulis penyair kenamaan.
Yogya, 2015
Piknik
orang-orang sedang mengawetkan kenangan
dan menyimpannya dalam ponsel.
matahari menuntun malam rebah ke bumi
langit biru yang angkuh
langit senja yang rubuh.
bintang-bintang menyala di bumi
bintang-bintang pupus di langit.
laut yang lelah, terkulai di pasir
hati pun rebah, usai diusir.
o, orang-orang usiran dari kota harapan
apa yang dicari dari sebuah keheningan?
Paralayang, 2015
Kedung Darma Romansha, lahir pada tanggal 25 Februari 1984 di Indramayu, Jawa Barat. Alumni jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY, 2009) serta pascasarjana Ilmu Sastra di Universitas Gajah Mada (UGM, 2017). Sebagai sastrawan, karya-karyanya dipublikasikan di pelbagai media massa, baik lokal maupun nasional serta antologi bersama. Ia juga aktif dalam seni peran, teater dan film. Pada Agustus 2018, bersama Saturday Acting Club diundang oleh Asia Theatre Directors Festival TOGA, Toyama, Jepang, membawakan “The Decision” karya Bertold Brecht. Novelnya “Kelir Slindet” merupakan buku pertama dari dwilogi Slindet/Telembuk (2014), dinobatkan karya terbaik Tabloid Nyata. Novel keduanya “Telembuk, Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat,” masuk short list Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, serta menjadi buku yang direkomendasikan majalah Tempo kategori prosa, 2017. Novel itu juga salah satu yang terpilih dalam Market Focus, London Book Fair (Komite Buku Nasional, 2019). Dua buku puisinya, “Uterus” (2015), dan “masa lalu terjatuh ke dalam senyumanmu” (Rumah Buku, 2018). Yang segera terbit, buku kumcer perdananya “Rab(b)i”, dikonsep tidak seperti kumcer pada umumnya. Ia mengelola gerakan literasi di Indramayu, Jamiyah Telembukiyah, yang beberapa anggotanya terlibat dalam gerakan literasi jalanan, penyuluhan, dan pendataan terhadap Pekerja Seks Komersial di Indramayu. Anggota yang lain terlibat dalam gerakan sastra dan budaya di Indramayu. Program ini atas kerjasama dengan Universitas Wiralodra, telah mengundang beberapa sastrawan dalam negeri dan luar negeri, di antaranya Joko Pinurbo, Katrin Bandel, Afrizal Malna, Sosiawan Leak, dan Mubalmaddin Shaiddin dari Malaysia. Ia juga mengelola komunitas Rumah Kami/Rumah Buku di Yogyakarta.
https://klipingsastra.com/id/puisi/2015/10/aku-mencium-bau-bangkai-dari-tubuhmu.html
Aku Mencium Bau Bangkai dari Tubuhmu
aku mencium bau bangkai kenangan dari tubuhmu
orang-orang memasuki lubang hitam matamu
dan kau mencari di mana letak gelap.
aku menciptakan matahari dari utara
agar tercipta malam-malam baru.
aku menciptakan bulan dari matamu
“di mana letak gelap?” katamu lagi.
jalan memanjang ke belakang
udara kotor
seperti bau nafasmu.
kita berhenti di persimpangan
“di mana alamatmu?”
“kamulah alamatku,” kataku.
tapi kau tak dengar
sebab jalan teramat bingar.
macam knalpot kampanye partai
yang dibayar dari kantong pedagang.
sekarang kita berjalan sendiri
mengetuk rumah masing-masing
dan bertamu pada diri sendiri.
“Tuhan ada di mana-mana,” teriakmu kemudian,
sambil kau ciptakan tuhan di kepalamu.
Yogya, 2015
Jam-Jam yang Ditinggalkan Bunyi
1)
jam berdentang pukul 12 siang
hari mengapung di antara bau mesin
dan kendaraan yang terbatuk-batuk di jalan.
udara panas gelisah dalam nafasmu
tercium bau hangus jam
dari tubuhmu.
jalan mana yang sudah meninggalkanmu?
2)
jam berdentang pukul 12 malam
angka-angka kalender lepas
dipukul ronda malam
di sebuah kota yang tidur.
lalu kau ingat lubang
yang membuatmu terjatuh
ketika kau bicara tentang keinginan
yang ceroboh dan terburu-buru.
pernah juga kau ragu pada arah jalan,
terjerembab dalam lubang yang sama.
lalu kau menjadi lesu pada harapan
yang merayu seperti kucing hamil
dan kau jadi orang tolol yang pemurung.
3)
pagi seperti bunyi peluti kereta
kau brgerak macam mainan
mondar-mandri di jalur yang sama
setiap pagi, setiap malam, setiap jam,
dan berhenti pada umpama.
umpama adalah nama iblis yang diciptakan
dari awan kinton. yang setiap jaga membawamu
ke tempat yang membuatmu betah bertahan
dalam peluit kereta yang membangnkanmu setiap pagi.
Yogya, 2011
Kita Kembali pada Lapar
kita kembali pada lapar
orangbicara di pengajian sambil menghitung lapar
membaca lapar, menulis lapar
bersama orang-orang yang lahir dari lapar.
kita kembali pada lapar
doa-doa seperti bom yang meledak
di Syiria, Yaman, Palestina, Irak,
siapa yang mencuri minyak?
siapa yang berhak memiliki agama?
kita kembali pada lapar
Rohingya dicerai agama
adakah tanah tak bernama?
kita kembali pada lapar
“apakah hak asasi manusia?
mereka menyimpan telinga di dompet siapa.
tak adakah kartu nama di dompetmu di mana kamu tinggal?
kita kembali pada lapar
pada resep makanan yang ditulis penyair kenamaan.
Yogya, 2015
Piknik
orang-orang sedang mengawetkan kenangan
dan menyimpannya dalam ponsel.
matahari menuntun malam rebah ke bumi
langit biru yang angkuh
langit senja yang rubuh.
bintang-bintang menyala di bumi
bintang-bintang pupus di langit.
laut yang lelah, terkulai di pasir
hati pun rebah, usai diusir.
o, orang-orang usiran dari kota harapan
apa yang dicari dari sebuah keheningan?
Paralayang, 2015
Kedung Darma Romansha, lahir pada tanggal 25 Februari 1984 di Indramayu, Jawa Barat. Alumni jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY, 2009) serta pascasarjana Ilmu Sastra di Universitas Gajah Mada (UGM, 2017). Sebagai sastrawan, karya-karyanya dipublikasikan di pelbagai media massa, baik lokal maupun nasional serta antologi bersama. Ia juga aktif dalam seni peran, teater dan film. Pada Agustus 2018, bersama Saturday Acting Club diundang oleh Asia Theatre Directors Festival TOGA, Toyama, Jepang, membawakan “The Decision” karya Bertold Brecht. Novelnya “Kelir Slindet” merupakan buku pertama dari dwilogi Slindet/Telembuk (2014), dinobatkan karya terbaik Tabloid Nyata. Novel keduanya “Telembuk, Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat,” masuk short list Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, serta menjadi buku yang direkomendasikan majalah Tempo kategori prosa, 2017. Novel itu juga salah satu yang terpilih dalam Market Focus, London Book Fair (Komite Buku Nasional, 2019). Dua buku puisinya, “Uterus” (2015), dan “masa lalu terjatuh ke dalam senyumanmu” (Rumah Buku, 2018). Yang segera terbit, buku kumcer perdananya “Rab(b)i”, dikonsep tidak seperti kumcer pada umumnya. Ia mengelola gerakan literasi di Indramayu, Jamiyah Telembukiyah, yang beberapa anggotanya terlibat dalam gerakan literasi jalanan, penyuluhan, dan pendataan terhadap Pekerja Seks Komersial di Indramayu. Anggota yang lain terlibat dalam gerakan sastra dan budaya di Indramayu. Program ini atas kerjasama dengan Universitas Wiralodra, telah mengundang beberapa sastrawan dalam negeri dan luar negeri, di antaranya Joko Pinurbo, Katrin Bandel, Afrizal Malna, Sosiawan Leak, dan Mubalmaddin Shaiddin dari Malaysia. Ia juga mengelola komunitas Rumah Kami/Rumah Buku di Yogyakarta.
https://klipingsastra.com/id/puisi/2015/10/aku-mencium-bau-bangkai-dari-tubuhmu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar