Indra Intisa *
Konon, ikan salmon merupakan ikan yang lahir di sungai tetapi hidup di laut. Ikan salmon betina akan bertelur di dataran sungai yang tinggi. Sebelum bertelur, ia akan mengepakkan ekornya dengan tujuan untuk menyapu kerikil dari dasar sungai. Akibatnya di dasar sungai terbentuk cekungan. Nah, di cekungan itulah ikan salmon betina bertelur. Jumlahnya bisa sekitar 5.000 ekor. Telur yang telah dibuahi oleh ikan salmon jantan, akan ditutup dengan kerikil. Ikan salmon betina lalu pergi ke tempat lain untuk bertelur lagi dan bertelur lagi sampai telur dalam ovariumnya habis. Ikan salmon betina itu bisa bertelur sampai 7 kali. (2)
Ikan salmon yang siap bertelur itu, akan berlomba-lomba menuju sungai dataran yang tinggi. Sebagian dari ikan salmon tersebut akan mati sebelum sampai ke sungai yang ia tuju. Bisa karena lelahnya pejalanan, dimakan musuh, jejak yang sulit, dan sebagainya. Bayangkan saja, jarak yang ditempuh rata-rata lebih dari 1000 km. Selama perjalanan ikan salmon puasa. Perjalanannya menanjak dan melawan arus. Karena itu Ikan salmon berenang dengan cara melompat. Selepas bertelur, biasanya ikan salmon akan mati karena kehabisan tenaga. Orang-orang bias melihat banyak bangkai ikan salmon di hulu sungai itu karena selesainya proses ia bertelur. Bangkai ikan salmon ini akan terurai sehingga memberikan nutrisi pada pengurai, serangga dan ikan kecil. Konon itu semacam pengorbanan diri untuk generasi penerusnya. Sebab, dengan banyaknya pengurai, serangga, dan ikan kecil, maka akan memberikan nutrisi dan makanan khusus untuk calon anak-anak salmon. Makanan tersebut cukup untuk anak salmon sebelum ia migrasi ke laut.
Lupakan sejenak ikan salmon. Beberapa tahun terakhir, dunia sastra khususnya puisi, terguncang oleh eksperimen salah seorang penyair muda berbakat yang bernama Shiny. Sekalipun, guncangannya tersebut belum memberikan pengaruh signifikan dalam perkembangan dunia sastra. Tetapi, jika ia bias konsisten, dan punya power yang kuat, hasil pemikirannya tersebut bias memberikan jalan baru bagi dunia puisi, kalau meminjam kata Arizal Malna, “Membuat irisan lain atas kanon sastra dan menjanjikan sudut pandang lebih cair dalam menghadapi perubahan ekosistem antara bahasa dan teknologi.” Benar, Shiny mencoba lebih jauh bermain-main dengan puisi yang menggabungkan ranas sains dalam karyanya. Boleh saja banyak orang atau mungkin sastrawan berkata, Shiny tidak benar dalam menulis sebuah puisi, jika merujuk makna dasar puisi, yang sesuai standar KBBI, atau standar pemahaman umum—bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait, atau gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Tetapi lebih dari itu, Shiny tidak berkutat lagi dengan huruf dan angka, larik bait, metrum, irama, dsb. Itu adalah pengertian kuno dari sebuah puisi. Kalau menurut Shiny, puisi harus dikembalikan ke pengertian awal, yaitu: poesis (Yunani), membuat. Tetapi kata “membuat” ini memang perlu kita kaji secara khusus, membuat seperti apakah yang layak dikatakan sebagai puisi?
Beberapa sastrawan dan penyair secara umumnya mengatakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang terikat oleh tata tulis—yang sebelumnya bunyi-bunyian: dalam bentuk mantra, irama, dsb., menimbulkan magis—dibaca dan dipanggungkan, dituahkan, dan sebagainya. Tetapi, pemaknaan akan symbol-simbol dalam sebuah puisi, yang biasa kita kenal sebagai kata konkret, pelambangan, majas, diksi, dan sebagainya, juga dikembangkan lebih luas dalam bentuk visual. Maka kita tidak heran akan banyak menemukan puisi dengan ruh gambar atau visual seperti puisigram, puisi visual, puisi tifografi, atau puisi konkret yang lebih dalam mengambil gambar dan symbol sebagai pemaknaan. Beberapa penyair Indonesia, senior, pernah mengembangkan ini, anggap saja Sutardji, Remy Sylado, Jeihan, dan lain sebagainya. Beberapa puisi jenis ini masih bias dibaca dengan jelas melalui suara, dan diperdengarkan oleh orang lain. Sebagian yang lain harus menyimak dalam-dalam, semacam memaknakan sebuah lukisan abstrak, tetapi kaya symbol. Mereka masih berkata ini adalah bagian dari sastra. Lalu sastra adalah?
Sapardi Djoko Damono pernah berkata bahwa, puisi masa depan adalah gambar (visual). Sekalipun di lain waktu, ia mengatakan puisi adalah bunyi. Artinya puisi itu luas dan bekembang. Ia bisa berubah menjadi apa saja. Ia terus mengikuti perkembangan zaman. Maka tidak heran kita akan mulai banyak menemukan puisi dalam format digital yang lebih banyak. Pemakaian atau pemanfaatan digital ini, berimbas kepada puisi yang tercampurbaur dengan teknologi semacam Youtube, Fb, Twitter, dan pemakaian latar belakang suara dan gambar lebih luas.
Shiny sendiri, seolah sangat siap untuk terjun langsung dengan puisi masa depan ini. Ia seolah membunuh dan melawan para sastrawan dan penyair yang masih lapuk oleh aturan konvensional tentang puisi atau sastra: puisi itu bla dan bla, harus bla dan bla. Baginya itu adalah mitos. Shiny seolah melawan kebiasaan orang-orang yang terlalu nyaman dengan bentuk puisi. Maka bagi orang-orang yang lapuk, mereka akan cenderung terkejut, “Apakah yang dibuat Shiny ini benar sebuah puisi? Atau sebuah ilusi yang ia sendiri merasa sebuah puisi? Seperti sebuah mangga yang mengaku sebagai pisang? Itu tidak mungkin.” Pendapat mereka, tak sepenuhnya salah dan benar. Karena puisi adalah ragam sastra selain prosa dan drama …, tapi tunggu dulu, kalau kita telaah lagi, bukankah yang dibuat Shiny juga selain prosa dan drama?
Shiny sebagai pemuda super milenial tidak main-main dengan eksperimennya. Ia tidak begitu peduli dengan orang-orang tua sana yang memandangnya sebelah mata. Baginya, mata mereka itu sebenarnya buta. Tetapi pura-pura buta saja. Barangkali, Shiny seolah menyindir begitu. Lihatlah, puisi-puisi yang ia tulis dalam bukunya. “sains puisi’ 2019, seolah berkata: ini loh, puisi itu. Yang selama ini kalian buat adalah. Bagian kecil dari puisi—yang akan membuat kalian lapuk dan kehilangan ide.
Puisi-puisi dalam buku Sains Puisi banyak berisi tentang symbol yang gelap, sebagian super gelap—mengambungkan banyak unsur digital, puzzle, teka-teki, visual, symbol, logo, matematika, dan sebagainya. Pembaca atau penikmat akan kesulitan untuk menelaah apa yang sedang dibuat oleh Shiny. Tentu saja mereka akan berkata, “Ini apaan” Tetapi Shiny kadang sengaja mengerjai si pembaca melalui beberapa puisinya yang memuat keterangan di dalam tubuhnya: bukan link youtube ini, IG ini, dsb. Seolah puisi itu hidup dan mengajak lebih dalam si pembaca untuk turut serta memecahkan isinya. Sebagian yang lain pembaca diminta membuat pemaknaan sendiri pada puisinya (lihat gambar).
Shiny sedikit banyaknya ada kesamaan dengan salmon, kenapa? Begini:
1. Ikan salmon berasal dari kata salmo. Salmo berasal dari kata salira yang berarti melompat. Shiny juga melompat ide dan pikirannya dalam membuat arah baru sebuah puisi;
2. Ikan salmon sekalipun hidup di laut, ia lahir dan besar di sungai. Seperti Shiny sekalipun tidak hidup dalam dunia para sastrawan, yang kebelet manggung, ngoran (masuk Koran), antologi sesame penyair TOP, dsb, atau tidak dikenal sebagai sastrawan, tetapi ia justru masuk lebih dalam dari mereka—lebih jauh;
3. Kehidupan ikan salmo sampai sekarang masih sering dianggap misteri, sama misterinya dengan puisi-puisi Shiny;
4. Ikan salmon dewasa mengorbankan diri demi kehidupan baru (untuk anak-anaknya), seperti Shiny yang mengrbankan banyak hal, seperti tata bahasa umum, symbol umum, dalam sastra, sehingga orang akan kesulitan, dsb., tujuannya tentu demi sesuatu yang baru—jalan baru bagi dunia perpuisian;
5. Ikan salmon berjuang ketika ia akan bertelur, menaiki air yang menanjak, ia melompat, dsb. Seperti Shiny yang berjuang sendirian di tengah gempuran puisi naratif—yang semakin keterbacaan dewasa ini. Ia kukuh dan siap mati. Hihi;
6. Ikan salmon kecil, muda, memberikan nutrisi baru bagi sekitar, seperti halnya ide-ide Shiny yang memberikan gizi baru bagi pembaca dan orang-orang di sekitarnya;
7. Ikan salmon mulai berjuang dan siap berkorban ketika ia mau bertelur dan kawin dengan salmo jantan dewasa, dan sepertinya, buku Sains Puisi ia terbitkan saat momen-monennya ia kawin (menikah) Hihihi (poin ke-7 ini tidak penting. Sama tidak pentingnya dengan poin nomor 8);
8. Shiny mempunyai ciri khas akut, poni samping. Campuran dari opa Korea dengan Andika Kangen Band. (Beda nasib dengan poni saya. Tanpa opa Korea). Ia rela memangkas dan memotong poninya saat menikah (begitu pesannya). Itu seperti pengorbanan ikan salmon untuk kehidupan yang baru selepas ia kawin. Hihi.
Pulau Punjung, 01 Desember 2019
Daftar Pustaka:
(1). Shiny.ane el’poesya. 2019. Sains Puisi. Jakarta: Penerbit Mata Aksara;
(2). Aan Madrus, Siklus Hidup Salmon, Ikan Laut yang Lahir di Sungai, https://bobo.grid.id/read/08681460/siklus-hidup-salmon-ikan-laut-yang-lahir-di-sungai
*) Indra Intisa, penikmat puisi yang tinggal di Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Buku-bukunya: Puisi Mbeling “Panggung Demokrasi” (2015), Puisi Lama—Syair, Gurindam, Pantun, Seloka, Karmina, Talibun, Mantra “Nasihat Lebah” (2015), Puisi Imajis “Ketika Fajar” (2015), Putika (Puisi Tiga Kata) “Teori dan Konsep” (2015), Dialog Waktu (2016), dan sebuah Novel: “Dalam Dunia Sajak” (2016).
http://sastra-indonesia.com/2019/12/shiny-sains-puisi-dan-ikan-salmon/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar