03/01/18

STA: Dari Pengetahuan ke “Weltanschauung”

Ignas Kleden *
Majalah Tempo 9 Mar 2008 hal 48–49

SERATUS tahun Sutan Takdir Alisjahbana (selanjut¬nya: STA) dirayakan secara khusus pada 12 Februari 2008. Serangkaian acara lain telah pula disiapkan untuk melanjutkan peringatan itu sepanjang tahun ini (Koran Tempo, 28 Februari 2008). Kita bertanya, apa gerangan warisan tokoh ini untuk kebudayaan Indonesia saat ini, setelah demikian banyak hal dikerjakannya dalam usia yang amat panjang, dan setelah demikian banyak ditulis orang tentang dirinya, untuk menghormati dan mengagumi atau untuk meremehkan dan bahkan melecehkannya.

Dengan pujian atau dengan sinisme STA tak dapat diabaikan. Karena itu amat perlu menemukan kembali apa yang dapat dipelajari dari hidupnya untuk masa seperti sekarang, tatkala banyak dari antara kita di Indonesia-pemerintah serta kelompok masyarakat-kehilangan pegangan tentang ke mana kita berjalan dan dari mana pula sebaiknya kita bertolak. Dalam kaitan ini STA dapat menjadi teladan yang baik, karena telah menunjukkan kepada kita suatu hidup dengan riwayat yang tidak ruwet.

Dari satu sisi, STA adalah pengejawantahan suatu pandangan hidup yang serba jelas. Tak dapat disangkal bahwa dia mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang amat luas tentang berbagai bidang: ilmu bahasa, filsafat, teori kebudayaan, pendidikan, sastra, dan berbagai bidang ilmu sosial yang dijelajahinya dengan penuh gairah. Tak dapat disangkal pula energi yang sulit dipercaya, yang diperlihatkannya dalam menekuni berbagai bidang yang telah dipilih dan dimasukinya.

Namun demikian bukanlah pengetahuan itu benar yang mengesankan kita, karena untuk bidang-bidang yang dikerjakannya ada berbagai spesialis masa kini dengan keahlian yang lebih tinggi, entah karena mereka mendapat pendidikan dan latihan yang lebih baik, entah karena mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk berkonsentrasi dalam bidang keahlian mereka. STA tidaklah mengesankan kita karena pengetahuannya yang beragam, tetapi terutama karena semenjak usia muda dia telah sadar tentang pentingnya menerjemahkan pengetahuan menjadi pandangan hidup, dan menerjemahkan ilmu menjadi Weltanschauung.

Pada dasarnya dia bukanlah seorang teoretikus tentang kebudayaan yang membangun suatu sistem pemikiran dan sistem pengetahuan tentang kebudayaan, yang dapat dijadikan pegangan oleh orang lain untuk penelitian atau kajian budaya. Apa yang dilakukannya ialah menemukan suatu model kebudayaan yang dapat dijadikan referensi dan orientasi dalam mengembangkan kebudayaan Indonesia baru. Semua kita tahu bahwa model yang dipilih dan dianjurkannya ialah kebudayaan Barat yang telah lahir dari renaisans, sebagai suatu masa ketika manusia ditemukan lagi sebagai pusat kebudayaan, dan dirayakan sebagai locus berbagai tenaga dan bakat yang harus dikembangkan sejauh-jauhnya.

Para pengkritiknya selalu memperingatkan STA tentang ekses-ekses kebudayaan Barat yang dikaguminya itu, tetapi dia dengan yakin dan penuh keberanian mempertahankan pendiriannya bahwa kehidupan modern setelah Indonesia merdeka dapat dikembangkan dengan lebih baik dengan memakai kebudayaan Barat sebagai model (dengan segala kelemahannya) daripada kebudayaan-kebudayaan tradisional di Nusantara (dengan segala keunggulannya). Pembelaannya, dalam berbagai polemik yang tajam dan panas, bukanlah uraian teoretis tentang keunggulan kebudayaan Barat, tetapi tentang mengapa keunggulan tersebut dibutuhkan oleh zaman baru di Indonesia.

Ada ribuan sistem pengetahuan dan ada ratusan sistem budaya, tetapi orang perlu mengambil salah satunya dengan konsekuen sebagai pegangan untuk memandang dunia, kehidupan manusia dan alam semesta. Suatu pandangan dunia atau Weltanschauung tidak melihat dunia hanya sebagaimana adanya, tetapi terutama dunia sebagaimana seharusnya.

Karena itu cara pikir STA yang utama tidaklah didasarkan pada logika kausalitas (saya gembira karena mempunyai uang cukup), tetapi pada logika finalitas (saya gembira supaya mempunyai tenaga dan gairah untuk mendapatkan cukup uang). Tidaklah mengherankan bahwa Prof Harimurti Kridalaksana berkomentar bahwa cara pikir STA dalam linguistik kurang ilmiah (Tempo, 25 Februari-2 Maret 2008: 65). Ilmu selalu bergerak antara yang empiris dan yang rasional.

Kalau ada kesemrawutan gramatikal dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam surat kabar atau televisi, tugas ilmu bahasa adalah mendeskripsikan bagaimana kesemrawutan terjadi, dan, pada tingkat analitis yang lebih tinggi, mencoba menjelaskan mengapa telah muncul kesemrawutan seperti itu dan kondisi-kondisi apa saja, yang tidak mendorong ng untuk memakai bahasa secara grammatically correct. Kalau penyelewengan dari tata bahasa itu meluas, seorang ahli bahasa akan mulai berpikir untuk menyusun tata bahasa baru, yang dapat menampung semua kecenderungan dan kebiasaan berbahasa yang baru itu. Inilah linguistik ilmiah yang oleh STA dinamakan linguistik deskriptif.

STA tidak berpikir dengan logika kausalitas. Maka dia nyusun tata bahasa Indonesia dengan norma-norma dan peraturan-peraturan, yang dalam pandangannya membuat bahasa ini lebih mampu melayani keperluan masyarakat dern seperti ilmu dan teknologi, dan membuat bahasa Indon¬esia semakin “kompatibel” dengan bahasa-bahasa modern lainnya, sehingga memungkinkan penerjemahan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dia memang memiliki perhatian kepada kebiasaan berbahasa yang ada, tetapi usaha memperbaikinya dengan memberikan norma-norma baru yang memungkinkan orang mengungkapkan pikirannya secara logis dan efisien. Dengan demikian tata bahasa yang disusunnya bukanlah tata bahasa deskriptif, tetapi tata bahasa normatif, yang, kalau ditelusuri lebih jauh, pada akhirnya berpatokan pada sintaksis bahasa Latin.

Cara berpikir dengan logika finalitas menyebabkan STA kadang tertinggal dalam mengikuti dan memahami perkembangan kebudayaan yang terus berlangsung. Sulit baginya memahami mengapa Putu Wijaya menulis novel dan cerpen dengan tema yang dianggapnya trivial, meskipun tema tersebut sedikit banyaknya merefleksikan perkembangan masyarakat Indonesia sekarang, tetapi tidak sejalan dengan norma-norma penulisan novel yang kebetulan dianut oleh STA. Dalam pandangannya, sastra yang baik bertugas mendidik masyarakat untuk berjuang dengan tabah dan gembira menghadapi segala apa yang dinamakannya krisis dalam kebudayaan.

Tampaknya ada category mistake dalam logika seperti ini. Sutan Sjahrir rupanya sudah melihat bahaya ini dan menulis pada pertengahan 1940-an, bahwa orang yang hendak mendidik masyarakatnya melalui kesusastraan haruslah pertama-tama menghasilkan karya-karya yang memenuhi ukuran kesusastraan, dan tidak dapat berdalih bahwa karya sastranya mempunyai kriteria lain karena dimaksudkan sebagai alat untuk keperluan didaktis dalam pendidikan. Siapa yang tidak dapat memenuhi ukuran kesusastraan dalam mendidik masyarakatnya sebaiknya memilih lapangan pekerjaan lain seperti persekolahan, dakwah, jurnalisme, atau politik.

Di sini kita teringat pada Rabindranath Tagore, yang membangun lembaga pendidikannya yang termasyhur di Shantiniketan, menulis puisi dan drama serta lagu-lagu untuk anak-anak didiknya, tetapi karya sastranya itu tetap dikenang dengan penuh hormat hingga saat ini.

Dengan latar belakang neo-Kantian yang membedakan dengan tegas pernyataan-pernyataan empiris dari pernyataan-pernyataan normatif, Max Weber mengajukan tesis yang terkenal bahwa ilmu pengetahuan tidaklah bertugas (dan juga tidak dapat) memberikan norma-norma tentang bagaimana seseorang sebaiknya bertindak dan berperilaku. Pegangan seperti itu hanya dapat diberikan oleh pandangan hidup atau Weltanschauung.

Dalam perkembangan Indonesia sekarang, dan dengan bantuan teknologi komunikasi, ilmu pengetahuan memberi kita demikian banyak informasi baru. Anehnya, di tengah sambur-limbur informasi itu kita malah kehilangan orientasi dan pegangan. Karena itulah, STA seakan hidup kembali dan mendapat aktualitas baru, karena dia selalu tampil sebagai contoh yang tidak ragu tentang perlunya menerjemahkan pengetahuan menjadi pandangan hidup, ilmu menjadi Weltanschauung, yang dapat membimbing kita ke suatu masa depan yang layak dijadikan tujuan suatu hidup yang tidak sia-sia.

*) Dr. Ignas Kleden, M.A. adalah sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra. Lahir pada 19 Mei 1948, Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Larantuka, Flores Timur, Indonesia. Di antara bukunya: Sastra Indonesia dalam enam pertanyaan: esai-esai sastra dan budaya, dll
https://jehovahsabaoth.wordpress.com/2011/09/12/sta-dari-pengetahuan-ke-“weltanschauung”/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita