12/09/17

Ketika Puisi Menjadi "Sumpah"

Yoserizal Zein *
http://riaupos.co

NEGARA ini lahir dari puisi, demikian ungkapan yang dicetuskan oleh Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri beberapa tahun lalu dan kini begitu populer di bibir berbagai orang. Suatu ungkapan yang ia kemukakan tidak saja di Jakarta, tetapi juga di Pekanbaru, dan mungkin juga di berbagai tempat, yang kesemuanya menunjukkan suatu konsistensi berpikir maupun bertindak.

Ketika sumpah pemuda dilaungkan ke seluruh alam, dibendangkan ke seluruh jagat, 28 Oktober 1928, negara Indonesia belum ada. Tetapi pemuda bersumpah bahwa mereka bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia. Segala sesuatu yang belum ada dan dibayangkan sebagai ada, kata Sutardji yang lahir di Rengat, pernah bertempat tinggal di Pasirpengarayan, Bengkalis, dan Pekanbaru, sebelum menemui masa remajanya di Tanjungpinang, jelas merupakan sebagai imajinasi. Dan imajinasi sebesar apa pun ukurannya adalah puisi, membayangkan sesuatu yang belum ada untuk menjadi ada.

Begitulah dalam suatu kesempatan, penerima hadiah nobel dari Amerika Latin, Garcia Marquez mengatakan, imajinasi bukanlah sesuatu yang omong kosong. Imajinasi dilandasi oleh kenyataan-kenyataan yang ujud, setidak-tidaknya bisa direkonstruksi sebagai sesuatu. Semelambung apa pun imajinasi, ia tetap membumi. Oleh karena itulah, sastrawan kita, Taufik Ikram Jamil mengatakan, karya sastra termasuk puisi, selain alamiah juga ilmiah. Puisi bisa dijelaskan, memiliki tubuh dan sosok, memiliki hitung dan perhitungan, sama seperti membongkar rumus pythagoras dalam matematika.

Pemuda yang mencetuskan sumpah pemuda, pasti membayangkan, sudah berapa lama kawasan ini dijajah. Kejatuhan Melaka tahun 1511, membuka pintu penjajahan itu yang kemudian dalam berbagai bentuk menekan berbagai hal. Pemuda membayangkan juga bagaimana perlawanan terhadap kolonial tak pernah sudah. Di panggung HPI ini, saya membawa bayangan itu, bagaimana rakyat Riau sejak tahun 1512 tanpa henti mengenyahkan penjajah, mulai dari Gasib, Bukit Batu, Bengkalis, Inderagiri, dan Dumai. Puluhan tahun dalam setiap abad, senantiasa terjadi pertumpahan darah karena kedaulatan di tangan sendiri, memerintahkan putera-puterinya untuk segera membebaskan diri.

Dalam keadaan semacam itu pula, potensi lain berkecambah dalam kepala. Orang-orang di kawasan ini telah membangun peradabannya secara luar biasa seperti Sriwijaya, Majapahit, dan Melaka. Menguasasi kawasan yang jauh lebih lebar dari bayang-bayangnya sendiri, memberi pesan ketangguhan dan kewaspadaan. Berbagai tekad diwujudkan, membias ke dalam apa yang disebut sebagai karya sastra—ditandai pakar komunikasi sebagai cara pribumi menyatakan pendapat dan pandangannya, termasuk dalam politik.

Saya berpikir, gabungan antara kenyataan dan potensi itulah yang melahirkan sumpah pemuda, mewujudkan dirinya sebagai puisi besar. Tetapi sebagai puisi, sumpah pemuda pun bukan sesuatu yang sekali jadi. Ia mengalami proses antara kenyataan dan potensi, bahkan berproses dalam teks. Konsistensi membimbingnya ke arah menghapus kata Melayu dalam sumpah ketiga menjadi Indonesia hanya beberapa jam sebelum dikumandangkan; bukan saja karena mempertimbangkan suku atau ras, tetapi di bawah alam sadar membawanya pada suatu kesan bahwa Melayu waktu itu sudah sesuatu yang nyata, tidak demikian halnya dengan Indonesia. Jadi, setidak-tidaknya, bukan saja dalam pengertian keseluruhan, dalam pemilihan diksi dan rima, sumpah pemuda pun bernyawa sebagai puisi.

Jika puisi adalah anak imajinasi, maka puisi adalah kehidupan itu sendiri. Sebab tidak ada kehidupan, bahkan kebudayaan sekaligus peradaban tanpa membayangkan, sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk. Puisi menjadi keniscayaan yang justeru dihancurkan oleh manusia itu sendiri, ketika ekonomi menjadi panglima pembangunan, sedangkan kehidupan manusia sesungguhnya dalam puisi, dalam peradaban. Maka jadilah kita mengingkari sumpah pemuda itu sendiri, mengingkari kemerekaan RI 17 Agustus 1945 yang di dalam lagu Indonesia Raya justeru dikumandangkan: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Sebagaimana dikatakan Daoed Joesoef dalam kegiatan Mufakat Budaya di Teluk Jakarta beberapa waktu lalu, pendiri bangsa ini melalui lagu tersebut justru menginginkan pembangunan jiwa, pembangunan kebudayaan dikedepankan lebih dahulu.

Begitulah, di mata saya, Hari Puisi Indonesia (HPI), diwujudkan sebagai dampak dari pembelakangan kebudayaan dalam kehidupan berbangsa selama ini. Ia barangkali mengingatkan kealpaan kita terhadap puisi sekaligus kebudayaan. Di sisi lain, puisi ingin dibangkitkan dari tanah Riau ini, sehingga dari sinilah dideklarasikan HPI tanggal 22 November 2013 atas prakarsa Datuk Seri Lela Budaya Rida K. Liamsi. Sebab tanah inilah yang memiliki alatnya berupa bahasa Melayu—jika bahasa dipandang sebagai proses komunikasi dalam sosial seiringan peranan kawasan ini sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya—kemudian dibina molek di Kepulauan Riau pada abad ke-19.

Tak heran, jika Riau sebagaimana  mengemuka dalam Bengkel Pantun LAMR 2013, memiliki 24 model penyampaian puisi, bandingkan dengan Malaysia yang memiliki 13 model. Ini sesuai pula dengan tekad Riau untuk menjadikan dirinya sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Tak salah lagi memang, Riau memang bertanggung jawab terhadap keberadaan puisi kini dan akan datang.

Lalu, pada gilirannya, karena puisi adalah kehidupan itu sendiri sebagaimana yang saya sebutkan pada bagian atas, bukankah HPI juga pada gilirannya menjadi salah satu tapak untuk kita merenungkan kehidupan. Sejauh mana kita sudah berbuat untuk kehidupan ini, sia-sia ataukah bermakna? Maaf, saya tak akan menjawabnya...***

*) Penulis adalah budayawan dan sastrawan Riau.
http://riaupos.co/3175-spesial-ketika-puisi-menjadi-sumpah.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita