12/09/13

Cinta Mistikus Jalaluddin Rumi

Vino Warsono
http://filsafat.kompasiana.com/

?Kata-kata tidak lain hanyalah ?bayangan? dari kenyataan. Kata-kata merupakan cabang dari kenyataan. Apabila ?bayangan? saja dapat menawan hati, betapa mempesona kekuatan kenyataan yang ada di balik bayangan!. Kata-kata hanyalah pra-teks, aspek simpatilah yang dapat menarik hati orang pada orang lain, bukan kata-kata.

Walaupun manusia dapat melihat ribuan mukjizat yang dimiliki seorang nabi atau seorang suci, hal itu tidak akan membawa keuntungan baginya sama sekali apabila dia tidak memiliki simpati kepada nabi ataupun orang suci itu. Unsur simpati itulah yang dapat mengguncangkan dan menggelisahkan seseorang. Apabila tidak terdapat unsur simpati warna gading padi pada batang padi, maka padi itu tidak akan dipesonakan warna gading. Meskipun begitu, simpati yang memiliki kekuatan dahsyat itu tidak dapat diindera oleh seseorang.

Itulah salah satu pernyataan dari seorang penyair, filosof, sastrawan besar Jalaluddin Rumi, yang banyak dikenal pula oleh tidak hanya sebagian orang atau kelompok, golongan, sebagai salah seorang tokoh sufi islam termasyhur, berkat karya-karya sastranya, yang dengan lirihnya mendendangkan cinta tiada tara kepada-Nya. Cinta dan rindu yang tiada akhir, ketulusan yang tanpa batas ke hadirat sang Khaliq. Suatu hasrat untuk melebur menjadi satu?fana?dengan tuhan.

Bagi pembaca yang sekaligus pecinta sastra tentunya tidak akan merasa asing, menyimak ungkapan-ungkapan kata yang mengkalimat di atas, ini dikutip dari sebuah buku yang terjemahan Inggrisnya, ?Signs of the unseen ; the discourses of Jalaluddin Rumi?, karya ini merupakan terjemahan dari nas asli Persia yang disunting oleh Prof. Badi?uzzaman Furuzanfar yang berjudul ?Fihi ma fihi? yang pernah diterbitkan majelis press di Teheran. Pada tahun 1330h/1952m dalam bahasa Arab. Dan sekarang ini sudah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia dengan mengambil judul ?Yang mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya : Aforisme-aforisme sufistik Jalaluddin Rumi?.

Jalaluddin Rumi lahir di Balkhi, sebuah kota yang terletak dalam wilayah perbatasan Afganistan bagian utara, pada tahun 1207m. Ayahnya seorang yang terdidik yang mendapat kedudukan terhormat sebagai salah satu pemimpin teologi dan guru sufisme, bernama lengkap Jalaluddin Baha?uddin Muhammad yang kemudian lebih dikenal dengan nama Baha Walad. Dari ayahnyalah Jalaluddin Rumi banyak mendapatkan pengajaran tentang ilmu-ilmu klasik Arab dan Persia dan banyak lagi ajaran agama islam yang Jalaluddin Rumi dapatkan berkat pengaruh besar ayahnya tersebut.

Jalaluddin Rumi juga mendalami kitab suci Al-Qur?an, baik dari segi pembacaan, penjelasan ataupun penafsirannya, sampai kepada cabang ilmu fiqih islam dan hadits-hadits nabi yang Jalaluddin Rumi tunjukkan melalui karya-karyanya yang termasyhur dan mendalam.

Sekitar tahun 1218/1219m, ayahnya beserta Jalaluddin Rumi dan keluarga mengungsi ke Turki Seljuq, sebelum penyerbuan bangsa Mongol ke kota Balkhi. Di Konya (Turki) ayahnya?Baha?uddin Walad?menjadi seorang khatib yang memberikan pengajaran kepada masyarakat setempat dan dari luar wilayah tersebut, sehingga mendapat julukan ?Sultan kaum terpelajar?. Ayahnya wafat pada Januari 1231m di kota Konya, dan Jalaluddin Rumi menggantikan posisi ayahnya sebagai khatib di kota tersebut.

Dalam perjalanannya yang kemudian menjelma sebagai seorang sufi, tak terlepas dari bimbingan Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dari Termez, salah seorang murid ayahnya yang pada gilirannya mengenalkan pada Jalaluddin Rumi ke dalam kehidupan spiritual yang penuh misteri. Jalaluddin Rumi sangat tertarik dan mengagumi karya-karya puisi Arab Al-Mutanabi, hingga dalam setiap kesempatan Jalaluddin Rumi sering mengutip bai-bait puisi dari Al-Mutanabi ke dalam karya-karyanya, di antara karya terpopulernya adalah Matsnawi dan Diwan.

Pada bulan Oktober 1244m, Jalaluddin Rumi berjumpa dengan sesosok yang misterius dipenuhi dengan teka-teki, dia adalah seorang Darwisy (pengelana) bernama Syamsuddin Muhammad dari Tabriz. Di sebuah penginapan milik seorang saudagar gula Jalaluddin Rumi bertemu dengan Darwisy itu, ketika Jalaluddin Rumi berkendaraan dengan sekelompok orang yang terpelajar yang secara kebetulan melewati penginapan milik saudagar gula tersebut. Saat itu Syamsuddin muncul dan memegang kendali kuda Jalaluddin Rumi dan mengajukan satu pertanyaan, ?wahai pemimpin muslim, manakah yang lebih agung, Bayazid-Abu Yazid Al-Bustami, dari Korasan, atau nabi Muhammad??. Jalaluddin Rumi menjawab. ?Sungguh sebuah pertanyaan yang sulit, bagaikan tujuh Syurga hancur terkoyak-koyak dan jatuh berantakan ke bumi. Kebakaran besar muncul dalam diriku dan menimbulkan api ke otakku. Dari sana aku melihat gumpalan asap mencapai tiang-tiang singgasana tuhan. Nabi adalah sosok yang paling agung dari seluruh ummat manusia, mengapa mesti membicarakan dan membandingkan dengan Bayazid?? kehausan Bayazid telah terpuaskan hanya dengan satu tegukan itu. Dia akan mengatakan telah cukup dengan satu tegukan itu. Kendi pemahamannya telah terisi. Pencahayaanya hanya sebanyak yang muncul melalui cahaya langit dan rumahnya. Nabi, pada sisi lain meminta agar diberi lebih banyak untuk minum dan selalu merasa kahausan. Dia berbicara tentang kehausan dan bahkan terus memohon agar ditarik lebih mendekat.

Semenjak pertemuan itulah Jalaluddin Rumi dan Syamsuddin menjadi lebih dekat dan sering bercengkrama. Bahkan selama kurang lebih selama tiga bulan lamanya, mereka mengasingkan diri dari keramaian, siang dan malam. Demi untuk merasakan persamaan, tak ada seorang pun yang melihat keberadaan mereka berdua. Dan murid-murid Jalaluddin Rumi sendiri tak pernah berani mengusik dan mengganggu kebesaran antara keduanya.

Suatu hari setelah merayakan pertemuan keduanya, tiba-tiba Syamsuddin menghilang dan sempat membuat perasaan Jalaluddin Rumi seakan kesepian dan putus asa. Lalu Jalaluddin Rumi meminta putra tertuanya Sultan Walad untuk membawa kembali Syamsuddin ke kota Konya. Akhirnya Syamsuddin dapat ditemukan dan menetap di rumah Jalaluddin Rumi, dan menikahi salah seorang pelayan rumah yang tergolong masih muda.

Pada 1248 Syamsuddin untuk kedua kalinya kembali menghilang. Jalaluddin Rumi, dengan kepergiannya kali ini, sampai dia rela mencari sendiri, pargi ke Syiria sebanyak dua kali, hanya untuk menemukan sahabatnya itu. Jalaluddin Rumi sadar bahwa Syamsuddin tidak mungkin lagi ditemukan, baik secara fisik maupun metaforik. Akhirnya Jalaluddin Rumi memutuskan untuk lebih mencari diri Syamsuddin ?yang nyata? dalam dirinya sendiri, karena, meski raga mereka terpisah, akan tetapi jiwa dan hati mereka selamanya.

Pencarian diri Syamsuddin ini banyak terlontarkan lewat syair-syair yang dituliskan Jalaluddin Rumi sendiri, ataupun yang dia lantunkan dengan ?Kasidah Cinta?-nya. Mari kita simak beberapa ungkapan Jalaluddin Rumi ; ?Syam-I Tabrizi/Kau matahariku dalam awan kata-kata/bila mataharimu marak bercahaya/segala ucapan yang lainpun lenyap sirna??.

Betapa dalam pencarian Jalaluddin Rumi terhadap sahabatnya itu. Ia digambarkan sebagai matahari yang mampu menerangi awan kata-kata, Jalaluddin Rumi menganggap setiap perkataan Syamsuddin adalah sesuatu yang sangat mempengaruhi sikap, perilaku dan kehidupannya. Jalaluddin Rumi juga memetaforkan kata-kata Syamsuddin sebagai matahari yang selalu marak bercahaya, menyelubungi jiwa dan alam pikirannya, hingga apabila ia sedang berkata-kata, maka suara-suara itu yang ada di sekitarnya seolah-olah lenyap tak ada.

?Jiwa, aku telah sampai pada jiwa dari jiwa/raga, kau telah meninggalkan kewadakan/manikam merah ialah sedekah dari kekasih kita/darwisy makan emas dari yang maha karya??. Darwisy di sini ditujukan kepada Syamsuddin Muhammad dari Tabriz. ?Kau jiwaku/dan tanpa jiwaku/bagaimana mesti hidup aku/kau mataku/dan tanpa kau/aku tak punya mata/untuk melihat sesuatu/kau tahu bahwa aku tak ingin hidup tanpa kau/bagiku lebih baik mati/daripada pengusiran ini/demi Allah yang membangkitkan kembali orang-orang mati??.

Tampak jelas keharuan cinta Jalaluddin Rumi kepada Syam-I Tabrizi itu. Dia merasakan antara jiwanya dengan jiwa Syam-I Tabrizi?Syamsuddin Muhammad dari Tabriz?adalah satu, tak terpisahkan. Jalaluddin Rumi juga mengibaratkan raga itu telah lebur melalui ungkapan, ?raga, kau telah meninggalkan kewadakan?. Raga itu tak ada, yang tersisa hanyalah sebuah rasa penyatuan, permesraan kembali yang diharapkan setelah kebangkitan nanti setelah kematian.

Hari-hari Jalaluddin Rumi dipenuhi dengan pencarian cintanya yang mistikus, dan pengungkapan cintanya hanya mampu terlukis atas kehadirat illahi rabbi yang tiada pernah terbatas keagungan cinta-Nya. Cinta yang demikian suci ini, Jalaluddin Rumi tunjukkan melalui karya-karya sastra besarnya (Matsnawi dan Diwan, hanya menyebut di antaranya).

Setelah menjalani kehidupan dengan mengajar, membimbing dan melayani kebutuhan pengikut dan sahabatnya serta melakoni berbagai hal yang mistikus, Jalaluddin Rumi meninggal dunia pada hari senin 17 Desember 1273m. sebelum meninggal Jalaluddin Rumi sempat berkata kepada para sahabatnya ; ?Di dunia ini aku merasakan dua kedekatan, satu kepada tubuh dan satu lagi kepada kalian. Ketika rahmat tuhan, aku harus melepaskan diri dari kesunyian dan kehidupan duniawi, kedekatan kepada kalian akan tetap ada?.?Jami, Nafahal Al Uns, h-463, terjemahan Thackston, Jr?.

Sepertinya kehidupan kita pun sekarang ini banyak yang mistikus?

*) Kelahiran 30 Juni/5 Sya’ban 1399 di Kaplongan Lor, Karangampel, Indramayu. Pernah berkuliah di Sospol UNDIP Semarang dan kuliah Bisnis di UNTAG Cirebon. Pernah bergabung dalam partai PPP & PAN. Pernah memimpin beberapa Ormas (Islam & Umum). Pernah aktif menulis Sastra untuk Majalah Muslimah, Mitra Dialog Cirebon-Pikiran Rakyat Group, dan Cirebon FM (2001-2004). Pernah bekerja sebagai Waiter, Pramuniaga, dan menjadi seorang Manager di sebuah Perusahaan Retail Swasta Nasional. Sekarang sedang membangun sebuah usaha dalam bidang Olahraga (Vino Sportainment Store) sebagai seorang Entrepren…

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita