Damanhuri *
Lampung Post,3 Mei 2009
“Biara tanpa buku seperti kota tanpa harta, tangsi tanpa tentara,
dapur tanpa bumbu, kebun tanpa tumbuhan, padang tanpa bunga,
pohon tanpa daun.”
The Name of the Rose, Umberto Eco
Selintas, tak ada pertautan antara tiga persoalan yang saya pilih jadi judul tulisan ini. Buku, iman, dan pembebasan memang seolah tak meninggalkan anasir yang memungkinkan kita merajutkan benang merah antarketiganya. Salah duga yang gampang dilacak beberapa penyebab utamanya dalam pandangan-dunia kita yang umumnya dualistik, gemar menilik persoalan melulu dari satu dimensi–”ini-atau-itu-isme” (either-or-ism), kata Naquib al-Attas; parsial, bahkan hitam-putih (Manichean)—dan dalam keseharian biasanya muncul dalam jargon–yang penting praktik, bukan teori”.
Padahal, waham ihwal adanya diskrepansi antartiga pokok soal yang sesungguhnya saling berkelindan itu dalam beberapa jenak saja akan tampak kerapuhannya bila kaum muslim, misalnya, sudi berpaling pada sejarah pewahyuan Quran di mana ayat-ayat awal (96: 1–5) yang diterima Nabi adalah perintah membaca (iqra). Etos membaca (baca: mencintai ilmu, memuliakan buku) yang kian diteguhkan dalam pelbagai ayat lain, juga hadis Nabi, tentang pentingnya berpikir dan meneroka segala fenomena.
Karena itu, sebenarnya tak ada ikhtilaf tentang pentingnya memuliakan buku dan mencintai ilmu. Saya kira, afirmasi juga layak segera diberikan kepada siapa pun yang percaya bahwa iman yang otentik mustahil bisa digapai tanpa bekal ilmu. Dan, sejak manusia memasuki zaman yang disebut Marshall McLuhan “galaksi Gutenberg” atau “kapitalisme-percetakan”, tak diragukan lagi buku merupakan salah satu sumber utama ilmu. Mata air bagi iman-yang-bernalar—fides quearens intellectum.
Diungkapkan dalam kalimat lain: kian beragam dan luas bahan bacaan seorang mukmin, kian berwarna dan lapang pula perspektif keagamaan-keimanan yang potensial dihayati. Tak terlalu mengagetkan jika berbagai sikap ekstrem dalam beragama hampir selalu muncul dari keterbatasan bahan bacaan dan kedangkalan pengetahuan agama pelakunya. Sehingga, apa yang biasa disebut sebagai “efek pembebasan” dari agama pun lenyap dan justru bermetamorfosis jadi iman yang ofensif. Iman opresif yang gampang “mengoranglainkan” (othering) siapa pun yang tak sepaham, semazhab, atau seakidah.
Seorang cendekiawan kita pernah menggunakan dua metafora tentang iman: iman sebagai “benteng” dan iman sebagai “suluh”. Dengan kiasan benteng, iman dipancangkan tidak lain sebagai sesuatu yang kukuh, rapat, dan bergeming; dengan suluh, iman diandaikan sebagai “sesuatu yang berjalan untuk menjelajah sebuah dunia yang tak selamanya terang dan rata.” Sayangnya, iman sebagai benteng itulah yang tampaknya tengah dipeluk kebanyakan orang.
***
Begitulah, ajaran agung agama memang tak selalu berhasil memengaruhi perilaku para pemeluknya. Pun sejarah tak selamanya mudah dijadikan cermin bening oleh pewarisnya di belakang hari.
Maka jika kaum muslim-awal berhasil mentransformasikan etos yang diwariskan kitab suci itu dengan melakukan olah intelektual tak kenal henti, sebagian (besar?) kaum muslim saat ini melakukan hal sebaliknya. Jika di masa lalu umat Islam berhasil menerjemahkan beragam khazanan Yunani dan Persia serta melakukan pelbagai sintesis kreatif yang menakjubkan, tradisi itu kini begitu sulit kita temukan.
Jika di masa lalu perbalahan pemahaman (keagamaan) melahirkan sebukit buku yang bermutu, hasil yang muncul dari palagan kontestasi penafsiran di tengah kita saat ini tak lebih dari pseudo-buku berisi daftar nama tokoh yang dituding sebagai “muslim liberal” yang dalam derik waktu yang sama juga berarti kafir, murtad, dan serakan stigma lainnya. Buku-buku yang justru antibuku dan hanya menghasut para pembacanya untuk menghina aktivitas berpikir dan berolah nalar.
Kondisi mencemaskan itu dalam beberapa segi juga kian diperburuk oleh tren baru di sebagian kaum muda urban yang lebih gandrung mengikuti beragam workshop atau pelatihan manajemen berbasis spiritualitas sembari mengerlingkan sebelah mata bagi segala jenis erudisi intelektual. Buku-buku yang biasa diserap dengan baik oleh pasar pun tak jauh dari buku-buku kategori “panduan ibadah” atau “psikologi spiritual”. Padahal, seperti pernah dirisaukan Haidar Bagir, jika absennya buku-buku wacana pemikiran terus berlangsung, akibat yang hampir tak bisa ditampik adalah keringnya dinamika pemikiran dan menyempitnya cakrawala penghayatan agama.
Khaled Abou El-Fadl barangkali benar ketika mengatakan bahwa kaum muslim saat ini telah terpangkas dari tradisi intelektual kaum muslim-awal. Telah kehilangan etos pengetahuan maupun landasan moral dan intelektual. Sehingga, alih-alih perayaan atas warisan agung di masa lalu itu, apa yang kita saksikan justru bercokolnya—apa yang disebut Abou El-Fadl dalam Musyawarah Buku (Serambi, 2002)–”pola pikir Mongol”.
Seperti dicatat dalam sejarah, tahun 1258 Hulagu serta balatentara Mongol mengaramkan Baghdad dalam merahnya darah dan hitamnya tinta. Sejarah pun bertutur bahwa mayat-mayat yang dicacah balatentara yang beringas itu menyesaki dan membuat macet jejalanan kota. Pun ribuan judul buku yang mereka jarah konon berhasil memampatkan aliran sungai.
Ironisnya, kata Abou El-Fadl, tragedi itu seolah kembali berulang dengan wajah berbeda dan modus yang lebih canggih. Sebab, sebagaimana peristiwa tujuh abad lampau itu, saat ini pun sebagian kaum muslim masih dibantai di banyak penjuru dunia. Sedangkan teks-teks mereka justru dibantai oleh kaum muslim sendiri.
Begitulah, di masa lalu pembantaian buku ditempuh dengan membakar atau menghanyutkan dan menenggelamkannya ke palung-palung sungai. Di masa kini, “pembantaian” tersebut berbentuk pengeditan diam-diam atau melarangnya beredar di tengah umat. Hasilnya, menurut Abou El-Fadl lagi, buku Fatawa dan al-Jawab al-Shahih karya Ibn Taymiyah yang kini beredar adalah edisi yang telah disensor. Pun buku Bihar al-Anwar yang beredar sebenarnya tanpa tiga jilid lain yang dianggap melawan arus-utama ortodoksi.
Tak boleh dilupakan, “penyuntingan semena-mena” sebenarnya juga menimpa tafsir masyhur The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary karya Abdullah Yusuf Ali. Berbeda dari teks aslinya, edisi-edisi yang belakangan diterbitkan Amana Corporation/IIIT atau Ifta/King Fahd Holy Qur’an Printing Complex, misalnya, adalah “versi baru” tanpa disertai beberapa apendiks serta penafsiran dengan perspektif tasawuf. Hal yang, seperti direkam dengan baik oleh MA Sherif dalam biografi Yusuf Ali yang ditulisnya (Jiwa yang Resah, Mizan, 1997), disesalkan banyak kalangan dan sempat menjadi polemik panjang.
Prestasi kaum muslim sekaligus ironi yang mengirinya itu penting diungkapkan sekadar untuk menunjukkan sesuatu yang mungkin sudah jadi klise karena begitu kerapnya diulang-ulang: watak kosmopolitanisme Islam dan sikap terbuka kaum muslim-awal dalam menerima dan menyambut kehadiran “yang lain”, the others. Sikap yang akhir-akhir ini seolah raib dari kesadaran umat Islam dan berganti dengan sikap selalu curiga dan bahkan memusuhi (si)apa pun yang dianggap berbeda. Simtom yang diistilahkan Ali Ahmad Said (Adonis) sebagai “past-ism”, “masa-lalu-isme”: penolakan serta ketakutan akan setiap hal yang baru, beda, dan tak-umum.
Merujuk Abou El-Fadl untuk kali kesekian, kaum muslim saat ini tampaknya memang lebih senang pada, dan begitu cepat terpukau oleh, pleonasme sebuah pidato ketimbang memuliakan keanggunan khazanah pemikiran Islam yang tak tepermanai itu. Lebih terpesona oleh pidato yang gaduh (dan kerap angkuh), pemahaman-umum yang siap-pakai, dan terkesan jeri masuk dalam keheningan laku untuk—meminjam anak judul buku Abou El-Fadl itu–menelusuri keindahan Islam dari buku ke buku.
***
Penghormatan yang tinggi atas buku tentu saja bukan monopoli tradisi Islam. Sebab, sebagaimana khazanah Islam, tradisi Kristiani pun menyodorkan imperatif yang tak jauh berbeda. Dalan novel masyhur The Name of the Rose karya Umberto Eco (Jalasutra, 2003), misalnya, untuk menunjukkan betapa pentingnya buku (membaca) dan alangkah tak memadainya hidup hanya dengan doa (betapapun itu tugas utama para biarawan) atau mendaraskan kitab suci tanpa menelisik potensi makna yang dikandungnya, tokoh kepala biara dalam novel karya pakar semiotika dari Italia itu juga berujar: “Biara tanpa buku seperti kota tanpa harta, tangsi tanpa tentara, dapur tanpa bumbu, kebun tanpa tumbuhan, padang tanpa bunga, pohon tanpa daun”.
Walhasil, tak ada dalih untuk tak merayakan buku. Tak tersedia alasan untuk tak memuliakan siapa pun yang tak kenal letih menulis, merawat, dan menyemarakkan dunia, buku. Dunia yang menjadi suaka jiwa manusia dari proses pelupaan. Sehingga, jika “manusia merasa baru menemukan diri dan nilainya dalam Tuhan,” kata Sindhunata suatu ketika, “maka Tuhan pun harus dicarinya bukan hanya dengan berdoa tapi juga dengan membaca.”
Akhirnya, sepotong sajak Joko Pinurbo berjudul Buku barangkali tepat untuk menutup tulisan ini: Hadiah terindah yang kudapat dari buku adalah ingatan:/pacar terakhir yang selalu membujukku agar tidak/ mudah mati dalam kehidupan, hidup dalam kematian.
____________________
*) Damanhuri, Penyuka buku
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2009/05/buku-iman-pembebasan.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar