09/10/11

MAKNA KEMERDEKAAN DALAM SASTRA

W Haryanto*
http://www.surabayapost.co.id/

Taufiq Ikram Jamil, secara lantang pernah berujar, “Riau perlu merdeka, karena pusat telah mengekploitasi kekayaan wilayah ini” (dalam diskusi di TIM, 2004), pada saat yang sama, Sutardji Ch Bachri menimpali, “….yang diperlukan Riau bukan kemerdekaan politik, tetapi sastra Riau yang harus merdeka.” Makna ‘merdeka’ selalu relevan dan aktual dalam perjalanan budaya kita, bahkan setelah ‘nasionalisme’ kita mengalami pelbagai kendala, benturan, tafsir, juga deformasi.

Adakah makna “merdeka” punya nilai fungsional dalam sastra? frasa ini cukup menarik—jika kita berawal dari terminology, “kreativitas adalah pembebasan”, maka apapun yang memberi batas teritori adalah ancaman. Kreativitas, dimaksudkan sebagai ruang yang tak pernah selesai ‘diekspresikan’ dan menjadi jalan lain dari integrasi manusia ke dalam tata kelaziman. Maka, ia memiliki beberapa perwujudan, (i) sebagai metode untuk melepaskan suasana sentimental dan individual, (ii) pemberdayaan dan kejutan bagi kenyataannya yang massif. Maka, kreativitas mengkombinasikan “psikologi otomatis” dan pemberdayaan teknologi imajinasi.

Sebagai instrument kreativitas, sastra menawarkan daya cerna yang terbuka, obyektif, dan rasional terhadap pelbagai ketertutupan. Beberapa manifestasinya berupa liberalisme atau feminisme. Ini bersifat factual dan metodis—karena gejala-gejala ini juga merupakan efek dari kontruksi kolonialisme yang belum selesai. Ada asumsi unik, “karena kita terjajah oleh Belanda selama 350 tahun, maka kita butuh waktu 350 tahun juga memulihkan diri untuk terbebas.” Ini tidak bisa kita pungkiri, pelbagai kesadaran dan kerangka teoritis kita masih bergantung pada “ibu kolonialis” kita, yakni Barat (sebagai pengertian budaya dan politik).

Aktivitas-aktivitas besar kita berkait dengan kebudayaan menjadi mata rantai tak terputus dari tangan-tangan kolonialis, seperti yang ditunjukkan Komunitas Utan Kayu, Jaringan Islam Liberal, juga Freedom Institut. Ketiga ujud aktivitas sangat bergantung dengan kepentingan Barat di Indonesia, yakni dengan mengkampanyekan teori dan pemahaman Kolonial lewat pendekatan budaya, antara lain, Post-Kolonial, Post-Tradisional, dll. Maka, muncullah gejala “liberalisme” dalam kreativitas, novel “Saman” karya Ayu Utami yang menawarkan “kebebasan seksual” di tengah gejala munculnya militansi rasialisme di pelbagai wilayah mulai Sambas sampai Ambon.

Keberadaan sastra berbasis “seksual” adalah politik identitas, sebagai upaya eliminasi kesadaran kita terhadap bahaya rasialisme (sebagai agenda terselubung Barat pada Indonesia). Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta kesejarahan Eropa di tahun 40an, militansi rasisme Hitler justru memunculkan karya sastra yang menyampaikan kecemasan kreativitas terhadap bahaya kemanusiaan ini. Tengoklah karya “Malam Terakhir” karya Eile Weisel yang merekam dengan detail bencana kemanusiaan di tahun 40an. Kita juga menemukan karya serupa, “Sebatang Kara” karya Victor Hugo yang mendiskripsikan situasi sosial menjelang Revolusi Perancis. Maka, muncul asumsi, “Bencana Kemanusiaan selalu akan melahirkan karya-karya besar yang merefleksikannya.” Sementara, karya Ayu Utami, Jenar Mahesa Ayu, Binhad Nurrohmat—justru membentuk pola berseberangan, tak lagi menggugah daya kritis pembaca terhadap ancaman pada bahaya kemanusiaan, sebaliknya malah menempatkan identitas sastra pada paham liberalisme secara membabi-buta.

Seksualitas pada awalnya—sebatas gejala interaktif dalam kebutuhan yang semula bersifat “sakral-personal”, kaum liberal memperalatnya menjadi aparat pertarungan semiotika mutakhir. Perspektif post-industrial secara efektif telah memungkinkan ujud budaya (di dunia ke-3) dimiskinkan fungsinya. Liberalisme memaanfaatkan kegoyahan structural budaya dunia ke-3 ini ke dalam kesadaran distruktif. Liberalisme mempertanyakan pelbagai pengaruh fundamental yang mendasari masyarakat dunia ke-3 dengan lingkungan abstraknya. Seksualitas dalam perspektif agraris—menempatkan individu ke dalam kontinuitas manusia ke alam simbolisasinya, maka “seks” menempati satu tahap tertinggi dalam transendensi masyarakat agraris. Komunitas Utan Kayu dengan pelbagai komponen interaktifnya, memakai metode liberalisme dengan berpijak pada prasangka didaktif dan memojokkan internalisasi kekayaan budaya dunia ke-3 ini.

Berbeda dengan liberalisme di Eropa, yang justru menyerang efek-efek kolonialisme dan fundamen ortodoksi Eropa yang mengancam kemanusiaan. Liberalisme Eropa inilah yang melahirkan maha-karya “Multatuli”, juga fragmen “Koeli” karya LLulofs—yang menjadi akar realisme dalam sastra Hindia Belanda. Sebaliknya, Liberalisme Komunitas Utan Kayu justru berpihak pada kolonialisme. Kaum liberal kita, seperti Jenar Mahesa Ayu, Ayu Utami, juga Nirwan Dewanto adalah “obyek-obyek” budaya yang gagal dan remeh dalam presentasi budaya global. Tak jauh beda dengan konfigurasi antara binatang dan suku-suku terasing; sebagai efek pemenuhan kebutuhan “barat” atas pakansi dan transisi seperti munculnya Vietnam Rose, penyakit kelamin yang terjadi akibat kebuntuan “rasionalisasi” ideologi western di kawasan Indo-china, antara komunis dan kapitalis. Tak ada yang dimenangkan. Tak ada yang dikalahkan. Segalanya cuma eksperimentasi, kegagalan budaya, dan kerancuan intelektualitas dunia Barat.

Seksual(isme) dalam apologi Binhad Nurrohmat, “sebagai upaya menyingkap kebobrokan masyarakat”, dipahami lewat terminologi yang “celaka”. Pertama, karena simpulan terbesar dalam seni, seyogyanya adalah temuan ilmiah yang mengispirasikan sebuah kemajuan peradaban (tengok pula “inspirasi” bapak Hereditas, Gregor Mendel, “bahwa kelak, bila terjadi ledakan penduduk, dunia ini butuh jumlah makanan yang sangat besar”; maka muncul aktivitas perkawinan silang tumbuhan). Kedua, kebutuhan emansipatoris dari kesadaran sastra adalah mengikat “sistem personalnya” kepada terbangunnya rangkaian proletariat (baca: Le Voyageur, Guillaume Apollinaire). Dan memang. Sastra kita terkini, patutlah diakui, cuma memuaskan style cacat masyarakat borjuis (hysteria seksual), senyampang dengan kritik Albert Camus tentang munculnya pragmatisme dalam kreativitas.

Makna kebebasan dalam sastra, bukan “kebebasan yang tak terbatas” yang tak memiliki tanggung jawab kultural. Kebebasan ini harus dikombinasikan dengan “moral dan intelektual”, bukannya mengembangkan pandangan pribadi yang narsis dan dangkal. Pertanyaannya, adakah relevansi antara “sensasi kebebasan” dan kreativitas? Maka, kita bisa memberi beberapa analisa, (i) kebebasan yang tidak berkenaan dengan komunikasi rasionalitas individu ke dalam system sosialnya. Euphoria semacam ini mengandung beberapa kendala eksternal, yakni berujud perspektif yang membatasi “individu” dari komunikasi social. Perspektif ini memandang kebenaran hanya bersifat eksistensial yang cenderung membangun prasangka terhadap gejala-gejala di sekitarnya. (ii) kebebasan akan memberi pengaruh langsung kepada internalisasi semua komponen individu kita. Perspektif ini lebih menekankan pada teknik penyajian dan bersifat kebenaran esensial. Perspektif ini menekankan pada pembuktian sosiologis, seluruh gejala-gejala yang diuji lewat analisa rasional.

Kemerdekaan kreativitas, tidak sekedar pada kemampuan internalnya—menyampaikan kebenaran tekstual, tetapi juga memperkaitkan dirinya pada dinamika psiko-sosial yang berkembang. Reproduksi sastra juga berkenaan dengan identifikasi wilayah kulturalnya, sehingga teks bisa dirujukkan untuk mengkritisi pelbagai gelagat budaya dan mengembangkan “penyadaran” tentang adanya manipulasi cultural. Terkait dengan ungkapan Sutardji Colzoum Bachri di atas, maka identitas sastra bisa diterjemahkan pada penguatan basis cultural ketimbang mempertanyakannya lewat kaca mata Liberalisme. Inilah relevansi antara kebebasan (kemerdekaan) sebagai basis psikologis dan refleksi kenyataan sosialnya, maka reproduksi tekstual bisa diuji secara rasional dan obyektif, dan melahirkan karya-karya yang “tidak kosong budaya” seperti model karya Yusakh Ananda, Ahmad Tohari, maupun Pramoedya Ananta Toer.

*) Direktur Penerbitan Dewan Sastra Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita