Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/
Sastra, kerap seruas dengan hal tak terduga, lepas dari prediksi dan jangkauan macam apa pun, tiba-tiba ada, hadir, mengalir, nyata, kemudian hilang, senyap, muram, kelam dan remang. Keunikan apa sesungguhnya yang terjadi di balik fenomena sastra? Sehingga sedemikian ‘membatmentul-nya’diayunkan keseimbangan sejarah.
Sebagaimana perjalanan sejarah, sastra tak luput dari pertarungan ‘trik-intrik’pengibaran bendera: sebutlah yang paling dikenal dengan aliran realis dan surealis, keduanya gigih menyiapkan jala untuk menjadikan alasan mengenai siapa yang paling limited mendekati fungsi sastra ketika dihadapkan pada disiplin ilmu lain.
Namun, terlepas dari pengibaran bendera dimaksut, sastra tetap lahir laksana gaung pertapa dari dalam goa, ia nyaring dari gesekan ‘sreekk’ tapal kaki perantau di pucuk rerumputan dan bebatuan cadas, bahkan sastra terjadi pula dari clorotan jatuhnya meteor di angkasaraya.
Usahlah sastra dituntut berdisiplin dengan ilmu lain di luar sastra, sebab sastra merupakan unsur kelembutan, serupa ‘sel lentik’ dalam berbagai keilmuan. Hanya saja, sejauh mana pengudalan sastra dilakukan secara singkronik dalam ilmu lain tersebut.
Kehilangan sastra dalam berbagai lini keilmuan, samahalnya melempar segumpal kerinduan jauh ke lorong hal paling sunyi. Keadaan demikain, disadari atau tidak, pada kadar dan kurun waktu tertentu akan terserap oleh daya gravitasi pertemuan atas berlangsungnya kelayakan sebuah ekstase. Tidak ada yang terputus dalam sastra, seumpama snapsot, berdiri di tepian tebing dan beberapa detik kemudian terjungkal bersama lengkingan selamat tinggal dan terjerembab ke jurang kematian sejarah.
Di mana pun, tidak ada pedang bersilang linier yang nyata memenggal urat nadi sastra secara tragis dan menggelepar. Yang terjadi adalah tangis siklikal jabang bayi sebagai pananda kelahiran sastra garda depan dari rahim senja artistik silam.
Di Jombang, sebuah wilayah dataran kecil yang dipinggiri pegunungan, pertumbuhan sastra pernah dilanda wabah diktator orba. Sehingga kondisi pertumbuhan batang dan gagangnya ‘ndlunding ngelacir’dengan sisah beberapa helai daun. Itu pun tak hijau. Sebut saja Emha, ia adalah sisah musim kerontang orba yang tetap tumbuh dan bertahan ketika alam orba masih bercokol. Ngeri waktu itu, di desa sekecil Mentoro, Emha berani ‘misuhi’ Raja Suharto dengan lantang di hadapan 7000 manusia yang berjubelan. Saya masih merasakan ‘jithok mengkorok’ ketika Emha tegas berkoar mengkritik kebijakan rezim orba. Satu debaran kecil dengan pertanyaan apakah Emha ini tidak ditembak intelegen begundal Suharto? Akhir-akhir ini saya baru mengerti kenapa itu tidak terjadi. Ternyata di dalam buku tamu dan administrasi kepresidenan, tidak ditemukan sekecil pun dana dari presiden baik berupa uang santunan atau sumbangan atau sejenis kepada Emha. Sementara hampir semua tokoh kondang yang pernah terdengar di blantika percaturan sejarah Indonesia, tidak ada yang lolos dari dana ‘suap’ Suharto.
Selain Emha, Gus Dur juga sering turun ke wilayah kecil Jombang untuk nyambangi lahan NU-nya, sebab, NU pasti mempunya area istighosah yang tidak bisa dipandang sepeleh pengaruhnya. Namun kedatangan Gus Dur tidak ajeg setiap bulan seperti Emha. Apalagi Cak Nurcholis Madjid, ia hanya pulang jika ada undangan dari instansi dan lembaga yang membutuhkan kahadirannya. Sedang sastrawan penyambung masa di Jombang, seperti sayur sawi yang harus dijebol dari bedengnya supaya tumbuh gemuk di lahan baru. M. Shoim Anwar misalnya, lelaki berkumis tipis asal Sambong harus tertancap di Surabaya dengan buku terakhir yang saya ketahui Asap Rokok di Jilbab Santi. Begitu pula Fahrudin Nasrulloh lelaki pendek asal Lembah Pring Mojokuripan Sumobito harus ‘katut babon’ ke kota Pahlawan dengan buku terbarunya Syekh Bejirum dan Rajah Anjing. Abidah El Khaleiqy justru tidak besar di Jombang dan wajar mengalami diskontinuitas dengan generasi baru Jombang. Tangan kepenyairan Abidah seperti melambai selamat tinggal masa kecil dan tegas menggaris pengakuan sebagai pemukim Yogya. Ahmad Muhaimin Azzet, terakhir saya dengar sudah ‘ngluthuk’ dengan aliran sufinya, hanya ‘nyambangi Jombang ketika hari raya saja.
Emha yang terus riwa-riwi antar Jombang Yogya-Jombang-Indonesia-sesekali keliling dunia, tiap bulan masih menelurkan buku terbarunya: Demokrasi, Folklore Madura, Tidak Jibril Tidak Pensiun, Kumpulan cerpen BH, Istriku Seribu, Kagum Pada Orang Indonesia, Ikrar Khusnul Khotimah, Banjir Lumpur Banjir Janji. Namun bukan buku-buku Emha tersebut yang penting, ialah bagaimana konsekuensi Emha sebagai sastrawan-penulis-tetap bertanggungjawab terhadap generasi berikutnya dalam upaya melahirkan penulis, menggugah kreatifitas kaum muda. Dan hal demikian dibuktikan Emha sekeluarga dengan mengadakan Forum Silaturrakhim Pengajian Padhang mBulan yang sudah berjalan 15 tahun di rumahnya.
Selain Emha, penulis Jombang yang getol menggerakkan aktivitas literasi di tanah kelahirannya ialah Fahrudin Nasrulloh. Ia menggali kantung-kantung muara komunitas yang dialiri dari sungai kesenimanannya selama ‘mbambong’ (kuliah) di Yogya. Forum Geladak Sastra, adalah ide yang ‘berhasil’ digerakkan dengan tujuan menjembatani untuk mengapreseasi berbagai karya yang dihasilkan oleh penulis baru atau pun pendahulu dengan tiga titiktumpu agenda: membedah karya penulis lokal dan luar Jombang serta menggelar diskusi budaya dengan berbagai tema.
Dengan Geladak Sastra ini Fahrudin mengenalkan budaya: ‘acara terlaksana dengan menekan minim dana’, di mana pembicara diminta kerelaan untuk bersedia meski hanya ‘berhonor’beberapa buku sebagai rasa terimakasih. Kecuali pembicara dari luar Jawa Timur atau kota jauh dari Jombang, kadang beberapa anggota Geladak Sastra harus urunan uang sebagai pengganti biaya transportasi pembicara.
Cara demikian sertamerta menanggalkan anggapan bahwa sebuah acara hanya terlaksana dengan dana besar. Dengan kesadaran bersama untuk maju, saling berbagi, memperluas dan mempererat jaringan, merupakan entripoint tersendiri sebagai tungku penyulut kegumbrigahan proses berkesenian. Hingga tulisan ini saya turunkan, Geladak Sastra sudah menapakkan jejak pada putaran ke 15 dengan membedah cerpen Syekh Bejirum dan Rajah Anjing karya Fahrudin sendiri pada 02 April 2011yang mendatangkan Dwi Cipta (cerpenis asal Yogya). Sementara pada putaran sebelumnya membedah buku Asep Zamzam Noor yang dihadiri Kusprianto Namma (peminat sastra pedalaman dari Ngawi) dan Suyitno Ethex (penyair Mojokerto).
Selaras dengan Geladak Sastra, juga merebak berbagai komunitas baru atau lama yang mulai merutinkan kegiatannya. Dari wilayah Mojoagung, komunitas Tirtoagung pimpinana Haris dkk, ajeg dengan rutinan malam Jum’at Kliwon. Kecamatan yang paling padat seniman ini, Haris dkk berdampingan dengan komunitas lain di sekitarnya: komunitas Alief pimpinan Purwanto, teater Wadtera pimpinan Bambang Bey Irawan, komunitas Isuk-Isuk pimpinan Jainal Fuadin yang mereka lahir dari rahim kesenimanan sang sutradara MS. Nugroho dan Edy Haryoso.
Dari kawasan Jombang kota, komunitas yang mulai rutin dan mencair ialah KOMA Tambakberas. Acara ‘Malam Pituan’ yang diselenggarakan setiap bulan, mulai berloncatan ke berbagai pondok yang ada di Tambakberas. Demikian juga Lesehan Sastra yang melibatkan santri putri, sudah mengawali keajegannya tiap bulan.
Kawasan selatan kota mulai muncul Lentera Sastra yang dihandle Hadi Sutarno bersama segenap penggiat sastra mahasiswa kampus AMIK. Konsep Lentera Sastra yang tidak terlalu formil dan lebih bersifat ‘omong-omong blek’, ternyata mampu mengilhami beberapa komunitas untuk lebih berani membuka diri menggagas terlaksananya suatu kegiatan yang selama ini tabu dan iwuh dalam pandangan mereka.
Menyimak acara yang paling hangat dalam komunitas Lentera Sastra pada 30 April 2011, seolah ada yang menyentak bagi seniman Jombang, yakni berkumpulnya para pegiat senior seperti Cucuk SP, Anjrah Lelono Broto, Farid Dulkamdi (barisan teater KTI ), Cak Kepik (sesepuh teater Suket), Zeus Anggara (intelektual sastra dari Rejoso), Purwanto (Alief) dan Pak Idkhol Jempol (pecinta sastra yang pernah bermukim di Arab Saudi), Haris dan pasukannya (Tirtoagung), Jabbar Abdulloh (lurah Geladak Sastra). Tampak juga Toni Saputra dari penggerak Arisan Sastra di kawasan Trenggalek: sebuah rutinan sastra yang dikuati sesepuh Bonari Nabonenar, Nurani Soyomukti, mBah Hardho Sayoko Spd (penyair Macan Loreng dari Ngawi).
Yang menarik atas kehadiran mereka adalah ‘kesediaannya’ untuk terlibat membina kaum muda, padahal acara yang digagas hanyalah membedah puisi Mahendra PW (siswa SMAM I) dan Inung Ardiansyah (ketua BEM AMIK) yang masih tergolong anak kemarin sore dalam dunia sastra. Mereka inilah orang-orang yang berjiwa besar, tidak lantas risih dengan mempertaruhkan martabat ketika menghadiri acara anak kecil. Kelenturan jiwa semacam ini merupakan metode khusus bagi seniman yang berpotensi besar. Yakni kesediaan mengosongkan gelas kebesarannya supaya muat dituangi ilmu kembali.
Banyak sesungguhnya komunitas di Jombang yang masih melempem, individualis yang terkesan sebagai ‘santri mung gedekno konthol’: usreg dengan dirinya namun tak kunjung melahirkan karya. Karakter seniman semacam ini seperti kodok, betapa pun ia ditidurkan di kasur, akan mencolot kembali ke jublangan. Keberhasilannya hanya sebatas kebanggaan diri, menukar keberhasilan dengan tendensi agar dilihat orang tertentu, komunitas tertentu. Selesailah. Tidak ‘rahmatan lil alamin’: menang dewe enak wong akeh, dan bukan menang dewe enak coglok e dewe.
Kapan mereka jenggirat, Jombang pasti terdengar gemuruh raungan dari setiap celah. Jajaran alumni STKIP Jombang misalnya telah melahirkan komunitas Endut Ireng (Aang Fatikhul Islam), Gubuk Liat (Rahmat Sularso, M. Rifqirrahman, Rangga Obenk dkk), Liswas (Aditya Ardi Nugroho dan Agus Sulton). Dari Ikaha Tebuireng, ada Fathurrahman Karyadi dkk yang menggerakkan Majalah Triwulan Tebuireng. Dari Undar dikooptasi oleh Sanggar Sinau (Hadi S dan Anis Zamroni: dosen). Sementara dari pucuk Wonosalam terdengar Pecangkul (Junaidi Jun: dosen Ekonomi Undar). Di lingkungan PP. Darul Ulum Rejoso bercokol teater ‘Dua’yang dipegang oleh Luay.
Tidak hanya di Jombang, di seluruh wilayah Indonesia mana pun, generasi muda berhak menanyakan sejauh mana keterlibatan para seniaman besar dalam membina generasi penerusnya. Jika tidak, dan seniman besar itu hanya sibuk dengan kebesarannya, maka selesailah seniman besar itu di mata kawula muda. Tidak ada kehebatan sedikit pun kebesaran yang hanya disanjungkan untuk dirinya sendiri.
Sebaliknya, para seniman muda juga tidak lantas gelenggem, ngalem, sok besar, inklusif, jagakno digerakkan para seniman besar. Keduanya ibarat sepeda yang harus seimbang antara roda depan dan belakang, tidak gembos sebelah, agar nyaman dan gendring dinaiki.
Sepanjang pengalaman sejarah, Indonesia terbukti gagal dengan model kemunculan tokoh individualis. Yang diperlukan selanjutnya hanyalah kekuatan menyeluruh dari berbagai lini lapisan masyarakat. Di mana para sepuh dan kaum muda, berada dalam satu ruang untuk menyelenggarakan pengantin-pengantin pembangunan kesenian, kebudayaan, ekonomi, politik dll.
*) Penulis adalah Tim Lincak Sastra sekeluarga.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar