10/05/11

Nostalgia Pengantin Sastra (nJombang)

Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/

Sastra, kerap seruas dengan hal tak terduga, lepas dari prediksi dan jangkauan macam apa pun, tiba-tiba ada, hadir, mengalir, nyata, kemudian hilang, senyap, muram, kelam dan remang. Keunikan apa sesungguhnya yang terjadi di balik fenomena sastra? Sehingga sedemikian ‘membatmentul-nya’diayunkan keseimbangan sejarah.

Sebagaimana perjalanan sejarah, sastra tak luput dari pertarungan ‘trik-intrik’pengibaran bendera: sebutlah yang paling dikenal dengan aliran realis dan surealis, keduanya gigih menyiapkan jala untuk menjadikan alasan mengenai siapa yang paling limited mendekati fungsi sastra ketika dihadapkan pada disiplin ilmu lain.

Namun, terlepas dari pengibaran bendera dimaksut, sastra tetap lahir laksana gaung pertapa dari dalam goa, ia nyaring dari gesekan ‘sreekk’ tapal kaki perantau di pucuk rerumputan dan bebatuan cadas, bahkan sastra terjadi pula dari clorotan jatuhnya meteor di angkasaraya.

Usahlah sastra dituntut berdisiplin dengan ilmu lain di luar sastra, sebab sastra merupakan unsur kelembutan, serupa ‘sel lentik’ dalam berbagai keilmuan. Hanya saja, sejauh mana pengudalan sastra dilakukan secara singkronik dalam ilmu lain tersebut.

Kehilangan sastra dalam berbagai lini keilmuan, samahalnya melempar segumpal kerinduan jauh ke lorong hal paling sunyi. Keadaan demikain, disadari atau tidak, pada kadar dan kurun waktu tertentu akan terserap oleh daya gravitasi pertemuan atas berlangsungnya kelayakan sebuah ekstase. Tidak ada yang terputus dalam sastra, seumpama snapsot, berdiri di tepian tebing dan beberapa detik kemudian terjungkal bersama lengkingan selamat tinggal dan terjerembab ke jurang kematian sejarah.

Di mana pun, tidak ada pedang bersilang linier yang nyata memenggal urat nadi sastra secara tragis dan menggelepar. Yang terjadi adalah tangis siklikal jabang bayi sebagai pananda kelahiran sastra garda depan dari rahim senja artistik silam.

Di Jombang, sebuah wilayah dataran kecil yang dipinggiri pegunungan, pertumbuhan sastra pernah dilanda wabah diktator orba. Sehingga kondisi pertumbuhan batang dan gagangnya ‘ndlunding ngelacir’dengan sisah beberapa helai daun. Itu pun tak hijau. Sebut saja Emha, ia adalah sisah musim kerontang orba yang tetap tumbuh dan bertahan ketika alam orba masih bercokol. Ngeri waktu itu, di desa sekecil Mentoro, Emha berani ‘misuhi’ Raja Suharto dengan lantang di hadapan 7000 manusia yang berjubelan. Saya masih merasakan ‘jithok mengkorok’ ketika Emha tegas berkoar mengkritik kebijakan rezim orba. Satu debaran kecil dengan pertanyaan apakah Emha ini tidak ditembak intelegen begundal Suharto? Akhir-akhir ini saya baru mengerti kenapa itu tidak terjadi. Ternyata di dalam buku tamu dan administrasi kepresidenan, tidak ditemukan sekecil pun dana dari presiden baik berupa uang santunan atau sumbangan atau sejenis kepada Emha. Sementara hampir semua tokoh kondang yang pernah terdengar di blantika percaturan sejarah Indonesia, tidak ada yang lolos dari dana ‘suap’ Suharto.

Selain Emha, Gus Dur juga sering turun ke wilayah kecil Jombang untuk nyambangi lahan NU-nya, sebab, NU pasti mempunya area istighosah yang tidak bisa dipandang sepeleh pengaruhnya. Namun kedatangan Gus Dur tidak ajeg setiap bulan seperti Emha. Apalagi Cak Nurcholis Madjid, ia hanya pulang jika ada undangan dari instansi dan lembaga yang membutuhkan kahadirannya. Sedang sastrawan penyambung masa di Jombang, seperti sayur sawi yang harus dijebol dari bedengnya supaya tumbuh gemuk di lahan baru. M. Shoim Anwar misalnya, lelaki berkumis tipis asal Sambong harus tertancap di Surabaya dengan buku terakhir yang saya ketahui Asap Rokok di Jilbab Santi. Begitu pula Fahrudin Nasrulloh lelaki pendek asal Lembah Pring Mojokuripan Sumobito harus ‘katut babon’ ke kota Pahlawan dengan buku terbarunya Syekh Bejirum dan Rajah Anjing. Abidah El Khaleiqy justru tidak besar di Jombang dan wajar mengalami diskontinuitas dengan generasi baru Jombang. Tangan kepenyairan Abidah seperti melambai selamat tinggal masa kecil dan tegas menggaris pengakuan sebagai pemukim Yogya. Ahmad Muhaimin Azzet, terakhir saya dengar sudah ‘ngluthuk’ dengan aliran sufinya, hanya ‘nyambangi Jombang ketika hari raya saja.

Emha yang terus riwa-riwi antar Jombang Yogya-Jombang-Indonesia-sesekali keliling dunia, tiap bulan masih menelurkan buku terbarunya: Demokrasi, Folklore Madura, Tidak Jibril Tidak Pensiun, Kumpulan cerpen BH, Istriku Seribu, Kagum Pada Orang Indonesia, Ikrar Khusnul Khotimah, Banjir Lumpur Banjir Janji. Namun bukan buku-buku Emha tersebut yang penting, ialah bagaimana konsekuensi Emha sebagai sastrawan-penulis-tetap bertanggungjawab terhadap generasi berikutnya dalam upaya melahirkan penulis, menggugah kreatifitas kaum muda. Dan hal demikian dibuktikan Emha sekeluarga dengan mengadakan Forum Silaturrakhim Pengajian Padhang mBulan yang sudah berjalan 15 tahun di rumahnya.

Selain Emha, penulis Jombang yang getol menggerakkan aktivitas literasi di tanah kelahirannya ialah Fahrudin Nasrulloh. Ia menggali kantung-kantung muara komunitas yang dialiri dari sungai kesenimanannya selama ‘mbambong’ (kuliah) di Yogya. Forum Geladak Sastra, adalah ide yang ‘berhasil’ digerakkan dengan tujuan menjembatani untuk mengapreseasi berbagai karya yang dihasilkan oleh penulis baru atau pun pendahulu dengan tiga titiktumpu agenda: membedah karya penulis lokal dan luar Jombang serta menggelar diskusi budaya dengan berbagai tema.

Dengan Geladak Sastra ini Fahrudin mengenalkan budaya: ‘acara terlaksana dengan menekan minim dana’, di mana pembicara diminta kerelaan untuk bersedia meski hanya ‘berhonor’beberapa buku sebagai rasa terimakasih. Kecuali pembicara dari luar Jawa Timur atau kota jauh dari Jombang, kadang beberapa anggota Geladak Sastra harus urunan uang sebagai pengganti biaya transportasi pembicara.

Cara demikian sertamerta menanggalkan anggapan bahwa sebuah acara hanya terlaksana dengan dana besar. Dengan kesadaran bersama untuk maju, saling berbagi, memperluas dan mempererat jaringan, merupakan entripoint tersendiri sebagai tungku penyulut kegumbrigahan proses berkesenian. Hingga tulisan ini saya turunkan, Geladak Sastra sudah menapakkan jejak pada putaran ke 15 dengan membedah cerpen Syekh Bejirum dan Rajah Anjing karya Fahrudin sendiri pada 02 April 2011yang mendatangkan Dwi Cipta (cerpenis asal Yogya). Sementara pada putaran sebelumnya membedah buku Asep Zamzam Noor yang dihadiri Kusprianto Namma (peminat sastra pedalaman dari Ngawi) dan Suyitno Ethex (penyair Mojokerto).

Selaras dengan Geladak Sastra, juga merebak berbagai komunitas baru atau lama yang mulai merutinkan kegiatannya. Dari wilayah Mojoagung, komunitas Tirtoagung pimpinana Haris dkk, ajeg dengan rutinan malam Jum’at Kliwon. Kecamatan yang paling padat seniman ini, Haris dkk berdampingan dengan komunitas lain di sekitarnya: komunitas Alief pimpinan Purwanto, teater Wadtera pimpinan Bambang Bey Irawan, komunitas Isuk-Isuk pimpinan Jainal Fuadin yang mereka lahir dari rahim kesenimanan sang sutradara MS. Nugroho dan Edy Haryoso.

Dari kawasan Jombang kota, komunitas yang mulai rutin dan mencair ialah KOMA Tambakberas. Acara ‘Malam Pituan’ yang diselenggarakan setiap bulan, mulai berloncatan ke berbagai pondok yang ada di Tambakberas. Demikian juga Lesehan Sastra yang melibatkan santri putri, sudah mengawali keajegannya tiap bulan.

Kawasan selatan kota mulai muncul Lentera Sastra yang dihandle Hadi Sutarno bersama segenap penggiat sastra mahasiswa kampus AMIK. Konsep Lentera Sastra yang tidak terlalu formil dan lebih bersifat ‘omong-omong blek’, ternyata mampu mengilhami beberapa komunitas untuk lebih berani membuka diri menggagas terlaksananya suatu kegiatan yang selama ini tabu dan iwuh dalam pandangan mereka.

Menyimak acara yang paling hangat dalam komunitas Lentera Sastra pada 30 April 2011, seolah ada yang menyentak bagi seniman Jombang, yakni berkumpulnya para pegiat senior seperti Cucuk SP, Anjrah Lelono Broto, Farid Dulkamdi (barisan teater KTI ), Cak Kepik (sesepuh teater Suket), Zeus Anggara (intelektual sastra dari Rejoso), Purwanto (Alief) dan Pak Idkhol Jempol (pecinta sastra yang pernah bermukim di Arab Saudi), Haris dan pasukannya (Tirtoagung), Jabbar Abdulloh (lurah Geladak Sastra). Tampak juga Toni Saputra dari penggerak Arisan Sastra di kawasan Trenggalek: sebuah rutinan sastra yang dikuati sesepuh Bonari Nabonenar, Nurani Soyomukti, mBah Hardho Sayoko Spd (penyair Macan Loreng dari Ngawi).

Yang menarik atas kehadiran mereka adalah ‘kesediaannya’ untuk terlibat membina kaum muda, padahal acara yang digagas hanyalah membedah puisi Mahendra PW (siswa SMAM I) dan Inung Ardiansyah (ketua BEM AMIK) yang masih tergolong anak kemarin sore dalam dunia sastra. Mereka inilah orang-orang yang berjiwa besar, tidak lantas risih dengan mempertaruhkan martabat ketika menghadiri acara anak kecil. Kelenturan jiwa semacam ini merupakan metode khusus bagi seniman yang berpotensi besar. Yakni kesediaan mengosongkan gelas kebesarannya supaya muat dituangi ilmu kembali.

Banyak sesungguhnya komunitas di Jombang yang masih melempem, individualis yang terkesan sebagai ‘santri mung gedekno konthol’: usreg dengan dirinya namun tak kunjung melahirkan karya. Karakter seniman semacam ini seperti kodok, betapa pun ia ditidurkan di kasur, akan mencolot kembali ke jublangan. Keberhasilannya hanya sebatas kebanggaan diri, menukar keberhasilan dengan tendensi agar dilihat orang tertentu, komunitas tertentu. Selesailah. Tidak ‘rahmatan lil alamin’: menang dewe enak wong akeh, dan bukan menang dewe enak coglok e dewe.

Kapan mereka jenggirat, Jombang pasti terdengar gemuruh raungan dari setiap celah. Jajaran alumni STKIP Jombang misalnya telah melahirkan komunitas Endut Ireng (Aang Fatikhul Islam), Gubuk Liat (Rahmat Sularso, M. Rifqirrahman, Rangga Obenk dkk), Liswas (Aditya Ardi Nugroho dan Agus Sulton). Dari Ikaha Tebuireng, ada Fathurrahman Karyadi dkk yang menggerakkan Majalah Triwulan Tebuireng. Dari Undar dikooptasi oleh Sanggar Sinau (Hadi S dan Anis Zamroni: dosen). Sementara dari pucuk Wonosalam terdengar Pecangkul (Junaidi Jun: dosen Ekonomi Undar). Di lingkungan PP. Darul Ulum Rejoso bercokol teater ‘Dua’yang dipegang oleh Luay.

Tidak hanya di Jombang, di seluruh wilayah Indonesia mana pun, generasi muda berhak menanyakan sejauh mana keterlibatan para seniaman besar dalam membina generasi penerusnya. Jika tidak, dan seniman besar itu hanya sibuk dengan kebesarannya, maka selesailah seniman besar itu di mata kawula muda. Tidak ada kehebatan sedikit pun kebesaran yang hanya disanjungkan untuk dirinya sendiri.

Sebaliknya, para seniman muda juga tidak lantas gelenggem, ngalem, sok besar, inklusif, jagakno digerakkan para seniman besar. Keduanya ibarat sepeda yang harus seimbang antara roda depan dan belakang, tidak gembos sebelah, agar nyaman dan gendring dinaiki.

Sepanjang pengalaman sejarah, Indonesia terbukti gagal dengan model kemunculan tokoh individualis. Yang diperlukan selanjutnya hanyalah kekuatan menyeluruh dari berbagai lini lapisan masyarakat. Di mana para sepuh dan kaum muda, berada dalam satu ruang untuk menyelenggarakan pengantin-pengantin pembangunan kesenian, kebudayaan, ekonomi, politik dll.

*) Penulis adalah Tim Lincak Sastra sekeluarga.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita