(Apresiasi Atas Buku Leksikon Sastra Riau)
Marhalim Zaini
http://www.riaupos.com/
Betapa pun pakar semiotika Roland Barthes (1915-1980) menggemaungkan, “the death of the author,” saya yakin, kita masih sangat percaya bahwa sosok sastrawan (pengarang) tak dapat dengan mudah “terpisah” dengan karyanya.
Dan tentu, kita juga tahu bahwa Roland Barthes memang tidak sedang hendak “memisahkan” keduanya, meski dia menandaskan tentang “matinya seorang pengarang.” Sebab, makna kematian di sini bukan berarti nama si pengarang serta merta terhapus dari karyanya, menjadi anonim nasibnya, akan tetapi ini soal “makna” yang menguar dari teks karyanya itu. Di titik ini, si pengarang tidak lagi punya “kekuatan” untuk menjangkau makna akhir dari (teks) karyanya. Tak ada otoritas tunggal. Begitu sampai ke tangan pembaca, teks seperti liar tak terkendali, dan “tanda-tanda” bertebaran, memproduksi makna-makna baru. Maka, jika begitu, bukankah yang “hidup” dan terus “lahir” adalah para pembaca?
Lalu, apa kabar si pengarang? Ya, mestinya dia tetap sebagai pengarang, yang terus bekerja melahirkan teks yang baru. Teks yang juga kelak, setelah lahir, akan menempuh perjalanan nasib yang sama. Apakah kemudian teks itu akan diterima dan tumbuh dalam dunia permaknaan pembaca yang beragam dan luas, serta menuai populeritas tersebab berbagai faktor yang membesarkannya, atau ia tersudut di ruang-ruang sunyi dan kehilangan daya hidup (juga oleh tersebab berbagai faktor intrinsik atau ekstrinsik), tentu kita serahkan saja pada waktu. Yang pasti, pengarang tak boleh berhenti dan menyerah oleh “nasib tak baik” yang menimpa karyanya, juga “nasib tak baik” yang juga kerap menimpa diri si pengarang sendiri. Tak beruntung secara ekonomi misalnya, tak pula “dihargai” dalam lingkungan sosial yang masih jauh dari tradisi keberaksaraan, dan sejumlah ketakberuntungan lain yang kerap membuat banyak orang untuk lari dari pilihan menjadi pengarang. Maka kondisi semcam ini pun, pengarang (mestinya) tetap terus saja menyusun jejak-jejak biografisnya (lewat karya-karya) dalam sejarah duniakepenulisan/kesusastraan, sampai ia menemu batas, menemu tetes akhir dari tinta kalamnya.
Jejak. Ya, ihwal merekam jejak inilah yang sesungguhnya terkait dengan hadirnya berbagai buku dalam berbagai bentuk: kamus, leksikon, ensiklopedi, buku pintar, bibliografi, dan entah apa lagi namanya. Ihwal merekam jejak inilah pula yang sedikit-banyak dapat “mengobati” rasa kecil-hati si pengarang, untuk kemudian membantunya meneguhkan eksistensi, baik secara individu maupun komunal. Tapi kenapa jejak? Sebab yang tertulis/tertera di sana adalah sesuatu yang lampau, yang telah terjadi, yang telah dilalui, sebuah sejarah. Maka dalam konteks dunia penciptaan sastra, jejak itu adalah karya. Jejak seorang pengarang adalah karya. Tak pernah ada yang namanya pengarang, sebelum karya lahir. Dan “nilai” dari karya pulalah yang akan membuat jejak perjalanan seorang pengarang menjadi penting atau tidak, menjadi bernilai atau sekedar tercatat namanya.
Selain itu, tak dapat dinafikan bahwa kehadiran buku-buku sejenis ini adalah referensi penting bagi para peneliti sastra, terutama yang hendak mendekati kajian melalui struktural genetik, psikologi sastra, sosiologi sastra, dan beberapa pendekatan lain. Studi tentang tokoh sastra pun secara historis, sudah sangat banyak dilakukan para sejarawan bahkan sejak era Yunani Kuno. Dan aspek biografi, menjadi tak terhindarkan hadir sebagai salah satu sumber utama mereka. Artinya, lewat studi inilah kelak sebuah buku sejenis ini diuji, apakah nama-nama yang tercantum di dalamnya representatif atau tidak, sudah patut dicatat atau belum.
Cukup banyak, buku yang mencoba merekam jejak dunia kesusastraan kita di Indonesia. Pamusuk Eneste saja setidaknya telah menyusun dua buku sejenis, Leksikon Susastra Indonesia (Balai Pustaka, 2000), dan Buku Pintar Sastra Indonesia (Kompas, 2001). Berikutnya Hasanuddin WS dengan buku Ensiklopedia Sastra Indonesia (Titian Bandung, 2004). Jauh sebelumnya, di tahun 1989, seorang dosen dari University of London, Ernest Ullich Krastz, juga telah menyusun Bibliografi Karya Sastra Indonesia, spesifikasi tentang naskah drama, prosa, dan puisi yang terbit di majalah di tahun 1920-1980. Belum lagi yang ruang lingkupnya lebih kedaerahan, seperti Leksikon Sastra Jakarta, Leksikon Sastra Aceh, dan termasuklah di Riau yang kini telah hadir buku Leksikon Sastra Riau, selain juga di dunia maya yang sedang dikerjakan oleh Sutrianto dengan tajuk Pusat Dokumentasi Sastra Melayu Riau. Apapun bentuk dan namanya, saya kira, pencinta sastra Riau khususnya, patut menyambut baik berbagai upaya untuk pengembangan dan pergerakan sastra di negeri ini.
Leksikon Sastra Riau yang disusun oleh Husnu Abadi dan M Badri (diterbitkan oleh BKKI Riau dan UIR Press, Januari 2009) adalah juga sebuah jejak. Karena dalam buku setebal 154 halaman ini terkandung biografi 173 sastrawan. Jika mendasarkan diri pada isi kandungan buku ini (yang hanya berisi biografi sastrawan) maka andai boleh saya memberi usul, ihwal penyebutan judul buku, hemat saya lebih terwakili jika diubah menjadi Leksikon Sastrawan Riau Modern. Kata “sastrawan” di sana jelas merujuk kepada individu pengarangnya, yang memang nampaknya menjadi fokus dalam penyusunan leksikon ini. Sebab, jika dipakai kata “sastra” maka mestinya yang terkandung di dalamnya tak hanya biografi sastrawannya, akan tetapi berbagai hal-ihwal yang terkait dengan dunia sastra di Riau secara lebih luas.
Semisal yang dapat kita tengok dalam buku yang disusun Pamusuk Eneste di atas. Dalam Leksikon Susastra Indonesia, selain biografi sastrawan juga tercantum berbagai majalah sastra dan penerbit sastra. Agaknya, untuk lebih spesifik lagi, dalam Buku Pintar Sastra Indonesia, Pamusuk membagi dalam sejumlah sub: Biografi Pengarang dan Karyanya, Majalah Sastra, Penerbit Sastra, Penerjemah, Lembaga Sastra, sampai pada Daftar Hadiah dan Penghargaan. Sementara itu, untuk kata “modern” sebenarnya hanya memberi garis pembatas dan wilayah kerja penyusunan buku ini, sebab memang lebih terfokus pada sastrawan Riau modern, tak termasuk para pengarang klasik macam Raja Ali Haji, Raja Zaleha, dan yang lain-lain lagi.
Saya percaya, sebagai sebuah awal dari kerja yang sebetulnya tak bisa dikatakan mudah, Leksikon Sastra Riau (selanjutnya disingkat LSR) ini, tentu saja memiliki sejumlah kelemahan. Tidak mudah, karena tak semua penyuka sastra yang mau dengan rajin mengungkai satu persatu riwayat hidup sastrawan dan karyanya. Kerja semacam ini, sesungguhnya lebih pada kerja “pengabdian” terhadap dunia sastra. Kerja yang lebih didasari dari betapa pentingnya mencatat dan mengumpulkan proses kreativitas di dunia sastra. Jika pun kemudian terdapat kelemahan, ia adalah jalan menuju “kesempurnaan” (meski tak ada yang betul-betul sempurna di dunia ini). Lima tahun terkahir misalnya, saya juga telah turut melakukan kerja semacam itu, dengan mengkliping (hampir) semua karya penulis Riau yang termuat di media massa dan buku. Selain untuk dokumentasi, saya sangat membutuhkannya untuk dapat melakukan pembacaan atas pergerakan sastra yang terjadi dari tahun ke tahun. Setidaknya, tiap akhir tahun (sejak 2005-2008) saya berupaya untuk menulis “Catatan Sastra Riau.” Maka, harapan terbesar kita terhadap hadirnya LSR tentu dalam proses kerja-kerja berikutnya, bisa menjadi salah satu data dan dokumen representatif dan komprehensif tentang dunia sastra (di) Riau.
Untuk berupaya ikut mendukung terwujudnya harapan itu, di sini saya hendak mendiskusikan sejumlah hal. Selain, judul buku yang sudah saya ulas di atas, hal lain yang hemat saya patut dipertimbangkan adalah tentang penjelasan-penjelasan yang lebih “akademis” (di samping soal rujukan yang sudah disarankan dalam esai Musa Ismail di Harian Riau Pos, beberapa waktu lalu) dan lebih argumentatif tentang berbagai aspek metode yang dipakai penyusun dalam mengerjakan buku ini. Penjelasan itu tentu diharapkan tertera pada pengantar buku, sehingga pembaca dapat merujuknya ketika menemukan sejumlah hal yang “mengganggu.” Nah, pengantar yang saya temukan dalam buku LSR ini, hemat saya belum memadai untuk dapat menjawab beberapa hal yang “mengganggu” itu.
Di antaranya soal selektivitas nama-nama yang masuk dalam LSR. Bagaimanakah sebenarnya metode (atau semacam standarisasi) yang dipakai penyusun untuk memilih dan juga memilah nama-nama yang masuk dalam daftar inventarisasi (daftar pendataan awal). Jika memang tujuannya “sekedar” bersifat dokumentatif, semata-mata hendak mengumpulkan semua yang “pernah” menulis sastra, meski hanya satu-dua karya, maka buku ini pun akan berhenti pada setakat titik itu. Kegelisahan awal penyusun—yang sempat diutarakan dalam pengantar buku ini—memberi kesan pada saya bahwa sebab utama buku LSR disusun adalah lebih pada karena tidak banyak ditemukannya nama-nama sastrawan Riau dalam berbagai buku sejenis. Saya kira, boleh jadi kerisauan ini juga menjadi kerisauan kita semua. Namun, andai saja, penyusun dapat menjelaskan satu atau dua nama yang dimaksud (yang tidak masuk dalam buku sejenis), dengan sejumlah data yang ada, maka ini tentu dapat membantu menyempurnakan buku yang disusun oleh Hasanuddin, maupun Pamusuk. Sebab, seturut Husnu Abadi, saya meyakini bahwa para penyusun buku sejenis, tampaknya memang tidak maksimal menjangkau “titik-titik penyebaran informasi.”
Agaknya, tidak banyaknya nama-nama sastrawan Riau masuk dalam buku sejenis itulah yang kemudian mendasari dan memotivasi penyusun buku LSR untuk juga menyertakan sejumlah nama yang menurut saya “mengganggu,” sehingga proses selektivitas menjadi terkesan lemah.
Misalnya, penjelasan biografis atas nama Qori Islami (hal. 78), yang lebih menunjukkan bahwa ia adalah seorang pembaca puisi, tanpa menyertakan satu pun judul karya, membuat nama itu tak representatif untuk masuk, meski telah melakukan pembacaan puisi sampai ke luar negeri. Contoh lain, nama Asori (tertulis di LSR, sementara dalam buku antologi puisi & cerpen pemenang lomba DKR, 1994 tertulis Nasori) dan nama Ruswanto (hal. 83) terdapat kesamaan kalimat biografi, yang membedakan hanya satu karya mereka masing-masing. Hal ini, saya kira, juga membuat pembacaan kita atas pengarang tersebut sangat terbatas, dan belum memadai untuk dapat disertakan dalam sebuah leksikon. Contoh lain, pada nama Saidat Dahlan (hal. 85), tak ada contoh karya sastra yang disebut di sana.
Menjadi juri lomba penulisan sastra, saya kira, tak serta merta dapat memberi kategori sastrawan atas tokoh tersebut. Selain itu, agaknya penting juga membuat klasifikasi menjadi “Kritikus Sastra Riau” misalnya pada sejumlah nama yang tertera dalam LSR ini, seperti UU Hamidy, Muchtar Ahmad, dan beberapa nama lain.
Selektivitas juga terkait tentang penjelasan apakah sastrawan yang tertera dalam LSR dapat disebut sebagai “sastrawan Riau.” Penyusun memang telah memberi penjelasan prihal ini dalam pengantar, dengan kategori: lahir di Riau, atau tinggal di Riau, atau yang pernah mengenyam aura negeri Riau dengan bertempat tinggal beberapa masa di Riau. Pada prinsipnya, saya turut sepakat dengan kategori tersebut. Meskipun, harus juga dilihat apakah sastrawan tersebut juga melakukan proses menulis di Riau, dan ikut “mengalami” pergerakan sastra (di) Riau. Nama Sariamin Ismail (hal. 87) misalnya, dari keterangan biografinya, agak ragu bagi kita apakah ia bisa dikatakan sebagai sastrawan Riau.
Sementara ia lahir di Pasaman, jadi guru di Bengkulu dan Bukittinggi. Keterangan bahwa “terakhir bermukim di Pekanbaru, dan punya kegemaran memelihara bunga” tak dapat menunjukkan indikasi yang akurat dan kuat bahwa ia dapat dikatakan sebagai sastrawan Riau. Meskipun misalnya banyak orang dari generasi Sariamin mengatakan bahwa ia memang benar sastrawan Riau, tapi jika merujuk ke buku LSR, pernyataan itu sulit dibenarkan.
Selain Sariamin, ada nama Aldian Arifin (hal. 6), yang bagi saya, juga sulit untuk mengindikasikan bahwa ia adalah sastrawan Riau. Terutama karena sejumlah data utama menunjukkan ia lebih cenderung ke Sumatera Utara. Selain itu, hemat saya, penting juga bagi penyusun untuk memberi penjelasan lebih kuat tentang kenapa para sastrawan dari Kepulauan Riau juga masuk dalam buku ini.
Saya kira, terlepas dari berbagai tema diskusi yang saya suguhkan di atas, saya hendak mengapresiasi bahwa boleh jadi penyusun buku LSR ini sedang hendak memperlihatkan panorama (atau mungkin dinamika) perkembangan sastra Riau itu. Jika kita semua yakin bahwa mereka yang tercatat dalam LSR ini adalah para sastrawan Riau, maka hari ini, saat ini, kita patut berbangga sekaligus bersedih. Kenapa? Bangga karena rupanya demikian ramai sastrawan kita, demikian semarak dunia sastra kita. Bersedih, karena kita harus bertanya, di manakah (karya-karya) sebagian dari mereka kini?***
SPN Marhalim Zaini, SSn, menulis dalam berbagai genre. Sepuluh bukunya telah terbit. Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan Portugal. Terpilih sebagai 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008 dan 60 Puisi Indonesia Terbaik 2009 oleh Anugerah Pena Kencana. Diundang baca karya pada International Literary Biennale 2005 dan Ubud Writers and Readers Faetival 2007. Kini berkhidmat sebagai Kepala Sekolah Menulis Paragraf.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar