Pewawancara: Luky Setyarini
http://www.ruangbaca.com/
Ketika Revolusi Budaya dilancarkan di Cina antara 1966-1976, ada sekelompok penyair yang karena gaya puisinya yang sulit dipahami, seperti berkabut, disebut sebagai Misty Poets. Salah satu dari para penyair kritis yang aktif menulis di majalah Jintian (Today) itu adalah Yang Lian.
Lahir di Swiss pada 1955, ayah Yang seorang diplomat. Ketika keluarganya pulang kampung, Yang muda dikirim ke pedesaan Changping dekat Beijing, untuk mengikuti program reedukasi. Seorang putra diplomat yang berpendidikan tinggi memang diwajibkan belajar dari petani. Metode ini digunakan di masa Mao Zedong pada akhir 1960-an hingga awal 1970-an. Selama tinggal di pedesaan, Yang mulai menulis puisi.
Sekembalinya ke Beijing, Yang bekerja di stasiun pemancar radio pemerintah. Pada 1979, Yang bergabung dengan kelompok penyair yang menulis untuk Jintian. Gaya puisi pria berusia 54 tahun ini berubah menjadi modern, eksperimental, yang jamak dipraktekkan para penyair Misty Poets. Pada 1983, karyanya berjudul Norlang (nama suatu air terjun di Tibet) membuat gusar pemerintah Cina. Surat penangkapan untuk Yang dikeluarkan, namun Yang berhasil lolos.
Ketika militer Cina menumpas demonstrasi di Lapangan Tiananmen dengan kekerasan –dikenal sebagai Peristiwa 4 Juni 1989 — Yang berada di Selandia Baru dan ikut menggelar aksi protes terhadap kekerasan oleh pemerintah Cina. Karya-karyanya kemudian dilarang beredar di Cina, termasuk dua calon buku yang akan diterbitkan waktu itu. Tak lama kemudian, kewarganegaraannya pun dicabut dan dia memohon suaka di Selandia Baru. Pada 2008, dia terpilih sebagai salah satu anggota Dewan PEN Internasional, perhimpunan penyair, esais, dan novelis. Sejak 1993, dia bermukim di London.
Pada pertengahan Oktober lalu, Yang hadir di Pameran Buku Frankfurt. Reporter Tempo Luky Setyarini berkesempatan mewawancarainya. Berikut petikannya.
Kenapa Anda hadir di pameran ini?
Titik perhatian dari pameran ini adalah seluruhnya mengenai Cina, tentang sastranya, politiknya. Dalam hal ini, membawa Cina menjadi fokus masyarakat internasional. Karena itu, diskusinya mengenai apa pun, politiknya, atau sastra, linguistik. Saya pikir ini sangat penting bagi pernyataan mengenai perubahan Cina dari versi lama era Perang Dingin hingga bergerak menjadi — yang saya harap –sedikit menjadi versi baru. Makanya saya tertarik untuk datang.
Pemerintah Cina juga hadir. Anda tidak merasa khawatir, takut, atau terancam dengan melontarkan pendapat Anda?
Tidak. Saya memang sudah beberapa kali ke Cina. Namun setelah peristiwa Tiananmen saya tidak pernah kembali menjadi bagian dari Republik Rakyat Cina. Pertama kali saya kembali ke Cina pada 1995, ketika saya mengganti kewarganegaraan Selandia Baru. Cina menjadi negara asing bagi saya, tapi saya menulis dalam bahasa ibu. Saya tidak mengakui badan politiknya, tapi saya mengakui bahasa dan tradisinya. Ya, saya tahu mereka di sini. Lalu mengapa? Mereka ada di mana saja.
Cina saat ini ibarat memiliki wajah ganda. Satu wajah kapitalis, satu lagi komunis. Menurut Anda?
Istilah yang tepat adalah Cina merupakan komunis terburuk dan kapitalis terburuk. Inilah yang paling tepat untuk menggambarkan Cina, karena saya dapat kembali ke Cina dan melihat Cina dari dalam, sejauh ini. Ada beberapa bagian, seperti menteri propaganda, yang menjadi mitra langsung penyelenggara Pameran Buku Frankfurt. Mereka adalah bagian dari Cina dan pemerintah Cina yang paling, paling buruk. Mereka tidak membawa tanggung jawab yang nyata ke dunia nyata. Mereka hanya bertanggung jawab supaya mesin ideologi tetap berfungsi, bertanggung jawab hanya terhadap pemimpin mereka, dan tidak terhadap rakyat.
Banyak penulis dan seniman Cina dipenjara karena pemikiran vokal dan bebas mereka. Bagaimana menurut Anda?
Memang, sayang sekali. Sekali lagi, secara linguistik, ini merupakan bagian terburuk dari yang terburuk dari Cina, yaitu sensor tegas terhadap pendapat dan pemikiran bebas, dan mereka sangat takut terhadap kata-kata. Di titik ini, tidak disangkal lagi, kita harus berjuang demi pembebasan para penulis itu. Kita harus berbicara untuk mereka, kita harus berjuang sebisa mungkin untuk mereka. Makanya, ketika tahun lalu saya dipilih menjadi anggota Dewan PEN Internasional, saya juga mendorong perubahan di lapisan lain, tapi fokusnya terutama pada para penulis yang ditahan. Kami mempublikasikan daftar penulis yang berada di penjara ke hadapan internasional. Ini merupakan hal yang menyedihkan.
Anda kan dapat mengunjungi Cina. Bisa diceritakan bagaimana situasi kesusastraannya saat ini?
Inilah masalah terbesarnya. Karena kontrol politik dan sensor di satu sisi, dan pasar yang sangat besar di sisi lain, para penulis yang sebenarnya pemikir independen ditekan dari dua sisi, kekuasaan dan uang.
Jadi, ada dua kemungkinan. Pertama, penulis menjadi seseorang yang punya pemikiran kuat, memiliki pemahaman yang jernih mengenai dirinya, tulisan apa yang ingin dibuat, makanya peganglah prinsip itu, jangan peduli akan dipublikasikan atau tidak, penulis itu akan menjelma dengan jiwa tradisi klasik yang luar biasa dan menjadi penulis besar internasional.
Tapi, sayangnya, hanya sedikit penulis Cina yang ingin melakukannya. Sebagian besar lebih suka menjadi pemain, terikat pada pohon sensor, tapi bergegas ke pihak komersial dan menulis hal seperti makanan instan, seperti McDonald’s. Karena mereka ingin menulis hari ini, menjualnya besok, dan mendapat banyak uang besok lusanya. Dalam kasus ini, pasar bukanlah pasar yang sebenarnya. Ini sebenarnya pasar yang tidak sehat dengan kontrol ideologi.
Saya sudah membaca puisi Anda dan saya pikir karya Anda tidak ’berbahaya’. Apakah puisi Anda masih dilarang diterbitkan di Cina?
Puisi punya gerakan yang menarik. Kami untungnya menulis puisi yang tak mudah dipahami. Sejak kami mulai menulis, sejak kami meninggalkan dunia yang besar dan palsu seperti sosialisme, kapitalisme, kami menggunakan bahasa yang murni dan klasik, serta menggunakan matahari, bulan, air, kegelapan, kehidupan, ajal. Makanya, puisi-puisi kami disebut misty poems atau puisi yang diselubungi kabut. Karena, itu tadi, puisi kami tidak mudah dipahami, dan diasosiasikan dengan slogan politik.
Jadi, puisi-puisi kami tak hanya bercerita mengenai perlawanan terhadap propaganda politik, tapi juga menunjukkan hasrat puitis, melalui bahasa, juga mempertanyakan diri sendiri sedalam mungkin. Makanya tidak hanya mengenai hitam dan putih, tapi penuh dengan kompleksitas, kekayaan, perasaan diri yang kontradiktif, tapi pada akhirnya bentuk yang kreatif.
Pada dasawarsa 1980-an, ketika gerakan politik dibungkam, karya saya dilarang, lalu ketika demonstrasi Tiananmenn dirusak, buku-buku dimusnahkan. Itu bukan karena mereka memahami puisi saya. Mereka melarang karya saya, bukan karena puisinya, tapi mereka ingin menghancurkan saya. Jadi, sebetulnya, sang penyairlah alasannya. Jadi, puisi mati mengatasnamakan penyairnya.
Sekarang, ketika seluruh Cina menjadi komersial, masalahnya bukan lagi sensor dan melarang puisi karena politis. Puisi itu sendiri disensor secara komersial, alasan komersial. Para penerbit hampir begitu saja berhenti mencetak puisi apa pun. Karena tidak menjual. Karena itu bukanlah bisnis budaya, melainkan sekedar bisnis. Mereka tidak peduli pada gelombang budaya. Sangat menyedihkan bagi Cina, negara yang memiliki tradisi besar dalam puisi klasik. Tapi saya tetap melanjutkan menulis puisi. Tak peduli apa mereka mau menerbitkannya atau tidak, atau mereka bilang bagus atau tidak. Saya pikir, puisi itu sangat penting bagi saya sendiri.
Anda tinggal di London, Anda juga berkeliling dunia. Apakah Anda merasa bagian dari masyarakat penulis dan seniman dunia?
London adalah tempat pertemuan yang besar. Bukan karena begitu banyaknya komunitas, tapi sebenarnya karena kedalaman, sejarah, dan tradisi Inggris Raya itu sendiri sebagai lapangan pemikiran terbuka. Namun saya tidak menempatkan diri saya dalam panggung besar itu. Saya juga menciptakan London versi sendiri. Buku yang Anda miliki, Lee Valley Poems, adalah puisi-puisi London versi saya. Ini bukanlah puisipuisi London, tapi puisi-puisi London kepunyaan Yang Lian. Lee Valley adalah lembah dekat rumah saya di London, tempat saya jalan-jalan.
Apakah dengan begitu, London menjadi kampung halaman Anda? Atau masihkah Cina menjadi kampung halaman Anda? Ataukah dunia adalah tanah air Anda?
Puisi adalah kampung halaman saya. Itulah yang selalu saya gapai melalui pemikiran kaya saya. Itu tidak dibatasi oleh batas negara, abadi dan tanpa batas.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar