27/02/10

Monumentalisme Edhi Sunarso

Djuli Djatiprambudi*
http://www.jawapos.com/

SAYA yakin, andai Bung Karno masih hidup, sang proklamator itu pasti akan marah besar. Bayangkan, patung Dirgantara di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, kini ditelan jalan tol yang melintang dan mendominasi ruang kota. Patung yang berbentuk lelaki kekar seakan siap terbang itu tidak lagi tampak nyaman saat dilihat dari segala penjuru. Patung itu seolah-olah sudah kehilangan maknanya. Terjepit oleh modernitas kota yang terus-menerus mengepungnya.

Tentu, patung Dirgantara dibangun di kawasan Pancoran oleh Bung Karno untuk landmark Kota Jakarta, yang dia idamkan sebagai kota modern yang beradab. Kota yang tidak hanya besar secara fisik, tetapi sebuah ibu kota kebanggaan rakyat Indonesia yang memiliki makna besar.

Patung itu punya makna tersendiri bagi Edhi Sunarso, sang penciptanya, yang diminta Bung Karno untuk mewujudkan keinginannya untuk membangun simbol-simbol perjuangan bangsa. ”Bung Karno itu tidak suka yang nylekuthis. Dia suka seni yang monumental. Tidak hanya fisiknya, tapi juga maknanya,” kata Edhi ketika saya wawancarai awal 2001, saat saya menyiapkan buku Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya.

Patung berbahan perunggu dan berdiri kukuh sejak 1965 itu tidak pernah diresmikan oleh Bung Karno karena dia keburu ditelan ontran-ontran politik yang mengakibatkan dia jatuh. Bung Karno, menurut pengakuan Edhi, baru memberikan uang muka Rp 5 juta untuk membangun patung itu. Pembayaran selanjutnya diteruskan dengan cara angsuran dari uang pribadinya. Biaya keseluruhan Rp 12 juta. Tapi, hingga Bung Karno wafat, cicilan itu belum lunas. Edhi mengikhlaskan. Sebab, dari motivasi Bung Karno-lah, dia akhirnya menjadi pematung andal, penuh percaya diri, dan tidak mudah menyerah oleh kendala teknis apa pun.

”Kalau sudah mendapat order dari Bung Karno, tidak ada kata tidak bisa. Harus bisa dan harus selesai dengan sempurna,” kenang Edhi yang hingga usianya mendekati 80 tahun masih gigih membimbing mahasiswa ISI Jogjakarta.

Edhi memang punya kenangan spesial dengan Bung Karno. Pematung kelahiran Salatiga 2 Juli 1932 ini merupakan pelopor seni patung publik di Indonesia yang terpenting dan memiliki konteks historis yang kuat. Dikatakan terpenting karena dia seniman yang dipercaya Bung Karno untuk membangun ide-ide raksasa pada dekade 1950-1960. Dikatakan memiliki konteks historis kuat karena semua patung publik karyanya merefleksikan semangat bangsa yang baru merdeka.

Dari kolaborasi seorang ideolog besar sekaliber Bung Karno dan Edhi Sunarso yang pernah berguru kepada Hendra Gunawan, lahirlah sejumlah patung publik yang masih berdiri megah hingga kini. Antara lain, patung Selamat Datang (1959) di Bundaran Hotel Indonesia dan patung Pembebasan Irian Barat (1963) di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Selain itu, Edhi diminta Bung Karno untuk terlibat dalam pembuatan Diorama Sejarah Indonesia di Monumen Nasional (Monas).

Di mata Edhi Sunarso, Bung Karno memang seorang ideolog sejati. Dari pikirannya, Jakarta harus menjadi kota berperadaban modern yang memiliki nilai besar, megah, dan monumental. Untuk mewujudkan itu, Bung Karno sering memanggil sejumlah seniman dan arsitek atau dia sendiri mendatangi studio seniman dalam rangka mendiskusikan ide-ide besarnya itu. Dari situlah kemudian muncul ide untuk membangun Gelora Senayan, Jembatan Semanggi, Hotel Indonesia, dan sejumlah bangunan besar lain yang semua itu dimaksudkan untuk menciptakan kebanggaan nasional (nasional pride), sekalipun dia mendapatkan tentangan hebat dari lawan-lawan politiknya. Dari Bung Karno, Edhi mendapatkan keyakinan tinggi untuk selalu mewujudkan ide-ide besar, sekalipun pada waktu itu dia belum paham betul teknik cor logam dan teknik membuat patung berskala besar. ”Pokoknya, Bung Karno tidak mau mendengarkan berbagai kendala yang saya hadapi waktu itu,” ujar Edhi dengan mimik bangga.

***

Kini pematung yang memperoleh pendidikan dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI, sekarang ISI Jogja, Red) pada 1950-1955 dan dari Khalla Bhavan Visva Bharati Rabindranath Tagore University di Santiniketan, India pada 1955-1957 itu menyandang gelar empu ageng seni dari ISI Jogjakarta. Gelar prestisius yang diberikan pada 14 Januari 2009 itu, sekalipun terkesan terlambat untuk disematkan kepada Edhi, sungguh tepat. Gelar itu memperlihatkan bahwa Edhi memang tonggak (milestone) penting dalam dunia seni patung modern di Indonesia.

Seni patung modern Indonesia lahir sekitar 1940. Seni patung modern ini bukan kelanjutan seni patung tradisional yang memiliki garis sejarah yang kuat dan berakar dalam tradisi visual Nusantara. Pertumbuhan seni patung modern Indonesia berkiblat pada seni patung modern Barat. Jim Supangkat (1992) berpendapat, terdapat tiga gejala awal pertumbuhan seni patung baru Indonesia yang tidak berhubungan satu dengan lainnya. Gejala pertama, akibat percobaan sejumlah pelukis membuat patung sebagai usaha mencari media ekspresi lain. Gejala kedua, pembuatan patung untuk melayani kebutuhan mendirikan monumen-monumen. Gejala ketiga, akibat perkembangan jurusan seni patung di akademi-akademi seni rupa.

Dalam konteks itu, sebagai seniman yang setia dengan patung sebagai media ekspresi, karya-karya patung Edhi selain berada dalam gejala kedua juga merupakan rentetan dari perkembangan gejala ketiga. Dalam konteks gejala ketiga ini, dia juga bereksplorasi dengan berbagai material, khususnya dengan logam dan kayu. Perwujudannya tidak lagi terfokus pada patung realis, tetapi lebih bervariasi. Dari situlah, kita mendapatkan karya-karya Edhi yang terkesan kuat ide-ide formalistisnya. Watak bahan, tekstur, hubungan bentuk dan ruang, karakter garis, volume, proporsi, dan besaran (skala) secara intuitif hadir mengalir dengan kepekaan estetik yang paripurna. Dengan demikian, karya-karya patung nonpublik Edhi tampak memiliki aura tersendiri.

Tentu, kehadiran patung-patung Edhi sebagaimana terlihat dalam pameran Retrospeksi di Jogja Galeri, 14-24 Januari 2010, tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai pengampu senior di jurusan seni patung ISI Jogjakarta. Artinya, dalam konteks ini, karya-karya tersebut mencerminkan kekuatan kreativitas dan produktivitas Edhi dalam konteks gejala ketiga yang disebutkan Jim Supangkat. Dalam konteks ini pula, seni rupa modern yang berbasis pada trikotomi, yaitu seni lukis, seni patung, dan seni grafis, yang berkembang cukup pesat di dunia akademis, makin mendapatkan kekuatan baru karena telah melahirkan banyak ikon dalam seni rupa modern.

Sayang, pameran sepenting itu sebagai tanda capaian Edhi yang paripurna kurang mendapatkan ruang yang cukup. Saya membayangkan, jika pameran Retrospeksi sang empu ageng seni tersebut diselenggarakan di tempat yang luas semacam Galeri Nasional Indonesia atau di Jogja Nasional Museum, tentu ”monumentalisme” Edhi Sunarso akan terasa kuat. (*)

*) Kurator seni rupa, pengajar di Jurusan Seni Rupa dan Pascasarjana Unesa.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita