26/09/08

Pengantin Hamil

Riau Pos, 30 Maret 2003, Harian Bernas, 27 Juli 2003
Marhalim Zaini

“Kita akan bersanding, sayang. Duduk di atas pelaminan, seperti raja dan permaisuri. Daun inai yang diracik halus, akan menghiasi jemari tangan dan kaki kita dengan getah merahnya. Beras pulut, beraroma kuning kunyit, akan ditabur oleh sanak saudara di atas kepala kita, sebagai tanda, restu dan doa telah diberi. Maka hati kita pun bernyanyi, diiringi barzanji yang melantun dari mulut gadis-gadis kampung yang molek. Rampak pukulan kompang dari tangan-tangan pemuda yang belia, akan semakin menggetarkan jiwa kita, bahwa saat itu, dunia menjadi milik kita berdua. Tunggulah, sayang. Abang akan pulang….”

Bibir Suri tak pernah bisa berhenti untuk terus membaca sekeping surat lusuh di tangannya. Surat pertama yang ia terima, seminggu setelah kepergian kekasihnya, sampai kini setelah genap tujuh bulan, surat yang lain tak kunjung datang. Suri menanti, sembari terus membaca surat pertama berkali-kali. Suri menanti, sembari merasakan perutnya makin lama makin berisi. Ada bayi yang terus meronta meminta hak hidupnya dijaga. Bayi yang tak dipinta, hasil persetubuhan cinta yang liar.

“Kita harus segera menikah, sayang,” bisik Suri suatu malam yang hujan. Usai sebuah prosesi (atas nama cinta) terlunaskan. Tapi suara hujan di luar jendela, membawa pertanyaan Suri ke dasar malam. Jawaban sang kekasih hanya berupa dekapan diam dalam senyum ragu yang panjang. Dan mereka pun kembali tenggelam. Membuang jauh ingatan tentang beban kecemasan. Tentang hari esok atau lusa yang suram. Mereka tak kuasa menahan kenikmatan cinta yang terus meregang mengaliri seluruh tubuh dosa yang telanjang.

Sampai waktu begitu jenuh. Sang kekasih tiba-tiba pamit ke seberang, “Sayang, demi masa depan kita, Abang harus pergi. Mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan kita. Bukankah kita harus segera menikah?” Tak ada jawaban untuk sebuah keputusan yang logis. Suri mengangguk perlahan. Meski tak bisa ditampiknya, bahwa kecemasan itu tiba-tiba menyerang. Matanya memerah menahan resah. Di hatinya hanya ada gumam, “Selamat jalan kecemasan. Selamat jalan harapan.”

Di tepian pelabuhan, Suri berdiri melambaikan tangan. Kapal berangkat meninggalkan ombak kenangan. Hempasannya menampar wajah orang-orang yang ditinggalkan. Suri tentu tak sendiri. Sebab di pelabuhan ini, setiap petang dan pagi kapal-kapal senantiasa datang dan pergi. Membawa perantau juga pelancong yang tak puas hidup hanya di satu pulau.

Maka Suri tak boleh menangis. Ia sadar, bahwa menangis hanya akan menghanyutkannya ke laut luas tak berbatas. Dan Suri khawatir ia tak bisa kembali mengendalikan diri sebagai perempuan yang tabah, layaknya para perempuan di Teluk Gambut ini, yang harus mampu hidup dengan kaki dan tangan sendiri. Suami – bagaimanapun kelak Suri harus bersuami – tak sepenuhnya sebagai tempat bergantung hidup. Paling tidak Suri, yang baru seumur jagung ini, sudah pandai menganyam tikar pandan dan menyadap karet, sebuah keahlian wajib bagi penghuni kampung yang bernama perempuan.

Suri memang tak pernah menangis. Sampai saat ini, ketika usia bayi dalam perutnya beranjak tujuh bulan, dan hanya sekeping kabar yang datang dari kekasihnya, Suri tak menangis. Pun ketika ia diam-diam suatu malam yang pekat terpaksa meninggalkan rumah orang tuanya, pergi ke hutan durian ujung kampung dan tinggal sendiri di sebuah pondok bekas, Suri tak menangis. Suri takut, jika sampai orang tuanya tahu tentang kehamilannya sebelum menikah, jelas akan menimbulkan tangis banyak orang, Suri tak mau melihat orang menangis.

Tapi orang tua Suri, sejak Suri menghilang lima bulan yang lalu pasti tak henti-hentinya menangis. Sampai kini, sewaktu Suri diketemukan orang kampung yang sedang mencari kayu bakar di hutan durian, dan dipaksa pulang ke rumah untuk dihakimi, Suri sedikit pun tak menangis. Hanya kepalanya menunduk berusaha menyembunyikan wajahnya dari rasa malu dan bersalah. Sementara Emak meraung-raung. Abah berkali-kali mengangkat tangannya hendak melayangkan tampar ke pipi Suri. Para tetangga dan sanak famili mulai bergunjing. Kampung pun seketika menjadi serupa orang Cina karam atau orang Jepang yang kalah Perang.

Pertanyaan pun bertubi-tubi menyerang Suri. Tapi Suri tak menjawab. Sebab Suri sendiri tak tahu kenapa ia sampai berbuat begitu. Awalnya, ia sangat suka kalau kekasihnya mencium bibirnya. Kemudian lama-lama ia pun menyukai sentuhan-sentuhan kekasihnya. Dan ia tak sadar bahwa kelak sentuhan-sentuhan itu berujung pada kenikmatan yang luar biasa. Sejak itu, ia menyangka bahwa itulah yang dinamakan cinta.

“Percuma Guru Murad mengajar kau ngaji setiap malam, akhirnya zina juga yang kaukerjakan. Dasar anak yang tak tau diuntung!” Semburan suara Abah berdenging di telinga Suri. Suri tertunduk semakin dalam. Suri tahu, ia telah berdosa. Dan Suri juga tahu, dosa ini begitu memalukan bagi keluarganya. Apalagi Abahnya adalah orang terpandang di kampung ini. Tapi apakah cinta adalah dosa? Suri bingung. Usianya yang masih belia, membuat pikiran Suri bercabang dua. Dosa mengantar Suri ke pintu neraka. Cinta memberi Suri kebahagiaan yang luar biasa.

“Sudah kubilang jangan sering keluar malam. Tapi kau degil. Tak pernah dengar cakap aku. Sekarang tengoklah akibatnya. Perut kau buncit, tak tahu entah siapa jantannya.” Suara Abah menyambar-nyambar serupa petir. Suri bergeming. Kepalanya sedikit pusing. Teringat kekasih di seberang. Seorang lelaki tanggung, anak Pak Selamet, kepala desa, tetangga sebelah rumah. Suri kembali bingung. Haruskah ia mengatakan siapa yang harus bertanggungjawab terhadap bayi dalam perutnya itu. Dan bagaimanakah caranya membahasakan kedalaman cintanya pada sang kekasih, kepada kedua orang tuanya. Suri memilih untuk diam.

“Suri!” Abah membentak. “Katakan siapa lelaki itu!”
Pada awalnya Suri ragu. Tapi tiba-tiba tumbuh keberanian dalam hatinya. Keberanian yang datang dari keinginan besar untuk segera dinikahkan. Suri pun perlahan mengulurkan sepucuk surat yang lusuh, yang tak pernah lepas dari genggamannya. Mata Abah menyala penuh tanya. Emak berhenti dari raungannya. Orang-orang kampung terdiam dari gunjingannya. Ada satu pertanyaan dengan seribu jawaban yang mendesak-desak dalam benak mereka. Siapakah gerangan sang jantan yang begitu berani menghamili anak tunggal orang terpandang di kampung ini?
***

Malam yang hujan. Tempiasnya leleh di kaca jendela. Ada bayang-bayang kenangan least di mata Suri yang layu. Ada bekas aroma tubuh lelaki di sekeliling dinding kamar ini. Lelaki, kekasihnya yang jauh. Lelaki yang sebentar lagi akan duduk bersanding di sampingnya. Suri rindu. Rindu yang menyala. Apalagi ketika orang tuanya justru kini merestui hubungan mereka, Suri semakin menyala. Meski sesungguhnya Suri tertanya-tanya, kenapa setelah tahu bahwa lelaki yang menghamilinya adalah anak Pak Selamet, kepala desa, tetangga sebelah rumah, semua orang terdiam. Orang tuanya pun langsung merencanakan sebuah pesta besar-besaran. Dan tak henti-hentinya tawa renyah menggelegar setiap ada pertemuan panitia pesta di rumahnya. Seakan semua riuh tangis dua hari yang lalu telah lenyap ditelan bumi.

Suri menduga, inilah keajaiban cinta itu. Kini ia semakin percaya bahwa kekuatan cinta akan mengantarkannya pada kebahagiaan yang luar biasa. Cinta rupanya mampu merubah kemurkaan menjadi kebaikan. Suri tambah yakin bahwa cintanya bukanlah dosa. Nyatanya, semua orang kini telah memberi ucapan selamat padanya. Bukankah orang yang berdosa tak bisa selamat dunia dan akhirat. Mata Suri terpejam. Meyakinkan hatinya.

Ah, malam yang hujan. Tempiasnya leleh di hati Suri. Tempias rindu yang menggelora. Ada bayangan kekasihnya muncul dari jendela. Persis serupa malam-malam yang dulu, saat kekasihnya masuk dari jendela ketika semua orang telah terlelap. Saat kekasihnya mendekap tubuhnya dalam pelukan hangat seorang lelaki. Saat pergumulan pun terjadi. Mata Suri terpejam. Menikmati ribuan gerakan bayangan yang berkelindan. Dan hujan malam itu, membawa Suri hanyut ke laut mimpi.

Mimpi yang indah. Mimpi bersanding di atas pelaminan bersama sang kekasih. Mimpi menjadi raja dan permaisuri. Mimpi beras pulut beraroma kuning kunyit ditabur di atas kepalanya. Mimpi menyaksikan aura kebahagiaan dari gadis-gadis kampung yang melantunkan barzanji. Mimpi mendengarkan rampak kompang yang ditabuh oleh pemuda-pemuda belia. Mimpi menyaksikan tatapan ribuan pasang mata bahagia dari para tamu undangan. Mimpi peluk cium sang kekasih. Mimpi…
***

Sejak peristiwa itu, hampir setiap bulannya, gadis-gadis kampung hamil sebelum menikah. Dan hampir setiap bulan pula kita dapat menyaksikan sepasang pengantin yang ganjil (sebab dalam perut pengantin perempuannya telah tersimpan seorang bayi) dengan pakaian adat kampung Teluk Gambut. Diarak di sepanjang jalan, dengan janur dan bunga manggar yang berseri-seri. Rupanya mimpi Suri telah menjadi mimpi semua pemuda dan pemudi. Mimpi yang direstui. Mimpi bersanding di atas pelaminan sebagai Pengantin Hamil.***

Yogyakarta, Akhir Maret 2003

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita