KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/
Tak bisa diduga, berapa lama dia berada di ujung jalan. Andaikata terdapat seseorang yang menyapa, apa yang harus dikatakannya? Andaikata terdapat seseorang yang menduga, haruskah dia selonjorkan menit-menit yang berharga, buat secuap jawab tanpa makna? Namun demikian, pada hari yang penuh berlumur gula, sepatutnya dia kembali meraih penunjuk jalan yang mengarahkan orang pada jalur yang tepat – di kala segalanya masih remang dalam rabaan.
Andi yang masih berdiri di ujung pertemuan.
Tentunya suara-suara tiada lagi bising, jika para anak manusia telah semakin tahu tentang hak serta tanggungjawab pada jalan terakhir ini. Yakinlah, tiada ujung yang terarah di kebuntuan, lantaran banyak di antara kita yang berani bertanya. Banyak di antara kita yang juga bertanya tentang pendekatan yang masih samun, masih rumpil, masih diliputi kebimbangan. Betapapun kau pasti menghayatinya, karena tanpa galangan-galangan yang utuh, rasanya kita makin ditinggalkan oleh kedirian nan sebatangkara. Cendekiawan, para jawara yang menyiasati lenggok alam?
“Tiada lagi yang masih betah bertahan,” desismu waktu itu. Memangnya, tiada yang lebih betah selain Rigo Talido yang masih bujangan itu? Kau mengangguk, seraya menambahkan: “Kita tak begitu tahu alasannya. Mungkin sekali dia berkehendak bersunyi-sunyi setelah kegagalan cintanya dengan gadis Sunda yang ceriwis: si Neneng Rawi. Atau, ada soal lain yang kurang kita ketahui.” Kurasa rerumpun bambu telah membisikkan gelombang sepi yang memuput, beberapa jalanan melingkar bagaikan ikat pinggang di Gunung Renteng. “Tapi, di antara kelima sahabat, masih jugakah anda tega membiarkan Rigo bertahan di tengah kawalan hutan sawo yang bercipratkan warna coklat kusam itu? Andi, bukan untuk membicarakan tentang bagaimana bisa seseorang membiarkan sahabatnya diserang nyamuk dan kepinding sendirian, jika daku bertanya tentang Rigo Talido. Karena pagi kemarin, sudah pula aku bertandang ke rumah kepala desa, buat kepentingan yang lebih prima. Tak kutemui Rigo di sana. Nah!
“Habis, mengapa kita menyabet lelantungan yang bukan hak kita?” ujar seorang wargadusun seraya menyedot rokok kelembaknya dalam-dalam. Kulihat pohon sawo yang satu di pelataran rumah adat ini telah berkerak-kerak tua, dan daunnya teramat rimbun. Buahnya makin banyak saja, dan aku tahu, demikianlah kebiasaan pohon sawo di mana saja. Kalau umurnya makin menginjak di atas setengah abad, dia bisa dipaneni lebih tigakali setahun. Hanya bedanya dengan pohon-pohon lebih muda lainnya, kulit pohon semakin bersisik dan sisik itu mudah terkelupas jika panas surya membakarnya sepanjang kemarau. Daunnya, yang seperti kuperhatikan ini, bagai berlapis dua: sebelah luarnya kuningtua berkelisit, sedangkan pada lapisan dalam masih memperlihatkan warna hijau pekat. Kulit buah sawo juga lebih tebal dibandingkan buah yang dihasilkan kelompok di bawah tiga puluhan. Pohon ini seperti tambah jemawa di larut senja.
Rerimbun hutan sawo tidak membagikan secara adil sorot matahari yang dirindukan itu. Apalagi, kini sudah menginjak musim hujan, kawan. Aku mengeluh. Bukankah gawang dari tampar rossela yang mem-parade-kan baju dan pakaian dalam yang kita jemur harus lebih duahari untuk bisa kering tanpa bau kecing ketiak? Elias, anak desa itu meludah. Hari itu kebetulan Jumat, jadi kita ‘bertarak’, artinya: tak makan nasi, hanya sayur godokan dan ketela yang direbus hingga lunak. Kau, Andi, sudah ketularan pula dengan kebiasaan tadi. Kalau aku sempat ketemu ibumu di Larantuka, akan kukatakan bagaimana rajinmu melakukan ‘tarak’ dan puasa, hingga tubuhmu begitu kurus, supaya aku memperhatikan cara hidupmu; menu makananmu, dan kebiasaan berolahraga – yang kini kautinggalkan. Ah, aku ikut sedih, Nak. Apakah kau tengah menjalani pertapaan?
Andi yang cekatan.
Kembali kepada si Rigo Talido. Sejak ditempatkan pada hari pertama, sebulan setelah Hari Wisuda Sarjana yang begitu ceria di kampus hijau dulu, dia nampak telah menentukan sikap. “Tapi paman keliru, kalau menduga bahwa satu-satunya jalan adalah bikin pelarian terburuk di dusun yang merupakan bekas tanah perkebunan kolonial yang kapiran, dan pernah jadi pusat gerilya kaum Republikein beberapa tahun menyusul.” Dan kini, ketika aku mulai menginjak masa pensiun, tanah di sini tiada merah warnanya. Hutan sawo telah memenuhi kawasan. Sejauh-jauh mata memandang, hanya dua jenis yang lalu dekat manik-mata kita: sawo manila dan sawo kecik. Namun demikian, sebuah perusahaan patungan telah mengambil resiko untuk mendirikan pabrik minuman dalam kaleng, yang bahannya adalah sawo yang manis berlemak ini. Dan kelima mahasiswa yang aktif ini telah ‘teken kontrak’ untuk selama limabelas tahun akan setia bermukim di desa sawo ini, menjadi pekerja penuh semangat. Kukira, kau telah sangat serius ketika menandatangani surat perjanjian kerja itu dahulu. Mengapa ada pengingkaran? Pada prinsipnya, jangan menampik nyala.
“Panji, Brahman, dan Tomo telah melarikan diri,” ujarmu lirih, nyaris tanpa emosi. “Mereka yang berumur di bawah duapuluh lima, dan insinyur pertanian dan kimia, pada dinihari pucat, sepuluh hari silam, memanjat tembok tinggi berduri itu, setelah tuntutan mereka agar boleh begadang hingga jam 10.00 malam ditolak. Juga tuntutan untuk mendatangkan bioskop layar tancap dari daerah kecamatan terdekat, supaya ada hiburan sedikit, bagi pekerja-pekerja muda yang hampir senantiasa mengantuk di bawah dedaunan yang kikir dengan hangatnya surya khatulistiwa. Jam demi jam, rasanya kita seperti berada di bawah awan mendung, ataupun senjakala yang ogah-ogahan untuk menyampaikan sekilas senyum. Di liputan semacam ini, manusia terjun mbligung di sana.
“Ya, bukan menyesalinya, Andi” – omongku lebih keras seraya melirik kepada Elias yang bersandar kaki mejatulis biru di ruangan itu, seraya menikmati kantuk nan menyerbu. “Hanya wajib diingat, kontrak kerja itu kalianlah yang mendesaknya. Jikalau kawan-kawan kalian lari, itu namanya aksi sepihak, Nak. Berat akibatnya, dilihat dari segi hukum kerja. Tidak mungkinkah kalian lebih sabar menanti sampai situasi ekonomi lebih membaik; juga kesejahteraan sosial yang mungkin terlimpahkan di tempat kerja ini? Seorang sarjana jangan kelewat jauh berharap dan mendamba. Sesuatu yang elit harus disyukuri. Ia adalah pengalaman kerja nan amat berharga. Di bursa kerja yang lain, kau akan diuji pula, Nak.”
Andi, kau memang sabar. Kau masih bisa tahan delapan bulan lagi, katimbang sarjana-sarjana yang manja itu. Kau terbiasa membantu bapak dan emak di Warung Kopi, selepas sekolah sore, seperti mencuci piring, mencuci pakaian sendiri, mengepel lantai dan menyapu pekarangan luas. Paling tidak, dirimu masih punya daya tahan yang baik. Tapi paman jadi sedih, kala mendengar bahwa dirimu juga punya niat mengundurkan diri juga, karena derita kesepian… Tapi setiap insan seyogyanya sanggup mengorak kelopak.
Nah, waktu itu Elias menyambung: “Maklum, anak-anak dari kota, Paman. Kalau saya sudah biasa menikmati alam desa yang alami, yang tanpa hiburan apapun selain kicau kedasih dan embikan kambing prucul. Tadinya saya pikir kanak-kanak dari kota lebih sabar, kok.” Lalu Andi memotong kalimat ini, dengan ucapan: “Harus diingat, Dik, kesarjanaan perlu dihargai sebagaimana mestinya. Lima tahun kuliah adalah tempo yang cukup lama, di mana kami menahan hal-hal yang menyenangkan, tirakat dan sebagainya. Ya, kamipun berasal dari kalangan miskin. Maka setelah kami berhasil memetik gelar yang membuktikan prestasi belajar, kami toh menuntut sesuatu kewajaran. Kami ingin, bidang tugas yang kami masuki lebih gemilang, lebih bercahaya!”
Andi, kau masih juga berpegang pada wawasan yang keliru. Jaman niscaya akan menentukan lebih bernasnya upaya-upaya di dalam pembantingan tulang. Jaman tentunya pada saat yang genah akan mendorong kesempatan buatmu untuk memperoleh tunjangan lebih tebal katimbang apa yang kauperoleh kini. Biarlah setiap dua ketip yang kautadah sekarang merupakan pengantar bagi kemakmuran suatu hari. Tengoklah Rigo Talido yang tak bergeming. Pagi-pagi buta dia sudah mandi di sungai, kemudian berbelanja untuk menyiapkan makanannya sendiri. Jam 08.00 pagi, dia mulai memeriksa pohon-pohon bibit, menyemaikan benih baru dan sibuk mencatat, dibantu seorang di kursi malas, kemudian makan siang yang sederhana. Aduh, betapa sibuknya pemuda itu. Waktu senggangnya antara jam 17.00 hingga 18.00 di gunakan untuk masuk keluar desa, menjumpai wajah-wajah sumringah mereka, bersoal-jawab tentang perawatan pohon sawo, menangkarkan dan menyebarluaskannya. Ia tak pernah mengeluh pada siapapun. Ia tabah, Nak.
Andi yang harus mengerti.
Di ujung senja, aku berpamitan denganmu. Sebentar kulihat pagar kawat berduri yang rusak karena dipakai kawan-kawanmu yang melepaskan diri dari kerutinan nan tak mem-betah-kan itu. Pagar yang melengkung dan menikung persis di ujung jalan menuju desa Cindarbumi, satu dua penduduk menyewakan kuda untuk berwisata menuju kawah Triwarna, petilasan candi gugur dan kawah berbelerang.
Tiba-tiba aku merasa perih, sekaligus menahan hati. Andi, Andi, tentunya dikau lebih tegar daripada Panji, Brahman, dan Tomo. Tidak malukah kau terhadap Rigo Talido, yang usianya lebih muda beberapa bulan, tetapi pribadinya lebih matang? Kuharap, kau mau merenungkan kembali, Nak. Kunjungan paman kali ini untuk lebih mengingatkanmu, agar gelar kesarjanaan yang kaumiliki bukan menghalangimu untuk menatap kesunyataan sekeliling. Abad ini, orang kudu ingat, bukan gelar yang memantapkan dera-desir kemanusiaan, melainkan kadar hayati yang ginelar, yang memberikan bukti, sejauh mana prestasi baru ditancapkan, dengan genderang yang lebih merdu, dan ujung cita terpadu.
Andi yang kurawat sejak bocah.
Aku kaget ketika menuruni lembah Santana, menuju ke ujung yang dipotong oleh jembatan kecil dari kayu mahoni itu. Riap rimbun kaliandra seperti menyibak, dan dari dalamnya seperti mencongak seraut wajah. Dia Rigo Talido! Aku masih tetap mengingatnya, karena waktu bibimu sakit dulu, dia menjenguk seraya menawarkan diri untuk memainkan piano dekat tempat tidur; dan maraklah Arivedersi Roma yang pendek, tapi bernuansa lembut, mendamba. “Kembalilah, bila kau merasa masih belum masak. Jangan kasih selamat tinggal. Berbisiklah tentang ‘sekian dulu, hingga jumpa lagi’, manakala menyentuh kampung kelahiran.” Di ujung lagu itu, bibimu tegak dari pembaringan, meminta kami bertiga menyanyikan bersama-sama. Mengulang firman bakti, mengakui Keberadaan Keadilan.
“Paman Antono, bukan?” sapanya halus seraya ketawa lebar, hingga gigi-giginya yang rata dan putih-putih itu nyata sekali. “Selamat petang, Paman. Dari mengunjungi barak-barak kecil? Andi bilang beberapa hari berselang, Paman Antono akan datang ke sini. Sayang, jadwal tugas saya sejak pagi padat sekali. Kalau tidak, saya ingin menjemput Paman di dermaga sana, tempat Paman mendarat.” Rigo, Rigo! – ucapku pelan. Aku merasa terharu sekali. Nampaknya ia kepingin melepas keberangkatanku dari kompleks perkebunan sawo yang luas itu. Atau, ingin mengucapkan rasa akrabnya yang teduh? Di sini kita mulai – di kesujudan nurani – menjadi kuat.
“Terimakasih, Nak. Kalau ada waktu luang, cobalah kau ke kota lagi. Paman dan Bibi sangat bangga akan kesungguhanmu mengembangkan ilmu.” Insinyur yang lebih memilih desa-huni-sunyi, apapun alasannya. “Titip si Andi, ya,” kataku lagi, setelah tiada sepotongpun yang bisa diucapkan. Kami bersalaman, dan dia menunjuk ke pada perahu tentang tambang yang telah siap mengantarkan pendatang ini pulang.
“Kami punya orkes bambu, Paman,” bisiknya di ujung senja pualam, menolong diriku menaiki perahu yang agak oleng. “Semua pemainnya anak-anak desa sini, yang masih duduk di Sekolah Dasar. Bulan Agustus nanti, kami jemput Paman! Kita nyanyi bersama, main musik bersama. Suasana kebun akan hangat sekali, Paman. Ya, walaupun di tengah hutan sawo, wajah mentari bagaikan ogah-ogahan melemparkan kerling!”
Aku tirukan kalimatnya, dan perahu pun menjauh; jauh.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
04/09/08
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar