Rojil Nugroho Bayu Aji
http://oase.kompas.com/
Kekerasan yang dilakukan oleh perangkat negara pada saat rezim berkuasa seringkali sulit untuk diungkap. Jangankan masuk dalam ranah hukum, membicarakan peristiwa itu seakan menjadi tabu dan bahkan membahayakan bagi diri seseorang yang membicarakannya. Imbas dari pembicaraan itu bisa saja berujung penangkapan oleh aparat keamanan dan diinterogasi secara psikis, dimasukkan penjara, atau bahkan mendapatkan stigma buruk dari masyarakat.
Bagaikan orang yang jatuh kemudian tertimpa tangga, mungkin ungkapan ini dapat mewakili bagaimana nasib korban peristiwa kekerasan Tanjung Priok yang terjadi pada 12 September 1984. Peristiwa Tanjung Priok yang terjadi ketika orde baru berkuasa, sengaja diwacanakan secara samar-samar dan simpang siur. Ketika Peristiwa ini terjadi, hampir tidak ada pertanyaan atas peristiwa tersebut bagi ormas ataupun LSM. Beritanya pun tidak banyak keluar di media massa karena begitu kuatnya kontrol negara terhadap arus informasi.
Namun demikian, ingatan tentang peristiwa Tanjung Priok tidak begitu saja lenyap. Bagi korban kekerasan atas peristiwa tersebut, ingatan tentang masa lalu itu mengendap dalam bentuk trauma. Kemudian, trauma itu bisa juga menghantui korban. Sedangkan bagi para pelaku, peristiwa Tanjung Priok bisa menjadi ingatan yang ingin segera dilenyapkan. Kalaupun tetap teringat, maka hal itu diingat dengan bentuk pembenaran atas terjadinya peristiwa Tanjung Priok tersebut.
Seiring reformasi dan tumbangnya rejim orde baru di tahun 1998, ingatan tentang peristiwa Tanjung Priok kembali mengemuka. Para korban lantas mengingat kembali dan melakukan perjuangan agar para pelaku dapat diadili karena peristiwa ini dianggap sebagai kejahatan HAM. Hal inilah yang ingin diungkapkan oleh Wahyudi Akmaliah Muhammad dalam bukunya yang berjudul Menggadaikan Ingatan, Politisasi Islah dalam Kasus Priok ini. Wahyudi Akmaliah, paling tidak juga mencoba menjelaskan bagaimana duduk persoalan peristiwa Tanjung Priok sampai munculnya islah.
Bagi korban peristiwa Tanjung Priok, ingatan atas kekerasan bisa menjadi obsesif. Apabila hal ini dibiarkan, maka bisa menjadi dendam karena ingatan bukan sekadar jejak dalam diri korban. Hal ini merupakan goresan yang secara mekanis terus melekat dan dikenali. Imbasnya, seseorang tidak akan bisa bicara masa depan apabila masa lalunya tidak tuntas dan tidak jelas. Dengan teori Maurice Halbwach, penulis mengantarkan pembaca kepada pembentukan identitas kedirian yang ditentukan oleh relasi antara individu dan yang lainnya. Relasi inilah yang menopang kelengkapan ingatan, namun bukan berarti ingatan individu dengan individu lainnya ketika dijumlahkan akan menjadi narasi besar sebagai ingatan kolektif.
Kemudian terkait masalah struktur dirkusif dalam buku ini, penulis menggunakan teori Foucault di mana pandangan terhadap objek itu dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan. Sejumlah praktik diskursif menyebabkan persepsi terhadap objek yang dibentuk, dibatasi, dan dikontrol menjadi sesuatu yang benar sehingga realitas yang dihadirkan merupakan wacana yang sesuai dengan kehendak orang atau institusi yang membentuknya dengan pembentukan wacana tertentu. (hlm. 16-19)
Selanjutnya, Wahyudi Akmaliah juga menunjukkan bagaimana narasi masa lalu peristiwa Tanjung Priok dibentuk. Kontestasi wacana peristiwa Tanjung Priok ketika orde baru dimenangkan oleh rejim negara yang berkuasa. Selama berkuasa, wacana dominan yang dibangun oleh orde baru kepada publik bahwa peristiwa Tanjung Priok bukan hanya konflik antara militer dengan masyarakat muslim, melainkan sebuah upaya untuk mengganggu stabilitas negara atas nama islam. Para pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu dituduh melakukan huru-hara.
Sedangkan para tokohnya seperti Amir Biki dianggap melakukan tindakan subversif. Penangkapan juga dilakukan kepada keluarga korban yang menanyakan hilangnya sanak saudara mereka ketika peristiwa itu terjadi. Sejalan dengan penangkapan itu, media massa dikendalikan oleh negara melalui pemberitaan yang bersumber dari Panglima ABRI/Pangkobkamtib Jenderal TNI L.B. Moerdani. Implikasi pemberitaan tunggal itu menjadi sebuah stigmatisasi bahwa seseorang yang terlibat dalam peristiwa Tanjung Priok dan terutama korban dan keluarga korban adalah PKI, Gerakan Pengacau Keamanan, islam radikal. Salah satu stigma itu adalah dengan didaftarnya nama-nama mereka yang terlibat di pelbagai instansi sebagai orang yang dianggap menentang negara.
Tidak lupa buku ini menjelaskan tentang artikulasi ingatan korban setelah era reformasi. Suara-suara korban yang selama ini terbungkam menurut Wahyudi Akmaliah tidak begitu saja senyap. Para korban, meskipun tidak bisa bersuara justru membangun dan mengokohkan ingatan mereka melalui beberapa cara di antaranya adalah melalui ritus tahlilan, memoar dan dokumentasi berupa tulisan tentang peristiwa Tanjung Priok.
Setelah memelihara ingatan, para korban juga melakukan aktualisasi dalam bentuk meminta pertanggung jawaban untuk penuntasan kasus kekerasan HAM atas peristiwa Tanjung Priok. Lewat Yayasan 12 September 1984, Sontak (solidaritas nasional untuk korban priok), Kompak (komite mahasiswa pemuda anti kekerasan), serta dibantu oleh pegiat kemanusiaan untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Ketika pemerintahan Abdurrahman Wahid, kasus ini diangkat ke pengadilan HAM Ad Hoc yang mana di era Habibie terbentur dengan pembentukan tim pancari fakta oleh Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI. Sejumlah nama terseret ke pangadilan di antaranya adalah L.B. Moerdani, Try Soetrisno (mantan Pangdam Jaya), Rudolf Butar Butar (mantan Dandim Jakut), Alif Pandoyo (mantan asisten operasi Kodim Jakarta).
Namun, menurut Wahyudi Akmaliah, sangat disayangkan karena sebelum kasus itu disidangkan telah muncul wacana islah yang ditawarkan oleh pelaku sebagai jalan damai yang mengakibatkan retaknya solidaritas korban dalam penuntasan kasus ini di pengadilan. Tanggal 1 Maret 2001 di masjid Sunda Kelapa Jakut, perjanjian damai lewat islah antara pelaku ditandangani sebagian besar korban peristiwa Tanjung Priok yang diwakili oleh tim tujuh.
Lebih jauh, menurut Wahyudi Akmaliah, islah ini merupakan salah satu bentuk siasat para korban yang pro islah agar mendapatkan kompensasi dengan memanfaatkan identitas sebagai korban. Korban pun memerlukan biaya hidup sehari-hari sehingga kelompok yang pro islah menerima kompensasi dari Try Soetrisno dan Rudolf Butar Butar. Sedangkan pandangan dari kelompok yang kontra dengan islah memberikan argumentasi yang berbeda. Bagi korban dan keluarga yang kontra islah, penolakan itu bukan berarti tidak setuju dengan konsep islah dalam islam.
Namun, konteks islah yang ditawarkan tidak sesuai dengan konsep islam itu sendiri yakni tidak ada pengungkapan kebenaran atas kesalahan yang dilakukan pelaku, pengungkapan kebenaran tersebut juga harus disampaikan oleh satu lembaga yang ditentukan negara. Jadi, kejujuran pelaku menjadi syarat dasar dilakukannya islah. Kebutuhan materi memang diperlukan dalam hidup, akan tetapi bukan berarti harus menggadaikan harga diri.
Dengan demikian menurut Wahyudi Akmaliah, ingatan tentang peristiwa masa lalu dalam kasus peristiwa Tanjung Priok ini bukanlah sesuatu yang tunggal dan sekadar rekaman jejak masa lalu, melainkan memiliki interpretasi rekonstruksi yang menanamkan beragam narasi, sejumlah asumsi, pembentukan wacana, dan juga konteks sosial mengenai ingatan itu sendiri. Sesama korban peristiwa Tanjung Priok yang sama-sama pernah didehumanisasi oleh orde baru, namun cara penyikapan terhadap hal itu memiliki perbedaan. Bagi korban yang kontra islah, keadilan harus diperjuangkan sebagai upaya memulihkan rasa sakit selama bertahun-tahun. Keadilan merupakan jalan untuk berdamai dengan masa lalu. (hlm. 131-164)
Alih alih untuk berdamai dengan masa lalu, islah dengan kompensasi uang mulai 2 juta sampai 300 juta yang diterapkan dalam peristiwa Tanjung Priok justru memproteksi para pelaku dan merupakan bentuk pengaburan dalam penuntasannya di ranah hukum dan peradilan. Islah tersebut mengakibatkan adanya keterangan yang berbeda antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan kesaksian di pengadilan. Dalam BAP, korban yang pro islah masih terlihat memberatkan pelaku. Namun, ketika di persidangan justru mengamankan posisi pelaku.
Hal ini berimplikasi pada putusan pengadilan HAM Ad Hoc. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum untuk menghukum para pelaku yang bertanggung jawab atas peristiwa itu akhirnya tidak kuat karena kesaksian di pengadilan tidak ada yang memberatkan pelaku sehingga hakim menyatakan terdakwa (pelaku) tidak bersalah. Kalaupun ada yang terbukti, dalam tingkat kasasi para pelaku bisa dibebaskan. Inilah impunitas yang diberikan sendiri oleh korban yang pro dengan islah.
Akhirnnya, buku yang ditulis oleh Wahyudi Akmaliah ini merupakan salah satu bentuk untuk mengabadikan dokumentasi ingatan pada peristiwa Tanjung Priok. Buku ini merupakan bentuk sebuah situs dan suatu cara untuk memelihara ingatan masa lalu dan bahkan pelepasan beban masa lalu dengan cara mengangkatnya ke publik. Dan buku ini dihadirkan oleh Wahyudi Akmaliah sebagai dokumentasi untuk memelihara ingatan tentang seluk beluk peristiwa Tanjung Priok yang mengorbankan ratusan manusia tak bersalah sampai penggadaiannya dengan cara islah yang bersifat politis dan pragmatis untuk mendapatkan kompensasi berupa materi.
Judul Buku : Menggadaikan Ingatan, Politisasi Islah dalam Kasus Priok
Penulis : Wahyudi Akmaliah Muhammad
Penerbit : Syarikat
Cetakan : 2009
Tebal : xxxii + 202 halaman, 14 x 21 cm
R.N. Bayu Aji, Penulis buku, Mahasiswa Pasca Sarjana Program Sejarah UGM. Peneliti HISTra (History Institute for Society Transformation).
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar