26/02/11

Dokumentasi Ingatan Peristiwa Priok

Rojil Nugroho Bayu Aji
http://oase.kompas.com/

Kekerasan yang dilakukan oleh perangkat negara pada saat rezim berkuasa seringkali sulit untuk diungkap. Jangankan masuk dalam ranah hukum, membicarakan peristiwa itu seakan menjadi tabu dan bahkan membahayakan bagi diri seseorang yang membicarakannya. Imbas dari pembicaraan itu bisa saja berujung penangkapan oleh aparat keamanan dan diinterogasi secara psikis, dimasukkan penjara, atau bahkan mendapatkan stigma buruk dari masyarakat.

Bagaikan orang yang jatuh kemudian tertimpa tangga, mungkin ungkapan ini dapat mewakili bagaimana nasib korban peristiwa kekerasan Tanjung Priok yang terjadi pada 12 September 1984. Peristiwa Tanjung Priok yang terjadi ketika orde baru berkuasa, sengaja diwacanakan secara samar-samar dan simpang siur. Ketika Peristiwa ini terjadi, hampir tidak ada pertanyaan atas peristiwa tersebut bagi ormas ataupun LSM. Beritanya pun tidak banyak keluar di media massa karena begitu kuatnya kontrol negara terhadap arus informasi.

Namun demikian, ingatan tentang peristiwa Tanjung Priok tidak begitu saja lenyap. Bagi korban kekerasan atas peristiwa tersebut, ingatan tentang masa lalu itu mengendap dalam bentuk trauma. Kemudian, trauma itu bisa juga menghantui korban. Sedangkan bagi para pelaku, peristiwa Tanjung Priok bisa menjadi ingatan yang ingin segera dilenyapkan. Kalaupun tetap teringat, maka hal itu diingat dengan bentuk pembenaran atas terjadinya peristiwa Tanjung Priok tersebut.

Seiring reformasi dan tumbangnya rejim orde baru di tahun 1998, ingatan tentang peristiwa Tanjung Priok kembali mengemuka. Para korban lantas mengingat kembali dan melakukan perjuangan agar para pelaku dapat diadili karena peristiwa ini dianggap sebagai kejahatan HAM. Hal inilah yang ingin diungkapkan oleh Wahyudi Akmaliah Muhammad dalam bukunya yang berjudul Menggadaikan Ingatan, Politisasi Islah dalam Kasus Priok ini. Wahyudi Akmaliah, paling tidak juga mencoba menjelaskan bagaimana duduk persoalan peristiwa Tanjung Priok sampai munculnya islah.

Bagi korban peristiwa Tanjung Priok, ingatan atas kekerasan bisa menjadi obsesif. Apabila hal ini dibiarkan, maka bisa menjadi dendam karena ingatan bukan sekadar jejak dalam diri korban. Hal ini merupakan goresan yang secara mekanis terus melekat dan dikenali. Imbasnya, seseorang tidak akan bisa bicara masa depan apabila masa lalunya tidak tuntas dan tidak jelas. Dengan teori Maurice Halbwach, penulis mengantarkan pembaca kepada pembentukan identitas kedirian yang ditentukan oleh relasi antara individu dan yang lainnya. Relasi inilah yang menopang kelengkapan ingatan, namun bukan berarti ingatan individu dengan individu lainnya ketika dijumlahkan akan menjadi narasi besar sebagai ingatan kolektif.

Kemudian terkait masalah struktur dirkusif dalam buku ini, penulis menggunakan teori Foucault di mana pandangan terhadap objek itu dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan. Sejumlah praktik diskursif menyebabkan persepsi terhadap objek yang dibentuk, dibatasi, dan dikontrol menjadi sesuatu yang benar sehingga realitas yang dihadirkan merupakan wacana yang sesuai dengan kehendak orang atau institusi yang membentuknya dengan pembentukan wacana tertentu. (hlm. 16-19)

Selanjutnya, Wahyudi Akmaliah juga menunjukkan bagaimana narasi masa lalu peristiwa Tanjung Priok dibentuk. Kontestasi wacana peristiwa Tanjung Priok ketika orde baru dimenangkan oleh rejim negara yang berkuasa. Selama berkuasa, wacana dominan yang dibangun oleh orde baru kepada publik bahwa peristiwa Tanjung Priok bukan hanya konflik antara militer dengan masyarakat muslim, melainkan sebuah upaya untuk mengganggu stabilitas negara atas nama islam. Para pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu dituduh melakukan huru-hara.

Sedangkan para tokohnya seperti Amir Biki dianggap melakukan tindakan subversif. Penangkapan juga dilakukan kepada keluarga korban yang menanyakan hilangnya sanak saudara mereka ketika peristiwa itu terjadi. Sejalan dengan penangkapan itu, media massa dikendalikan oleh negara melalui pemberitaan yang bersumber dari Panglima ABRI/Pangkobkamtib Jenderal TNI L.B. Moerdani. Implikasi pemberitaan tunggal itu menjadi sebuah stigmatisasi bahwa seseorang yang terlibat dalam peristiwa Tanjung Priok dan terutama korban dan keluarga korban adalah PKI, Gerakan Pengacau Keamanan, islam radikal. Salah satu stigma itu adalah dengan didaftarnya nama-nama mereka yang terlibat di pelbagai instansi sebagai orang yang dianggap menentang negara.

Tidak lupa buku ini menjelaskan tentang artikulasi ingatan korban setelah era reformasi. Suara-suara korban yang selama ini terbungkam menurut Wahyudi Akmaliah tidak begitu saja senyap. Para korban, meskipun tidak bisa bersuara justru membangun dan mengokohkan ingatan mereka melalui beberapa cara di antaranya adalah melalui ritus tahlilan, memoar dan dokumentasi berupa tulisan tentang peristiwa Tanjung Priok.

Setelah memelihara ingatan, para korban juga melakukan aktualisasi dalam bentuk meminta pertanggung jawaban untuk penuntasan kasus kekerasan HAM atas peristiwa Tanjung Priok. Lewat Yayasan 12 September 1984, Sontak (solidaritas nasional untuk korban priok), Kompak (komite mahasiswa pemuda anti kekerasan), serta dibantu oleh pegiat kemanusiaan untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Ketika pemerintahan Abdurrahman Wahid, kasus ini diangkat ke pengadilan HAM Ad Hoc yang mana di era Habibie terbentur dengan pembentukan tim pancari fakta oleh Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI. Sejumlah nama terseret ke pangadilan di antaranya adalah L.B. Moerdani, Try Soetrisno (mantan Pangdam Jaya), Rudolf Butar Butar (mantan Dandim Jakut), Alif Pandoyo (mantan asisten operasi Kodim Jakarta).

Namun, menurut Wahyudi Akmaliah, sangat disayangkan karena sebelum kasus itu disidangkan telah muncul wacana islah yang ditawarkan oleh pelaku sebagai jalan damai yang mengakibatkan retaknya solidaritas korban dalam penuntasan kasus ini di pengadilan. Tanggal 1 Maret 2001 di masjid Sunda Kelapa Jakut, perjanjian damai lewat islah antara pelaku ditandangani sebagian besar korban peristiwa Tanjung Priok yang diwakili oleh tim tujuh.

Lebih jauh, menurut Wahyudi Akmaliah, islah ini merupakan salah satu bentuk siasat para korban yang pro islah agar mendapatkan kompensasi dengan memanfaatkan identitas sebagai korban. Korban pun memerlukan biaya hidup sehari-hari sehingga kelompok yang pro islah menerima kompensasi dari Try Soetrisno dan Rudolf Butar Butar. Sedangkan pandangan dari kelompok yang kontra dengan islah memberikan argumentasi yang berbeda. Bagi korban dan keluarga yang kontra islah, penolakan itu bukan berarti tidak setuju dengan konsep islah dalam islam.

Namun, konteks islah yang ditawarkan tidak sesuai dengan konsep islam itu sendiri yakni tidak ada pengungkapan kebenaran atas kesalahan yang dilakukan pelaku, pengungkapan kebenaran tersebut juga harus disampaikan oleh satu lembaga yang ditentukan negara. Jadi, kejujuran pelaku menjadi syarat dasar dilakukannya islah. Kebutuhan materi memang diperlukan dalam hidup, akan tetapi bukan berarti harus menggadaikan harga diri.

Dengan demikian menurut Wahyudi Akmaliah, ingatan tentang peristiwa masa lalu dalam kasus peristiwa Tanjung Priok ini bukanlah sesuatu yang tunggal dan sekadar rekaman jejak masa lalu, melainkan memiliki interpretasi rekonstruksi yang menanamkan beragam narasi, sejumlah asumsi, pembentukan wacana, dan juga konteks sosial mengenai ingatan itu sendiri. Sesama korban peristiwa Tanjung Priok yang sama-sama pernah didehumanisasi oleh orde baru, namun cara penyikapan terhadap hal itu memiliki perbedaan. Bagi korban yang kontra islah, keadilan harus diperjuangkan sebagai upaya memulihkan rasa sakit selama bertahun-tahun. Keadilan merupakan jalan untuk berdamai dengan masa lalu. (hlm. 131-164)

Alih alih untuk berdamai dengan masa lalu, islah dengan kompensasi uang mulai 2 juta sampai 300 juta yang diterapkan dalam peristiwa Tanjung Priok justru memproteksi para pelaku dan merupakan bentuk pengaburan dalam penuntasannya di ranah hukum dan peradilan. Islah tersebut mengakibatkan adanya keterangan yang berbeda antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan kesaksian di pengadilan. Dalam BAP, korban yang pro islah masih terlihat memberatkan pelaku. Namun, ketika di persidangan justru mengamankan posisi pelaku.

Hal ini berimplikasi pada putusan pengadilan HAM Ad Hoc. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum untuk menghukum para pelaku yang bertanggung jawab atas peristiwa itu akhirnya tidak kuat karena kesaksian di pengadilan tidak ada yang memberatkan pelaku sehingga hakim menyatakan terdakwa (pelaku) tidak bersalah. Kalaupun ada yang terbukti, dalam tingkat kasasi para pelaku bisa dibebaskan. Inilah impunitas yang diberikan sendiri oleh korban yang pro dengan islah.
Akhirnnya, buku yang ditulis oleh Wahyudi Akmaliah ini merupakan salah satu bentuk untuk mengabadikan dokumentasi ingatan pada peristiwa Tanjung Priok. Buku ini merupakan bentuk sebuah situs dan suatu cara untuk memelihara ingatan masa lalu dan bahkan pelepasan beban masa lalu dengan cara mengangkatnya ke publik. Dan buku ini dihadirkan oleh Wahyudi Akmaliah sebagai dokumentasi untuk memelihara ingatan tentang seluk beluk peristiwa Tanjung Priok yang mengorbankan ratusan manusia tak bersalah sampai penggadaiannya dengan cara islah yang bersifat politis dan pragmatis untuk mendapatkan kompensasi berupa materi.

Judul Buku : Menggadaikan Ingatan, Politisasi Islah dalam Kasus Priok
Penulis : Wahyudi Akmaliah Muhammad
Penerbit : Syarikat
Cetakan : 2009
Tebal : xxxii + 202 halaman, 14 x 21 cm

R.N. Bayu Aji, Penulis buku, Mahasiswa Pasca Sarjana Program Sejarah UGM. Peneliti HISTra (History Institute for Society Transformation).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita